28.

6.8K 410 20
                                    

Saka tidak tahu lagi harus berkata apa. Ia pikir Ary benar-benar si sakit jiwa yang gila nyawa. Sudah ia peringatkan lelaki itu agar tidak membuat Kca terbunuh. Namun nyatanya yang ia lihat sekarang ini, tepat tengah malam, sosok Ary yang mengenakan apron plastik, sarung tangan karet, dan sepatu boots sebatas betisnya tengah santai memotong-motong tubuh gadis yang entah sejak kapan tak bernyawa.

"Bang Ary ..."

Tangan kanan pria itu menggantung di udara saat Saka memanggilnya. Ary menoleh dengan perlahan ke balik punggungnya. Saka merasa seperti sedang melakukan syuting film horor namun sayangnya semua ini adalah kenyataan tanpa adanya skenario buatan yang secara alami membuat Ary sangat mengerikan di matanya.

"Kenapa bangun?"

Suara Ary yang mengalun dingin seketika membuat Saka kembali merinding. Kedua kakinya melangkah begitu saja mendekati Ary yang hanya diam sambil menunggunya mendekat.

Wajah Saka benar-benar kaku karena syok. Dengan jelas ia melihat kepala yang kini sudah terpisah dari badannya tergeletak begitu saja di sudut meja tembaga. Terlihat sangat mengerikan karena kelopak matanya yang sedikit terbuka, seperti memandang Saka dengan tatapan sayu.

"Maaf ya, saya gak sengaja bunuh dia. Saya pikir listriknya gak terlalu kuat tadi, makanya saya santai aja 'main' sama kamu. Gak taunya waktu saya cek ke sini, dia udah mati."

Saka menoleh ke arah Ary dengan tatapan tidak percaya. Pemuda itu masih bisa dengan santainya berkata 'tidak sengaja' membunuh Ica. Di tambah lagi sekarang Ary sendiri lah yang memutilasi Ica, bagian mananya yang bisa disebut tidak sengaja?

Tubuh Saka gemetar di hadapan Ary. Wajah ketakutannya kini kembali membaur dengan air mata yang menetes. Ia mual dengan bau amis darah dan juga bagian-bagian tubuh yang sudah di potong. Kepalanya masih pening efek kelelahan menangis dan juga mentalnya yang terguncang atas apa yang ia lihat.

Dengan perlahan Saka melangkah mundur menjauh dari Ary. Ia masih cukup waras untuk memikirkan cara kabur dari rumah Ary. Sementara Ary sendiri tak banyak bertindak. Ia hanya berdiri diam sambil menatap Saka yang semakin berjalan menjauhi dirinya dengan tatapan datar.

Saka berlari menuju pintu depan untuk melarikan diri. Namun sial bagi dirinya, pintu itu terkunci ganda yang mana bagian selotnya di pasangi gembok.

Saka berusaha mencari jalan keluar lain. Entah sejak kapan Ary memasang teralis besi di semua jendela rumahnya. Semua pintu keluar yang ada pun juga di kunci ganda, bahkan ada yang menggunakan selot serta gembok berlapis sehingga membuat keberhasilan Saka untuk kabur semakin menipis.

Suara ribut Saka yang berusaha mendobrak pintu membuat Ary yang sedang membungkus potongan tubuh Ica ke dalam plastik hitam besar merasa terganggu. Ia berdecak pelan kemudian pergi mendatangi Saka yang sedang berusaha mendobrak pintu belakang.

"Gak bisa kabur, sayang?"

Saka menoleh dengan cepat ke arah Ary yang berdiri santai sambil bersandar di tembok. Ia memundurkan langkahnya yang justru membuatnya terpojok oleh tembok.

Ary berjalan mendekat ke arah Saka. Masih dengan perlengkapan pelindung di tubuhnya yang belepotan darah membuat Saka semakin ketakutan.

"Ja-Jangan mendekat!" ujarnya sambil gemetar ketakutan.

"Loh? Kenapa? Takut? Saya gak bakal ngapa-ngapain kamu kok. Saya 'kan sayang banget sama kamu, Saka."

Ucapan manis dari Ary justru membuat Saka lemas dan tak bisa lagi melangkah. Ia terjatuh duduk di pojokan, membuat dirinya hanya bisa meringkuk ketakutan.

"Hei," Ujar Ary sambil jongkok di depan Saka yang memeluk kakinya sendiri dan menunduk.

"Kamu itu, kalo emang mau kabur otaknya harus di pake. Badan kurus kamu ini mana bisa ngedobrak pintu yang di pasangin enam gembok begitu?"

Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang