Selasa pagi terasa seperti petaka bagi Saka. Ya, hari ini jadwal ujiannya adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, dua pelajaran yang seharusnya menjadi jeda bagi otaknya untuk istirahat sejenak sebelum di hari Rabu nanti ia akan kembali berhadapan dengan pelajaran ekonomi dan sejarah.
Namun siapa sangka, entah gurunya memiliki dendam atau apa, tapi bisa-bisannya beliau membuat soal Bahasa Indonesia sedemikian sulit. Bukan karena jawabannya yang sulit di temukan, melainkan pilihan ganda yang di sediakan memiliki opsi yang ambigu. Dalam satu soal bisa ada dua pilihan jawaban yang memiliki kemungkinan benar untuk di jawab, dan itu akan selalu membuat galau kebanyakan siswa yang tidak bisa panten menunjuk mana jawaban yang paling benar.
'Bisa-bisanya Pak Kuncoro bikin soal kek begini. Kusut anjir!' batinnya mengeluh karena pusing memilih jawaban.
Bagian essay sudah ia selesaikan dan waktu yang tersisa adalah 25 menit. Teks yang ada pada lembar soalnya membuat durasi pengerjaan terasa lebih lama saking panjangnya naskah "singkat" yang diberikan sang guru.
Menit demi menit berjalan, kepala Saka sudah terasa panas namun ia masih memiliki 7 soal yang belum di jawab. Ia tidak bisa mengisinya asal-asalan, karena akan sangat mempengaruhi kualitas nilainya dan tentu Ibunya akan mengomelinya jika ada nilai yang jeblok.
"Waktunya lima belas menit lagi.". ujar sang guru pengawas mengingatkan.
Pikiran Saka terasa makin tertekan. Hanya dengan mengandalkan doa akhirnya ia asal tembak jawabannyan dengan durasi waktu yang tersisa.
Begitu waktunya habis, Saka mengumpulkan kertas ujiannya dan pasrah akan hasilnya. Selesai pelajaran Bahasa Indonesia, ada sela waktu istirahat selama 30 menit dan Saka langsung keluar dari kelasnya dengan wajah pasrah.
"Kenapa lo? Kusut amat." tanya Rudi yang sudah menunggunya di depan kelas bersama Aji dan Dimas.
"Susah banget soalnya, ampun dah. Itu Pak Kuncoro ada dendam sama siswanya kali ya?"
"Yaelah pake di pikirin. Udahlah santai aja, lagian kalo jeblok emang nilai lu pernah di bawah delapan puluh?" sahut Dimas dengan santai kemudian merangkul Saka untuk ke kantin.
Kantin sudah cukup ramai oleh anak-anak yang jajan untuk mempersiapkan tenaga mereka di ujian Bahasa Inggris nanti. Sejenak Saka tiba-tiba teringat akan sosok Ary. Ada sedikit penyesalan di hatinya saat ia menolak tawaran pemuda itu untuk di bantu dalam belajarnya.
'Apa iya kalo gue minta ajarin dia lagi dia bakal tau bentuk soal yang keluar buat mapel besok? Kok bisa sih dia tau bentuk soal yang keluar? Terus kenapa pas gue gak belajar sama dia malah dapet soal ujian gak ngotak kayak tadi? Lagian bisa-bisanya dah bahasa Indonesia doang bikin kusut begitu, biasanya enggak.'
"Woy, bengong aja lo, Sa. Udah yang tadi mah gak usah di pikirin. Bikin stress doang." tegur Aji saat melihat kawannya itu hanya diam dan sama sekali tidak membeli jajanan.
"Pengennya juga gak gue pikirin, cuma gemes banget gue bisa-bisanya bahasa Indonesia doang dibikin susah begitu." balas Saka geregetan dengan soal ujiannya hari ini.
"Udaaah, makan makan. Lo kalo mikirin itu mulu pas ngerjain bahasa Inggris makin kacau nanti." ujar Dimas kemudian menyuruh Saka untuk membeli makanan.
Selesai jam istirahat, para siswa kembali ke kelas masing-masing untuk melanjutkan ujian mereka. Soal bahasa Inggris sudah terpampang sangat jelas di depan Saka, namun lagi-lagi kebanyakan isinya adalah teks singkat dan juga dialog. Ia memang tidak begitu paham bahasa Inggris dari segi kosa kata, namun untuk struktur tenses ia masih menguasainya meski pada akhirnya ia kesulitan sendiri karena kosa kata yang ia kuasai masih sedikit sehingga membuatnya sulit memahami makna yang ada di setiap kalimat soal ujiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
Aktuelle LiteraturMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...