17.

761 35 0
                                    

Ary cukup terkejut melihat kondisi pasar pagi ini. Suara ribut-ribut pedagang lain pun tak ia hiraukan karena fokus pada kondisi lapak jualan para pedagang sudah nampak seperti di terpa angin puting beliung. Berantakan, dan banyak juga penutup toko seperti pintu yang dibuat dari papan kayu, dan bahkan rolling door yang sudah rusak di bagian kuncinya dengan barang dagangan yang disimpan juga turut berantakan.

"Kampret! Preman sialan kemaren nih pasti pelakunya!" ujar Bang Toja kesal dengan suara keras. Pedagang lain pun turut menyetujui ucapan Bang Toja, termasuk Ary sendiri.

"Ini udah gak bisa di biarin! Kita harus turun nemuin pemda pengelola pasar!" ujar pedagang lain yang mendapat persetujuan.

Ary hanya diam namun bukan berarti ia tak setuju. Kala para pedagang sedang riuh melampiaskan emosi dan memilih untuk tidak berjualan karena pergi mengunjungi pengelola pasar, Ary memilih untuk kembali ke mobilnya dan menyimpan daging dagangannya di rumah.

Setibanya di rumah dan menyimpan dagingnya, Ary kembali pergi menggunakan mobilnya untuk mencari preman yang membuat rusuh di pasar. Sembari mengendarai mobil dan mencari keberadaan preman itu, Ary memikirkan cara yang efektif untuk melenyapkan para tikus pengganggu itu.

Ary menghentikan mobilnya tak jauh dari area paaar tempatnya berjualan. Meski ia tidak tahu pasti di mana keberadaan preman itu, ia yakin pasti mereka tidak akan berada jauh dari area pasar karena pasar tempatnya berdagang adalah yang terbesar di daerahnya sehingga memungkinkan aksi kejahatan preman lebih leluasa karena sulitnya pemantauan dikarenakan luas dan besarnya pasar.

Suara dering ponselnya mengalihkan atensi Ary dari jalanan. Nama Saka muncul di layar panggilan, namun ia sedang tak berniat untuk meldeni anak itu karena urusannya lebih penting. Ia lebih menunggu telepon dari seseorang yang selama ini sudah menjadi kaki tangannya.

"Kenapa gak nelfon-nelfon tuh anak?" monolognya bergumam. Sambil memandangi ponselnya. Ary tak menyadari kalau ada seseorang yang mengenakan atribut berkendara serba hitam, dengan wajah menggunakan baf dan helm full face serta motor sport hitam kini berhenti di sebelah mobilnya.

Ary menurunkan kaca mobilnya saat mendengar suara ketukan. Ia tak bisa melihat wajah si pemotor, namun akhirnya ia menyadari siapa sosok itu setelah di beri isyarat bahwa Ary harus mengikutinya.

Pemotor itu melaju lebih dulu dan Ary mengikuti di belakangnya. Ary di antar menuju sebuah tempat yang cukup padat penduduk. Bisa dibilang seperti kawasan tinggal para masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, dan di tempat itulah Ary di tunjukan sebuah rumah dengan tembok yang di corat-coret dengan tulisan graviti dan gambar tak senonoh yang berada di ujung gang.

"Itu markasnya?" tanya Ary pada si pemotor saat mereka sudah berada di posisi tak jauh dari rumah itu.

"Gue gak tau tempat itu adalah markas semua anggotanya atau bukan, karna waktu gue tanya warga sekitar mereka jawabnya rancu. Ada yang bilang di huni berlima, kadang rame-rame bisa sampe sepuluh orang." jawab si pemuda.

"Tapi orang yang gue cari beneran ada di situ kan?"

"Kita coba pancing aja. Gue ada buat bantuin lo karna bakal susah buat seret mereka semua keluar."

Ary hanya mengangguk. Pemuda itu menyerahkan sebuah botol berisi gas bius dan sebuah topi dan masker khusus.

"Ini maskernya tebel. Lo balik ke mobil dan tutupin muka lo. Nanti ketika kita bawa mereka ke rumah lo, lo bius mereka pake gas ini." Ujarnya menjelaskan rencana yang sudah ia buat.

"Ini bakal berhasil?"

"Seenggaknya mereka bakal ngerasa pusing walaupun gak sampe pingsan. Udah sana, kita gak bisa lama-lama di sini nanti kita di curigain."

Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang