Ica membuka kedua matanya perlahan, berusaha membiasakan cahaya dan segala objek yang memasuki indera penglihatannya. Kepalanya terasa pening, dan kepala belakangnya terasa sakit berdenyut. Samar-samar telinganya mendengar sebuah suara asing. Dengan perlahan ia mengangkat kepalanya yang menunduk untuk menangkap objek yang berada tepat di depannya dalam karak 2 meter.
"Oh, udah sadar?"
Suara yang ia kenali menyapa telinganya. Kesadaran Ica perlahan mulai terkumpul, dan ia baru menyadari kalau kondisi tubuhnya di ikat dalam posisi duduk di sebuah kursi dan kakinya yang juga terikat berada di dalam sebuah baskom berisi air.
Ary berjalan dengan perlahan mendekati Ica. Wajah gadis itu nampak shock, namun juga seperti tersirat lega dalam binar matanya. Tidak tahu saja gadis itu bahwa sekarang ia berada dalam penghujung hidup dan matinya.
"Bang Ary ..."
"Langsung aja lah ya, saya gak usah banyak basa-basi. Tuh, kamu liat cowok itu?" tanya Ary sambil menunjuk sosok yang juga dalam posisi duduk terikat tepat 3 meter di depan Ica, dengan kondisi kepala yang ditutup dengan sebuah kantung kain berwarna hitam bak seorang terpidana mati yang akan menjalani hukumannya.
"Dia pacar saya." lanjut Ary menegaskan.
Ica membulatkan kedua matanya. Ia terkejut mengetahui bahwa Ary ternyata seorang gay.
"Bang Ary ... Gay?" lirih Ica gemetaran. Ia takut dengan aura dingin yang di keluarkan oleh Ary.
"Ooh~ hahaha ... No, bukan, saya bukan gay. Saya cuma suka sama dia aja. Gak sama cowok lain." jawab Ary dengan nada rendah yang membuat bulu kuduk Ica merinding.
"Jadi sekarang, udah gak penasaran lagi siapa pacar saya 'kan? Tapi masalahnya, kamu itu terlalu nekat Ica. Pacar saya sampe sering marah sama saya itu gara-gara kamu."
Ary berjalan ke arah pemuda yang tubuhnya nampak bergerak tak menentu dan seperti tidak nyaman. Ia melepaskan kantung kain yang menutupi kepala kekasihnya itu, dan seketika itu juga Ica merasa kepalanya seperti di hanya batu besar.
Deru napas Ica memburu dengan cepat. Dirinya kini terbalut emosi karena kesulitan menerima kenyataan yang ada.
"Kenapa ... Kenapa ... Harus cowok? Kenapa ... KENAPA SAKA YANG HARUS JADI PACAR BANG ARY??!!"
Ary mendongakan sedikit kepalanya seakan ia mendapat serangan angin kencang setelah Ica berteriak. Namun setelahnya ia tertawa. Tawa yang sangat dingin.
"Kenapa? Pertanyaan kamu aneh banget, Ca. Padahal kamu udah denger sendiri tadi alasannya apa."
Tangan kanan Ary bergerak perlahan, meraba bahu kemudian merambat ke leher jenjang Saka yang tak bisa berbuat apa-apa karena kedua tangan dan kakinya di ikat serta mulutnya yang di tutup dengan lakban hitam. Ary menggerakan sedikit jemari tanganmu untuk membuat Saka mendongak ke arahnya.
"Sayang, kamu jadi 'kan mau bikin Ica diem selamanya?" tanya Ary dengan nada yang lembut dan suara rendah namun malah membuat Saka ketakutan.
Ary mengeluarkan senyum khas psikopat yang pernah Saka lihat di film-film. Lelaki itu kini berjalan mendekati Ica, lalu tanpa aba-aba atau perasaan sedikit pun Ary langsung menampar Ica dengan sangat keras hingga sudut bibir gadis itu berdarah.
"AH!!" pekik Ica kesakitan akibat tindakan Ary.
"Kenapa? Sakit? Yah, itu pantes buat kamu. Cewek kegatelan kayak kamu emang udah seharusnya langsung di tampar biar gatelnya hilang." ujar Ary dingin.
Ary berjalan ke arah sebuah lemari penyimpanan peralatannya yang tepat berada di sebelah lutut kiri Saka. Ia membuka lemari itu, lalu mengeluarkan beberapa benda yang secara fungsi sangat berguna jika digunakan pada objek yang tepat, namun mengerikan jika di perintukan bagi manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
Fiksi UmumMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...