Hari Minggu, hari yang menurut sebagian orang waktu liburnya hanya dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore karena lewat dari jam itu adalah waktu untuk mempersiapkan Senin.
Saka bangun cukup pagi di hari Minggu yang sedikit mendung itu. Ia juga nampak sudah mandi, menimbulkan rasa keheranan dalam benak sang Ibu yang sangat jarang melihat putranya seperti itu selain hari sekolah.
"Tumben udah mandi jam segini? Mau ke mana?" tanya Melly yang sedang asyik membaca majalah di sofa depan TV.
"Ya mandi aja, emang gak boleh?"
"Bukan gak boleh, tapi 'kan Mama bilang tadi tumben. Biasanya juga baru bangun jam dua belas."
Saka hanya mendengus pelan. Ia meraih remot TV dan menyalakan layar persegi panjang itu yang langsung menampilkan tayangan memasak.
Teringat akan sesuatu, Melly menoleh ke arah putranya lalu mencolek tangan sang anak.
"Hey, Mama mau tanya,"
Saka menoleh ke arah sang Ibu. "Apa?"
"Kemaren kamu ke mana? Kok Ary ke rumah gak sama kamu? Malahan dia nyariin kamu, emang kamu larinya pisah arah sama dia?"
"Lah emang Bang Ary gak ngomong apa-apa?"
Melly menggeleng. "Enggak tuh. Cuma nanyain kamu udah di rumah apa belom soalnya dia bilang kamu lari duluan ninggalin dia makanya kalian pulang gak bareng."
Sebenarnya pernyataan itu tidak sepenuhnya salah. Hanya saja jika Saka mengingat lagi kejadian asli yang membuat dirinya tidak pulang bersama Ary, ia kembali merasa bahwa Ary seolah selalu menutupi kenyataan agar tidak membuat kondisi orang lain menjadi kacau.
"Heh, di tanyain malah bengong." tegur Melly.
"Emm .. Sebenernya sih, itu gak salah Mah. Ya emang aku lari duluan ninggalin Bang Ary. Cuma habis itu aku ngalamin musibah. Hape aku di jambret terus akhirnya aku pulang jalan kaki,pas nyampe rumah kondisi udah siang banget."
"Loh? Terus sekarang kamu gak megang hape?"
"Megang. Bang Ary nemuin hape aku di bawa kabur ke mana, terus dia yang nagih hape aku yang udah di jual ke konter sama jambretnya."
"Iihh kok kamu gak ngomong kemaren? Kamu tuh hutang budi banyak loh ke Ary."
Saka memasang wajah kikuk sambil mengusap leher belakangnya.
"Sekarang anterin Mama ke pasar. Mama mau bikinin makanan buat Ary."
"Lah? Buat apa?"
"Ya buat kamu kasih ke dia sebagai tanda Terimakasih lah. Mama yakin, kamu pasti bilang makasihnya gak bener kan kemaren?"
"Iih nuduh aja sih."
Melly hanya menggelengkan kepalanya lalu menyeret sang anak untuk mengantarnya ke pasar. Mereka tidak pergi ke pasar tempat Ary berjualan, mereka hanya pergi ke pasar yang lebih kecil dan jaraknya pun dekat dari rumah Saka.
"Mau masakin apa emangnya buat Bang Ary?" tanya Saka sambil berjalan mengikuti Ibunya yang mengitari beberapa kios.
"Hmmm ... Apa ya? Mending ayam atau daging?"
"Dua duanya daging kan? Daging ayam, daging sapi."
Melly mencubit main-main pinggang putranya. Akhirnya ia memutuskan untuk membuatkan gulai ayam untuk Ary dan membeli semua bahannya.
Setibanya di rumah, Melly langsung membawa belanjaannya ke dapur untuk di masak sementara Saka kembali bersama di sofa ruang TV.
Saka membuka aplikasi Whatsappnya. Awalnya ia ingin mengirim pesan pada Ica, tapi melihat history panggilan dari Ary kemarin. Ada 24 panggilan tak terjawab serta lebih dari 50 pesan dari Ary yang tak dibalas karena ponselnya di curi kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
General FictionMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...