1.

2.8K 121 9
                                    

Sebagaimana kebanyakan pasar tradisional, hiruk pikuk pembeli yang berlalu lalang mencari kebutuhan mereka adalah hal pertama yang menyambut kedatangan Saka dan Ibunya. Ia berjalan mengikuti wanita 45 tahun itu, membantu sang Ibu membawakan belanjaan karena dirinya tidak mengerti bahan dapur.

"Masih mau belanja lagi, Ma?" tanya Saka.

"Iya, beli daging dulu."

Saka hanya menurut dan mengikuti langkah sang Ibu ke tukang daging. Dari kejauhan Saka sudah bisa mendengar suara pisau daging besar beradu dengan permukaan talenan kayu yang juga berukuran cukup besar dan lebar. Namun yang menjadi perhatiannya adalah bagaimana penampilan si tukang daging.

Lelaki itu memiliki postur bak seorang binaragawan, namun wajahnya seperti seorang model atau artis papan atas. Terlintas pertanyaan di kepala Saka kenapa lelaki itu memilih bekerja sebagai tukang daging di saat wajahnya sangat mampu 'di jual' di dunia entertainmen.

"Mas, sandung lamurnya sekilo berapa?" Saka menoleh sekilas ke arah sang Ibu yang sudah bertanya harga sambil pegang-pegang daging yang menggantung.

"Seratus lima puluh, Bu."

Saka kembali menghadapkan kepalanya ke arah si tukang daging. Ia berani bersumpah setelah mendengar suara lelaki itu, ia yakin sekujurbtubuh pria itu sempurna tanpa ada cacat apapun. Wajahnya tampan, suaranya juga demikian maskulin namun bukan suara yang berat, dan jangan lupakan bagaimana otot itu tercetak dengan jelas di setiap sisi tubuhnya yang terbalut kaus hitam press body. Bahkan tangannya seolah menunjukkan betapa gagah dan maskulinnya si tukang daging dengan urat-uratnya yang menonjol di punggung tangan.

"Minta sekilo ya, Mas, sekalian di potongin ya."

Si tukang daging itu mengangguk kemudian mengasah pisaunya dengan sebuah batang besi panjang sebelum memotong daging sandung lamur yang menggantung. Tangannya begitu cekatan menimbang dan memotong daging berwarna merah segar itu.

Tak butuh waktu lama si tukang daging selesai dengan pesanan Ibunya. Satu kantung daging sudah di dapat dan Ibunya sudah membayarnya. Saka masih betah memperhatikan lelaki itu yang sedang mengambil kembalian 50.000 lalu mengembalikannya pada sang Ibu.

Lelaki itu melirik ke arah Saka,memberikan senyuman manis yang membuat wajah elok itu semakin mengeluarkan ketampanannya sebelum kemudian Saka berlalu mengikuti Ibunya.

"Tukang dagingnya ganteng banget ya?" tanya sang Ibu sambil tersenyum ke arah anaknya.

"Kenapa? Mama mau gaet berondong lagi?" tanya Saka dengan ekspresi malas melihat senyuman sang Ibu yang seperti gadis SMA kasmaran.

"Kali ini enggak, gimana kalo buat kamu aja?"

Mata Saka melotot. "Yang bener aja. Aku capek-capek sekolah malah disuruh pacaran sama tukang daging di pasar." sungutnya tak terima.

"Eehh, gak boleh gitu. Mau di kata tukang juga kalo ada duitnya itu namanya bisnis, pengusaha. Lagian juga siapa yang bakal tau kalo dia tukang daging dengan muka ganteng kayak artis begitu? Jadi kamu juga gak malu-malu amat 'kan?"

"Enggak. Sekali gak tetep gak! Kalo pun aku doyan laki, aku pasti nyarinya yang pake jas keren dan ke mana-mana pake mobil mewah."

"Kamu tuh jangan liat harta, nanti nyesel loh."

"Kayak Mama ujung-ujungnya cerai ya?"

Saka mengaduh kesakitan saat Ibunya langsung menjewer telinganya dengan kuat. Meski memang fakta bahwa orang tuanya sudah bercerai karena sang Ayah yang selingkuh, tapi hubungannya dengan sang Ibu yang dekat membuatnya sangat berani meledek rumah tangga wanita itu yang hancur meski nyatanya ia sendiri juga menjadi korban rumah tangga kedua orang tuanya.

Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang