23.

735 41 0
                                    

Hari berlalu dengan cepat. Senin terus berganti hingga akhirnya berada di penghujung minggu. Suasana pasar memang kebanyakan akan ramai di waktu libur, karena sebagian besar para ibu-ibu yang harus menjalankan 2 peran baru bisa memenuhi isi kulkas di rumahnya saat hari libur.

"Mas, dagingnya sekilo ya."

"Mas, hati sapinya minta setengah kilo."

"Mas, saya mau daging cincang dua puluh ribu aja."

Ary tak banyak merespon ucapan para pelanggannya. Bukan karena sombong, tapi saking sibuk dan banyaknya pembeli yang datang membuat dirinya harus mempekerjakan otak, tangan, dan telinganya secara maksimal.

Satu per satu pesanan para wanita itu di kerjakan oleh Ary hingga selesai. Begitu semuanya beres, Ary bisa sedikit bernapas lega dan duduk dengan santai sambil memeriksa ponselnya.

Whatsappnya tak memiliki banyak kontak, tapi bisa-bisa satu nomor menghasilkan 30 chat masuk yang sama sekali tak pernah Ary buka. Nomor itu adalah nomor kontak Ica. Entah segetol apa anak itu, tapi lama-lama Ary cukup jengah menghadapi tingkah gadis ulat bulu itu.

Ary menghapus kolom chat dari Ica lalu bergegas pergi meninggalkan kiosnya.

"Nitip kios bentar ya, Bang. Saya mau ke depan dulu." ujarnya menitipkan kiosnya pada Bang Toja.

Ary berjalan menuju sebuah konter yang ada di seberang pasar. Ia berjalan santai lalu segera membeli kartu nomor baru kemudian langsung mengganti kartu lamanya dengan yang baru.

Selesai urusan ganti nomor, Ary memeriksa semua kontak dan data di ponselnya. Ia mengangguk samar melihat semua kontak yang ia punya masih aman, toh, kalau pun hilang ia sudah mem-back up semuanya di komputernya.

Ary berjalan kembali ke pasar lalu bergegas ke kiosnya. Melihat kondisi kiosnya belum di datangi pembeli lagi, Ary bisa sedikit menggunakan waktunya untuk menghubungi Saka.

+62 812-XXXX-XXXX

"Sayang" 10:47

"Ini saya, Ary. Saya ganti nomer, di save ya. Nomer lama hapus aja." 10:47

Saka

"Emang iya?" 10:51

"Kenapa ganti nomer?" 10:51

+62 812-XXXX-XXXX

"Si Ica masih suka ngechat. Dari pada kamu ngambek lagi kayak kemaren sampe nangis, mending saya ganti nomer." 10:53

Saka

"Gak usah bahas nangis-nangis" 10:53

"Benci bgt gue sama lo" 10:53

+62 812-XXXX-XXXX

"Saya jga sayang kamu" 10:54

"Nanti ke rumah saya mau gak? Main PS lagi" 10:54

Saka

"Gak!" 10:56

"Nanti lo bablas lagi kayak waktu itu" 10:56

Ary tersenyum dengan kekehan pelan melihat pesan balasan Saka.

+62 812-XXXX-XXXX

"Ya kalo itu kelepasan. Lagian juga lumayan 'kan buat pengalaman?" 10:57

Saka

"Sakit jiwa nih orang" 10:57

Ary hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya kemudian menyudahi acara chatingnya dengan sang kekasih. Email yang baru ia pulihkan tiba-tiba memunculkan notifikasi dari sebuah user yang tak di kenalnya.

Dari: Bluedeepocean@gmail.com

Subjek: Sumsum tulang belakang

"Bisa cariin saya sumsum tulang belakang? Pastikan kondisinya sehat dan tidak sedang dalam konsumsi obat. Kalau sudah dapat hubungi nomor di email ini.

Rp 900.000.000 apa cukup untuk bayarannya?"

Nomor: 0812-XXXX-XXXX "

Ary menimang nominal uang yang di tawarkan. Tentu bukan nominal yang sedikit, hanya saja untuk memenuhi syarat si pemohon agak sedikit merepotkan baginya.

Ary segera menuliskan balasan bahwa ia setuju dan menyanggupi permintaan itu. Si pengirim rupanya langsung membalas email darinya dan mengatakan bahwa ia minta sumsum tulang belakang sudah siap di berikan 3 hari lagi.

'Di mana ya? Apa gue harus ke gym ? Cuma gimana cara mancingnya?' batin Ary sambil mengetuk-ngetuk ponselnya.

"Bang Ary!"

Suara melengking yang cukup keras cukup mengejutkan si pemilik nama. Sosok Ica yang berdiri di depan kiosnya bersama sang Ibu membuat wajahnya yang semula kesal berubah dengan senyuman ramah.

"Ooh ... Iya, maaf saya bengong tadi. Mau beli daging?" pertanyaan basa-basi yang konyol hingga membuat Ary menyumpahi dirinya sendiri di dalam otaknya.

"Mas, bisa pesen sumsum sapi gak buat besok? Sama mau minta iga sapinya tapi yang dagingnya masih banyak soalnya buat acara keluarga." ujar Ibu Ica.

"Buat besok? Mau berapa, Bu?"

"Buat sumsumnya saya minta dua tulang, kalo bisa yang sumsumnya banyak buat bikin kaldu. Terus iganya minta tiga kilo ya. Oh, sama tambahin daging buat rendang deh, dua kilo aja."

"Ooh, iya. Besok saya siapin."

"Oke deh, bayarnya besok aja sekalian ya?"

"Boleh boleh."

"Yaudah kalo gitu. Ayo Ca."

"Mama duluan aja, Ica mau ngobrol dulu sama Bang Ary."

Ary sedikit mengerutkan dahinya.Melihat betapa getolnya Ica mendekatinya membuat perasaan jengkel kian membesar di hati. Namun ia masih cukup bisa menahan diri, ia masih ingin melihat sejauh mana Ica mampu mendekatinya.

"Emang mau ngomongin apa? Penting banget?" tanya sang Ibu.

"Udaahh, Mama duluan aja, atau kalo masih ada yang mau di beli cari dulu aja nanti Ica nyusul."

Ary menggelengkan kepalanya perlahan dan samar hingga Ica tak menyadarinya. Bahkan lelaki normal lain pun pasti akan geleng-geleng kepala melihat kelakuan Ica yang sampai berani mengusir Ibunya sendiri hanya karena ingin berbicara dengan seorang lelaki.

Setelah berhasil 'mengusir' sang Ibu, kini perhatian Ica beralih pada sosok Ary yang hanya diam dengan ekspresi datar.

"Bang Ary kok gak pernah bales chat aku sih?" tanya Ica langsung ke inti.

"Gak papa, tapi saya minta sama kamu Ca, jangan ngehubungin saya lagi. Saya udah punya pacar."

Ary bisa melihat kedua mata gadis itu melotot. Ia pikir Ica tidak secerdas itu untuk bisa menerka-nerka apakah ia bisa mendapatkan kekasih atau tidak. Bahkan sekarang, di mata Ary Ica tak lebih dari gadis lugu yang mudah di bodohi lelaki.

"Punya pacar? Siapa? Tapi kemaren-kemaren Bang Ary masih mau bales chat aku."

Suara gadis itu terdengar meninggi.

"Ya saya gak bisa kasih tau kamu siapa pacar saya, yang jelas saya udah punya pacar dan saya gak mau berhubungan lagi sama kamu."

"Tapi 'kan kita masih bisa jadi temen aja, Bang? Masa pacar Bang Ary gak ngizinin?"

"Enggak, mungkin dia ngizinin tapi saya tau diri dan gak mau nyakitin perasaan dia. Jadi saya minta, jangan berusaha ngehubungin saya lagi ya Ca, atau kalo kamu nekat kamu bakal tau sendiri akibatnya. Saya peringatin kamu begini bukan buat ngancem, tapi buat kebaikan kamu juga."

Ica nampak merubah ekspresinya menjadi datar kemudian langsung pergi begitu saja dari hadapan Ary. Ary tahu gadis itu kesal, hanya saja ia sendiri juga tidak peduli karena di matanya Ica tak ada spesialnya sama sekali.

'Jadi kangen sama Saka, tapi gue masih ada kerjaan lain.' batin Ary sambil menggaruk belakang kepalanya.

TBC.

Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang