15.

881 39 0
                                    

Entah kesambet setan apa Saka pagi ini. Kelakuan anak itu benar-benar membuat ketiga temannya keheranan. Mereka tahu semenjak Saka mengenal Ica, otak anak itu kian bergeser sehingga membuat tingkah lakunya aneh, tapi kali ini benar-benar mencurigakan.

"Itu tadi gulainya udah gue panasin, jangan lupa di makan. Kalo tenggorokannya masih sakit gak usah pake kuahnya."

Aji, Rendi, dan Dimas saling berpandangan melihat Saka yang sedang bertelepon dengan seseorang. Mereka jelas tahu yang ada di dalam panggilan itu bukanlah Ica, karena bahasa yang digunakan berbeda. Hanya saja, bagaimana bisa orang berbicara dengan nada jutek tapi wajahnya tersenyum malu-malu? Bahkan orang yang benar-benar memiliki sifat jutek pun sepertinya tak bisa melakukan itu, dan untuk orang ramah murah senyum pun juga pasti sulit melakukannya.

"Kenapa sih itu anak? Gilanya kok makin-makin?" tanya Dimas yang di jawab gelengan kepala oleh Aji dan Rendi.

"Masa iya dia punya gebetan lagi? Emang sama si Ica udah berhasil?" sahut Aji bertanya.

"Ada gitu orang di jutekin malah naksir?"

"Yaa .. Kali aja psikopat orangnya, jadi beda selera sama orang normal."

Rendi dan Dimas hanya mendengus mendengar tebakan main-main dari Aji. Mereka hanya terus diam sambil memperhatikan Saka hingga anak itu selesai dengan teleponnya.

"Weh, abis telponan sama siapa lu Sa? Cengar cengir tapi nada jutek gitu, jaim amat." celetuk Aji. Ia biasanya tak pernah penasaran dengan urusan orang lain tapi yang kali ini lain cerita.

Saka mendelik ke arah Aji. "Bukan siapa-siapa." jawabnya acuh.

"Yeee, tadi ada ngomong 'dagang, dagang' tuh apa? Siapa yang dagang?" tanya Dimas.

"Apa jangan-jangan lo deket sama cowok yang lo bilang tukang daging itu ya Sa?"

Tebakan Rendi membuat ketiga temannya itu langsung menatapnya. Ia sendiri hanya memasang wajah tak bersalah seakan apa yang di tanyakannya itu memang benar.

"Emang iya, Sa?" tanya Aji sambil menoleh ke arah Saka.

"A-apaan dah? Jangan mikir yang aneh-aneh lo pada. Gue nelfon dia karna kebetulan aja kemaren gue ke rumahnya nganterin lauk bikinan nyokap gue dan kebetulan aja dia lagi sakit." sangkal Saka.

"Lah? Kenapa nyokap lo sampe bikinin lauk buat dia?" tanya Dimas.

"Soalnya kemaren gue dapet musibah, hape gue di jambret pas lagi lari pagi sama Bang Ary terus dia yang balikin hape gue. Itu tanda terimakasih doang."

"Bentar, bentar, lo lari pagi sama si Bang Ary? Lah, katanya gak deket tapi bisa sampe joging berdua gitu??"

"Ya dia yang ngajak."

"Jadi lo itu deket sama dia apa kagak? Bingung gue." ujar Aji gemas dengan temannya itu.

"Kagak!"

Rendi hanya menghembuskan napasnya perlahan sambil merotasikan kedua matanya. Ia bukan sehari dua hari mengenal Saka, tapi ia juga tak mau terlalu ambil pusing dengan tingkah laku anak itu selama tidak merepotkan dirinya dan kedua temannya yang lain.

"Tapi lo masih lanjut pdkt sama si Ica?" tanya Rendi.

"Ya masih lah. Kenapa juga gue harus berhenti deketin dia?"

"Terus udah sampe mana perkembangannya? Gue denger kemaren pas lo nge-date sama dia lo kejebak hujan?"

Saka mengerutkan dahinya bingung mendengar pertanyaan Rendi. "Lo tau dari mana?"

Rendi tersenyum. "Ya dari gebetan lo lah. Kemaren gue nganter nyokap ke pasar, eeh kebetulan ketemu dia jadi gue basa-basi aja nanya soal pdkt lo sama dia. Eh, lo tau gak dia ngomong apa?"

Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang