Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Di temani suara hujan gerimis di luar serta segelas teh hangat, Saka masih duduk di kursi meja makan dengan beberapa buku latihan soal yang sedang ia kerjakan sejak 2 jam yang lalu.
Sebenarnya Saka bukan anak yang serajin itu dalam belajar, tapi mengingat dirinya mengincar beasiswa ke luar negeri maka tentu ia harus bisa mendapatkan nilai terbaik. Selain itu, Ary juga belum pulang. Pemuda itu sama sekali tidak mengabarinya seharian ini, bahkan saat Saka berusaha menelepon atau mengirim chat padanya, tak ada satupun yang di jawab oleh Ary.
"Kok tumben banget belom pulang ya? Pasar tradisional gak ada yang dua puluh empat jam 'kan?" monolognya gusar sambil melihat ke layar ponselnya untuk melihat jam.
Saka berjalan ke arah ruang tamu, menyikap sedikit gordyn jendela dan kebetulan ada sorot cahaya lampu mobil yang berhenti di depan rumahnya.
Sadar kalau Ary sudah pulang, Saka bergegas mengambil payung dan berjalan ke depan untuk membukakan pagar.
Mobil Ary langsung masuk ke garasi rumah Saka.
"Kok belum tidur?" tanya Ary setelah ia keluar dari mobil dan berjalan menghampiri Saka.
"Lagi belajar. Bang Ary dari mana? Kok tumben baru pulang?"
Ary sempat diam sejenak dengan dalih melepas sepatunya.
"Ada urusan sebentar, jadi saya pulang dulu ke rumah sekalian ganti mobil." jawabnya sambil tersenyum tipis.
Saka dan Ary masuk ke dalam rumah. Sebenarnya Saka ingin menanyakan perihal "urusan" yang Ary kerjakan, tapi ia takut itu akan menyinggung Ary dan malah membuat aura di antara mereka jadi tidak nyaman seperti sebelumnya.
Entah sadar atau tidak, Saka sudah mengikuti setiap langkah Ary sampai ke kamar. Bahkan saat Ary tengah melepas jaketnya, Saka masih diam di belakang Ary sambil menatap punggung lebar itu.
Sadar diperhatikan, Ary memiliki sebuah ide jahil untuk mengusili Saka.
'Udah lama juga gak ngegodain itu anak.' batin Ary.
Ary berbalik menghadap Saka, lalu dengan sengaja ia melepas kausnya di depan remaja itu yang tentu langsung menampilkan bentuk tubuhnya yang bagai dewa Yunani.
Melihat Saka yang masih belum bergeming, Ary berjalan mendekat ke arah Saka dan sedikit merendahkan tubuhnya agar wajahnya segaris lurus degan Saka.
"Saka," panggil Ary.
Kedua bola mata Saka nampak bergerak melirik kedua mata Ary yang ada di depannya.
"Hm?"
Ary melirik ke arah jam dinding yang mulai menunjukkan pukul 23:17 malam.
"Kenapa bengong aja? Mikirin sesuatu?"
Saka masih bungkam namun ia tetap menatap wajah Ary. Jika ditanya tentang "memikirkan sesuatu", tentu banyak hal yang Saka pikirkan. Namun tak ada satupun yang bisa ia lontarkan dari mulutnya karena takut situasinya menjadi kacau.
Saka di rundung perasaan gelisah. Ia takut apa yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan yang membuat banyak orang di sekitarnya menjadi korban.
Pikiran Saka seolah dominan berpihak pada Zakri yang juga tahu bahwa Ary seorang kriminal, namun hatinya seakan sudah terkurung bersama Ary dan tak ingin pemuda itu kenapa-napa.
Ary tersenyum tipis melihat Saka yang malah semakin melamun. Tangan kirinya menyentuh permukaan wajah Saka dengan lembut, membuat yang lebih muda kini sudah kembali pada kesadarannya akibat rasa hangat yang menempel di wajahnya.
Saka memegang tangan Ary yang berada di wajahnya. Meski tangan itu sudah menghilangkan nyawa orang lain, tapi Saka bisa merasakan kehangatan dari sana.
"Kecapean ya? Sampe di ajak ngomong malah bengong terus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
General FictionMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...