Suara ketukan pintu kamarnya membuat Saka yang masih lelap terganggu. Ia tahu itu adalah perbuatan Ibunya. Wanita itu memang kerap tidak mengizinkannya untuk tidur lebih lama meski hari libur.
"Saka, bangun. Anterin Mama ke pasar."
Gerutuan pelan keluar dari celah bibir Saka. Ia bangun dari tidurnya, mengacak rambutnya dan juga mengusap wajahnya dengan sedikit kasar.
"Sakaaa." panggil Ibunya sedikit keras.
"Iissh. Iya iya, sebentar." balas Saka sama kerasnya.
Saka segera turun dari kasur dan pergi ke kamar mandi untuk membilas wajah dan juga gosok gigi. Selesai dengan urusan kamar mandinya, Saka segera turun ke lantai bawah dan melihat Ibunya sudah menunggu di ruang tengah.
"Mau belanja apa lagi sih Ma? Emang yang kemaren kurang?" tanya Saka dengan wajah dan suara khas bangun tidurnya.
"Besok 'kan kita mau kumpul keluarga di rumahnya nenek. Ya kita bawain makanan lah."
Saka hanya bergumam singkat kemudian keduanya pergi menuju pasar walau sebenarnya ia malas karena besar kemungkinan akann bertemu si tukang daging yang bernama Ary itu meski Ibunya tidak belanja daging.
Jarak rumah Saka dan pasar Cengkayu tidak terlalu jauh, hanya 15 menit menggunakan motor. Setibanya di pasar, tugas Saka tentu menjadi uda sekaligus kuli panggul untuk barang belanjaan sang Ibu. Dengan sabar ia terus mengikuti langkah kaki Ibunya yang mendatangi para pedagang yang sekiranya memenuhi kebutuhannya.
Di area khusus sayuran yang bersebelahan dengan area daging, Saka bisa melihat kios milik Ary yang nampak sangat ramai. Wajah pemuda itu sangat mengundang para kaum emak-emak muda untuk membeli daging di tempat Ary meski hanya seberat 1 ons sekalipun.
"Beli daging dulu."
Saka menghembuskan napas kasar kala sang Ibu mengajaknya ke tukang daging, yang pastinya ke tempat si Ary itu berjualan.
Ramainya pembeli di kios Ary membuat Saka enggan untuk berada dekat di antara ibu-ibu itu. Saka merasa heran pada wanita-wanita di sekelilingnya yang rela bersabar menunggu antrian dilayani, padahal tukang daging itu bukan cuma Ary.
Menit demi menit berlalu hingga Saka merasa jengah. Ia terus menatap datar dan bosan ke arah kios Ary sebelum kemudian matanya tak sengaja bertatapan dengan mata Ary.
"Mas, daging has dalamnya minta sekilo setengah ya."
Saka bernapas lega saat suara sang Ibu yang memesan daging terdengar. Ary segera menyiapkan pesanan Ibunya Saka, namun matanya sesekali melirik ke arah Saka.
Saka sendiri merasa kurang nyaman. Setelah kejadian kemarin, si tukang daging tampan itu terlihat cukup mengerikan di matanya. Apalagi saat Saka menyadari kalau Ary tengah tersenyum aneh ke arahnya, seakan tengah menyimpan sesuatu yang mungkin bisa saja lelaki itu berniat buruk padanya.
"Berapa Mas?" tanya Melly, Ibunya Saka, saat daging pesanannya sudah selesai di bungkus di kantung plastik.
"Seratus delapan puluh, Bu." jawab Ary sambil menyerahkan daging pesanan Melly.
Saka menerima kresek berisi daging yang disodorkan Ary sambil menunggu Ibunya selesai membayar.
"Udah Ma?" tanya Saka. Ia benar-benar ingin bergegas untuk pergi dari hadapan Ary.
"Ke tukang bumbu dulu." jawab sang Ibu.
Saka langsung berjalan mendahului Ibunya, tak peduli dengan sang Ibu yang meneriakinya karena ia meninggalkan wanita itu. Saka sudah tidak ingin berlama-lama berada di dekat Ary. Di matanya lelaki itu nampak semakin mengerikan dengan terus tersenyum ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
General FictionMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...