Sunyi kamar Ary serta lampu yang temaram menyambut kedua mata Saka yang terbuka. Ini belum sepenuhnya pagi. Saat ia memeriksa ponselnya yang di taruh di nakas, jam masih menunjukkan pukul 05:12 pagi.
Saka membalik posisi tubuhnya. Wajah Ary yang tenang saat tidur menjadi hal yang pertama ia lihat. Sekelebat ingatan tentang apa yang mereka lakukan semalam membuat wajahnya merona dalam temaramnya kamar. Ia malu, tapi dalam hati mengakui bahwa semalam adalah sensasi terhebat yang baru pertama kali ia rasakan. Entah ke depannya ia akan menyesal atau tidak karena sudah melangkah terlalu jauh, tapi yang pasti saat ini ia masih sangat menikmati waktunya bersama Ary.
Samar-samar Saka mendapati adanya pergerakan dari Ary. Pemuda itu sepertinya sudah mulai mendapatkan kesadarannya. Terbukti dari kedua matanya yang perlahan terbuka dan langsung mengarah pada Saka yang masih meringkuk sambil menatapnya.
"Pagi banget bangunnya?" tanya Ary. Suaranya serak khas bangun tidur.
"Kebangun doang."
Ary hanya mengangguk tidak jelas sambil mengucek matanya yang terasa lengket dan gatal. Sejenak mereka berdua hanya diam, berusaha menarik nyawa yang semalam melilir entah kemana saat tidur agar bisa sepenuhnya sadar.
"Semalem ... Maaf, saya kelepasan." ujar Ary sambil memandang langit-langit kamarnya.
Kembali di ingatkan soal kejadian semalam membuat kedua pipi Saka merona yang tentu tak terlihat jelas karena kondisi kamar yang redup.
"Iya, gak papa."
Ary menoleh ke arah Saka. "Kamu gak marah? Habis ini kita bakal tetep kayak biasa 'kan?"
Saka sedikit menundukan kepalanya. Bagaimana pun ia tidak bisa memungkiri bahwa sex adalah tindakan paling jauh dalam suatu hubungan asmara. Namun masalahnya, ia sendiri tidak merasa memiliki hubungan spesial dengan Ary meski nyatanya sudah berulang kali pemuda itu bilang suka padanya. Di tambah lagi, pengalaman pertamanya bersama lelaki membuat logika dan perasaannya menjadi tak karuan.
"Kalo kayak biasa ... Mungkin masih bisa. Tapi ..."
"Saya tau kamu pasti galau 'kan?"
Saka menatap kedua mata Ary. "Emangnya lo gak ngerasain apapun?"
Ary tersenyum lalu kembali mengarahkan wajahnya ke langit-langit kamar.
"Mana mungkin saya mau ngelakuin itu kalo saya gak ngerasain apapun? Walaupun mulut saya kayak buaya, tapi saya gak bakal mau berhubungan sama orang yang gak bikin saya punya rasa sama dia."
"Lo beneran, suka sama gue?"
"Emang masih harus saya ulangin ya? Kamu punya trauma sama hubungan asmara sampe gak bisa percaya omongan saya?" tanya Ary sambil menoleh ke arah Saka.
"Lo tau gue masih normal. Ica--"
"Kan udah jelas Ica gak suka sama kamu. Dia aja gak bisa ngehargain keberadaan kamu, apalagi kalo lagi ada saya." potong Ary yang langsung menampar Saka dengan fakta.
"Lagian kalo kamu beneran normal sepenuhnya, kenapa semalem kamu gak nolak? Padahal saya gak bakal ngelawan loh kalo pun kamu sampe mukulin saya sepuas kamu."
Dalam hati Saka membenarkan ucapan Ary. Ia merasa seperti menjilat ludah sendiri. Selalu menolak Ary namun nyatanya saat semalam ia di sentuh ia malah bersikap seperti kucing manja yang haus elusan sayang pemiliknya.
"Gue ... Gak yakin bisa balas perasaan lo atau nggak."
"Gak papa, saya gak nuntut kok. Kalo kamu bisa suka sama saya ya saya seneng, kalo nggak bisa juga gak masalah."
Kedua alis Saka mengerut sedikit. "Lo tuh pasrah banget sih?"
"Bukannya pasrah, tapi saya gak mau bikin kamu terbebani. Saya tau hati gak bisa di paksa, dan kalo pada akhirnya kamu gak bisa suka sama saya balik, yaaa masa iya saya harus sujud-sujud mohon sama kamu? Saya masih punya harga diri, dan saya juga gak mau bikin kamu risih kalo saya berlebihan ngejar kamu. Jadi saya biarin aja semuanya berjalan ngikutin arus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
General FictionMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...