40.

6.4K 455 76
                                    

Leo menuang air panas ke dalam cangkir berisi bubuk kopi lalu menganduknya. Ia berbalik, berjalan ke meja makan untuk sarapan bersama sang adik.

Lelaki berambut cepak itu duduk di depan Zakri, memperhatikan adiknya yang tengah mengancingi seragamnya namun dengan tatapan yang tidak fokus, seperti tengah memikirkan sesuatu.

"Kenapa lo? Dari tadi kayaknya mata ngelirak-lirik gak jelas gitu?" tanya Leo sambil mengaduk nasi goreng di piringnya.

"Hm? Oh, enggak. Gak papa."

"Lo udah ada rencana buat nyeret si pembunuh itu ke hukum? Gue perhatiin kayaknya lo belom ngelakuin apa-apa."

Zakri sempat terdiam cukup lama setelah selesai dengan kancing bajunya dan mendengar pertanyaan sang kakak.

Sadar akan diamnya Zakri, Leo hanya bersabar memperhatikan gerak-gerik adiknya sampai ia mendapat jawaban.

"Zak,"

"Gue harus ketemu atasan lo."

"Kenapa? Kenapa gak ngomong langsung aja ke gue, nanti gue sampein."

Zakri menggeleng. "Gak bisa, gue harus ngomong langsung."

Leo yang melihat ekspresi serius adiknya itu kini menunda makannya dan memilih fokus pada Zakri.

"Emang kenapa sih? Lo ada rencana? Atau ada sesuatu yang lo pikirin sampe butuh back up atasan gue?"

Zakri sempat menghembuskan napas berat. Ia menatap wajah penasaran kakaknya dengan ekspresi yang cukup sulit untuk diartikan oleh Leo.

"Gue gak butuh back up. Bahkan kalo emang gue harus mati di kasus ini pun gue siap. Tapi ... Gue ada firasat kalo ini bukan cuma penangkapan biasa. Si Ary itu, dia bukan kriminal kelas teri yang waktu di grebek tinggal lari pake kedua kakinya. Dia bisa ngelakuin lebih dari itu. Gue cuma gak mau ... Orang yang harusnya selamat malah jadi korbannya dia." jawab Zakri serius namun tersirat rasa cemas di dalamnya.

"Sebenernya lo itu udah dapet apa dari semua ini? Kenapa lo gak pernah kasih laporan atau informasi apapun ke gue terus tiba-tiba lo ngomong kayak gitu?"

Zakri sebenarnya ingin menjelaskan semuanya, tapi saat matanya melirik ke arah jam di layar ponselnya, ia tahu ia akan terlambat ke sekolah.

"Lo gak dinas malam 'kan? Pulang sekolah nanti bakal gue jelasin. Gue berangkat sekarang."

"Sarapan."

"Di sekolah aja."

Leo tak lagi menghalangi adiknya untuk pergi dan hanya bisa berusaha sabar sampai mereka kembali berkumpul di rumah untuk mendengarkan semua penjelasan Zakri.

********

Motor matic milik Saka yang dikendarai Ary berhenti di depan gerbang sekolah Saka. Remaja itu turun dengan sedikit hati-hati mengingat "bekas" semalam masih sedikit membuatnya kesulitan berjalan.

"Sakit?" tanya Ary dengan senyuman jahil.

"Sedikit. Emm .. Bang, mingguan depan udah mulai minggu ujian sekolah sama ujian kelulusan, boleh gak kalo aku jadi agak sering pulang telat? Soalnya mau belajar bareng temen-temen."

"Saya juga bisa ngajarin kamu di rumah."

Saka bungkam ketika Ary menjawab demikian. Ia tahu kalimat itu sebuah ketidak setujuan Ary atas permintaan izinnya. Namun saat merasakan usapan di kepalanya, serta senyum di wajah Ary ia tahu mungkin Ary berubah pikiran.

"Boleh, tapi seminggu tiga kali aja. Sisanya kamu belajar di rumah sama saya, dan maksimal cuma boleh dua jam belajar sama temen. Harus ngabarin lokasi dan ngasih bukti juga kalo kamu belajar sama temen-temen kamu, ngerti?"

Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang