35.

6.1K 380 45
                                    

Saka menutup pintu rumahnya perlahan. Ia masih kepikiran soal apa yang dibicarakan oleh Zakri di warung pancong tadi.

"Habis dari mana?"

Suara Ary yang muncul dari dalam cukup mampu membuat Saka melonjak kaget. Wajah bertanya dari sosok yang kini berjalan mendekatinya lebih lagi membuatnya gugup.

"Kaget gitu? Padahal saya cuma nanya biasa. Kamu habis dari mana? Kok pergi gak ngasih tau saya?" tanya Ary bertubi-tubi.

"Ja-Jalan-jalan doang. Lagian kenapa lo bisa masuk? Gue inget kalo pintu gue kunci." balas Saka kembali ke mode juteknya.

Ary mengangkat kedua bahunya. "Ini rumah tante saya, dan dia bikin kunci duplikat rumah ini yang selalu di simpen di ventilasi atas pintu. Kamu gak tau?"

Saka refleks menoleh ke atas di mana ventilasi pintu berada. Ia pikir Ary sudah benar-benar mengerikan. Bahkan ia sendiri tak pernah di beri tahu oleh sang Ibu kalau ada kunci cadangan di ventilasi atas pintu. Selama ini kunci rumah yang ia tahu hanya kunci utama yang sekarang ia pegang, dan kunci cadangan yang sengaja di gantung bersamaan dengan kunci motornya, hanya 2 itu saja.

"Tadi jalan-jalan ke mana? Padahal kalo mau pergi kamu bisa telpon saya, biar saya temenin."

Wajah jengah Saka menjadi jawaban pertama yang Ary dapat.

"Berisik banget sih lo, nanya mulu. Udahlah, gue capek."

Saka berjalan hendak kembali ke kamarnya, namun cekalan tangan Ary di pergelangan tangan kirinya tentu mampu menghentikan langkahnya.

"Saya nanya baik-baik loh sama kamu. Kamu mau saya kasarin lagi kayak kemarin?"

Saka hanya diam, tak menoleh tapi juga tidak memberontak saat Ary menyentuhnya.

"Gue minta tolong sama lo. Ini buat Ica juga, bertahan sedikit lebih lama lagi sama si Ary. Jadi anak baik buat dia, ini biar lo tetep aman dan gak di apa-apain sama dia. Lo pasti tau 'kan si Ary itu kayak gimana?"

Sepenggal kalimat yang di ucapkan Zakri kembali terlintas di ingatan Saka. Sejak perjalanan pulang sebenarnya ia terus memikirkan permintaan Zakri. Hatinya sangat berat jika ia harus menuruti apa yang Zakri minta, tapi di sisi lain Saka juga berpikir mungkin ini adalah kesempatan untuknya agar bisa lepas dari Ary tanpa perlu membuat drama keributan yang berpotensi mencelakakan dirinya sendiri.

"Saka, kamu denger saya ngomong?"

Intonasi suara Ary berubah lebih dingin dan tegas. Merasa tak punya pilihan, Saka akhirnya memilih untuk menuruti permintaan Zakri.

"Denger."

Saka menoleh pada Ary dengan tatapan yang berbeda. Dengan perlahan ia melepas cekalan tangan Ary dari tangannya supaya tidak memancing emosi lelaki itu.

"Aku cuma capek, mau istirahat. Boleh 'kan?"

Ary sempat diam sambil menatap kedua mata Saka. Gaya bicara Saka berubah menjadi lebih lembut dan tenang, membuat Ary yang tadinya hendak marah menjadi urung.

"Iya, boleh. Ke kamar aja, nanti saya siapin makan."

Saka tersenyum tipis. "Makasih." ujarnya singkat lalu pergi ke kamarnya.

.

.

"Kenapa lo minta gue buat stay sama si Ary?"

Zakri yang di tanyai seperti itu langsung mengeluarkan ponselnya. Ia menunjukan sebuah file di mana isinya adalah daftar DPO kepolisian yang diam-diam diberikan oleh kakaknya.

"Sebenernya, Ary itu udah lama jadi buronan kepolisian karna di curigai telah ngelakuin sejumlah tindak kriminal pembunuhan. Gue rasa, jauh sebelum dia ketemu sama lo, Ary itu sebenernya udah berulang kali ngebunuh orang. Dia sempet di tangkep, tapi bukan karna kasus pembunuhannya. Dia di tangkep cuma oarna ketahuan mukulin tukang parkir liar dan habis itu cuma di tahan selama tiga hari."

Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang