Saka mengusak rambut basahnya dengan handuk yang mengalung di lehernya. Ia duduk di atas kasurnya kemudian mulai membuka ponsel, memeriksa apakah ada pesan yang masuk atau tidak.
Di jam segini--sekitar pukul 6 atau 7 malam--biasanya ia akan menerima pesan masuk dari Ary, namun sekarang bar notifikasi pesan di ponselnya nampak sedang tidak memiliki tugas untuk memunculkan pesan dari Ary.
"Gue haru ngchat dia duluan gitu?" monolognya dengan rasa gengsi yang tinggi kala mengingat permintaan Ica yang menyuruhnya meminta maaf pada Ary atas sikap tidak sopannya.
"Lah tapi kalo nanti dia ke ge-er an gimana? Nanti di kiranya gue ngerasa bersalah lagi."
Saka menghembuskan napasnya dengan kasar lalu melempar ponselnya begitu saja di atas kasur. Tangannya terus mengusak rambutnya yang masih basah sambil berjalan keluar kamar untuk pergi ke teras belakang lalu menjemur handuknya yang sedikit lebih basah.
"Besok terakhir ujian ya ... Apa gue ajak Ica belajar bareng aja? Eh tapi, udah malem gini. Doi mau keluar gak ya?" monolognya bergumam seorang diri.
"Ngomong sama siapa kamu, Saka?"
Saka sedikit terperanjat kaget mendengar suara Ibunya yang tiba-tiba muncul di hadapannya saat ia hendak kembali ke kamar.
"Ngagetin aja sih, Mah." gerutunya sebal.
"Mama tanya kamu ngomong sama siapa? Malem-malem komat-kamit sendiri, kesurupan kamu?"
"Kalo kesurupan aku jadi maung lah, Mah. Nggak, aku gak ngomong sama siapa-siapa." jawabnya masih dengan nada yang sama sebelum kembali berlalu ke kamarnya.
Saka melompat ke atas kasur dalam posisi tengkurap. Ia kembali membuka ponselnya kemudian iseng mengirim pesan pada Ica.
["Ca, lagi apa?"] read.
["Belajar."]
["Jangan ganggu dulu ya, Sa. Btw kamu udh minta maaf belom ke abang kamu itu?"]
Saka sedikit memundurkan kepalanya saat membaca pesan dari Ica. Gadis itu bahkan sampai mengungkit persoalan dirinya dengan Ary.
["Belum "] read.
["Ih, minta maaf dulu sana. Lagian harga diri kamu gak bakala jatuh cuma gara2 minta maaf kok."]
'Masalahnya nanti dia ge-er dikiranya aku butuh dia, Ca.' batin Saka.
["Iya nanti aku chat dia."] read.
["Oke. Udah dulu ya, aku belajar dulu."]
["Oke, semangat belajarnya."] read.
Saka mendengus lalu menara ponselnya di sampingnya. Ia bangkit dari kasur lalu berjalan ke meja belajarnya untuk memulai sesi belajarnya. Namun belum ada 10 menit ia membuka buku pelajarannya, pikirannya sama sekali tidak bisa di ajak fokus untuk brlajar. Ia malah memikirkan soal perkataannya siang tadi saat Ary meneleponnya.
Jika di pikir-pikir, Ica memang ada benarnya, Saka terlalu kasar pada Ary yang hanya mencarinya karena tidak ada kabar.
"Ah ya tapi kan gue gak ada hubungan apa-apa sama dia. Lah dia bukan siapa-siapa gue anjir! Ngapain juga gue harus izin sama dia kalo mau pergi-pergi??" monolognya membantah isi pikirannya sendiri.
Gemas dengan kondisi dirinya, Saka berjalan keliar kamar untuk pergi ke dapur dan membuat kopi untuk menemaninya belajar. Dari arah pintu depan, ia bisa mendengar Ibunya tengah berbicara dengan seseorang.
"Maaf ya Mas Ary, saya jadi ngerepotin malem-malem begini. Habis sayanya sibuk jadi gak sempet ke pasar sementara acaranya besok."
Dahi Saka mengerut saat ia mendengar sang Ibu menyebut nama Ary. Dengan sedikit tergesa ia memeriksa ke pintu rumah dan memang Ibunya tengah berbicara dengan Ary.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
General FictionMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...