"Beneran nih gak mau di anterin?"
Saka menggelengkan kepala sambil mengembangkan ikatan tali sepatunya. "Gak, nanti lo bertingkah lagi nyapa-nyapa si Ica."
Ary tersenyum. "Gak bakal kok. Lagian semalem kamu 'kan udah cerita soal si Ica. Sekalian aja kali saya tunjukin pacar saya di depan dia?"
"Jangan. Cewek tuh gak bisa di percaya mulutnya, apalagi kayak si Ica. Gue makin ke sini makin tau sifatnya dia kayak gimana."
"Kenapa kamu harus ngediemin dia padahal kamu bisa aja bikin dia bungkam selamanya?"
Alis Saka sedikit mengerut karena bingung atas pertanyaan Ary. "Maksudnya?"
"Ya kalo kamu aja dikit-dikit ngambek ke saya gara-gara perempuan itu, kenapa kamu nahan diri buat gak kasih pelajaran ke Ica?"
"Mau kasih pelajaran kayak gimana? Gue gak mau ya ada orang lain yang tau hubungan kita selain nyokap gue."
"Ya kalo pun Ica tau hubungan kita saya bisa bikin dia tutup mulut. Kamu tinggal pilih aja, mau nyuruh dia tutup mulut sementara atau selamanya?"
Kedua bola mata Saka melirik ke sembarangan arah. "Yaa ... Kalo bisa selamanya lah." jawabnya ragu-ragu.
Ary tersenyum sambil mengangguk. "Oke, gampang itu. Udah yuk, kita jalan. Saya anterin sampe persimpangan depan aja kalo kamu gak mau di anter sampe sekolah."
Saka hanya mengangguk setuju lalu mereka bergegas pergi dari rumah Saka. Ary benar-benar hanya mengantar Saka sampai ke persimpangan. Setelah ia memastikan Saka naik angkutan yang mengarah ke sekolahnya, Ary segera mengeluarkan ponsel lalu menelepon Rendi.
"Ya?"
"Di sekolah nanti bilangin ke si Ica gue mau ketemu, di warung pancong yang biasa lo nongkrong sama Saka. Oh, sekalian juga lo atur skenario biar Saka ngeliat gue lagi sama Ica."
"Perlu sampe di bikin ngambek gak?"
"Tanpa di bikin pun dia bakalan ngambek. Tapi gak papa, gue rasa ... Udah waktunya Saka buat tau siapa gue sebenernya."
"Lo yakin ini gak berisiko? Gue gak mikirin soal Ica tapi gue mikirin Saka, dia temen gue."
"Lo tenang aja, dia bakal aman. Lakuin aja tugas lo."
"Oke."
Panggilan segera di putus oleh Ary begitu Rendi sudah memahami tugasnya. Ia kembali menjalankan motornya untuk kembali ke rumah.
************
Rendi berjalan santai menuju kelas Ica. Ia pergi diam-diam dengan alasan ingin ke toilet dulu sebelum bel masuk berbunyi, padahal kenyataannya saat ini ia sudah nangkring bersandar pada kusen pintu ruang kelas Ica, menatap gadis yang ia cari dengan tatapan datar hingga Ica sendiri lah yang sadar ada yang sedang memperhatikannya dari pintu.
"Kenapa ngeliatin gue?" tanya Ica begitu dirinya sudah berhadapan dengan Rendi.
"Nanti pulang sekolah, gebetan lo mau ketemu di warung pancong belakang sekolah."
Wajah Ica sempat mengeluarkan ekspresi bingung. "Gebetan gue? Bang Ary maksudnya?"
"Ya iya, tapi kalo lo punya gebetan yang lain mungkin beda cerita." balas Rendi cuek.
Terlihat jelas di mata Rendi bahwa Ica nampak senang dengan kabar tersebut. Gadis itu terlihat menahan senyum girangnya dengan membuat ekspresi malu-malu.
'Apa gue injek aja kepalanya ya? Eh, jangan jangan, apa gue cekek aja?' batin Rendi yang nampak jengkel dengan gelagat Ica.
Tanpa mengatakan apapun, Rendi segera berbalik arah untuk kembali ke kelasnya. Ica sendiri sudah jingkrak-jingkrak kegirangan, membuat beberapa temannya yang melihat hanya saling lirik mempertanyakan kewarasan gadis itu.
>>TIME SKIP>>
Sesuai dengan yang di janjikan, kini Ary benar-benar bertemu dengan Ica di warung pancong belakang sekolah Saka. Kondisi warung sangat sepi, karena ternyata warungnya sedang tutup. Hanya menyisakan area tempat duduk di luar yang biasa dipakai nongkrong anak sekolah.
"Bang Ary tumben mau ketemu aku?" tanya Ica basa-basi setelah mereka cukup lama diam.
"Ya, kebetulan ada yang mau diomongin sih.."
"Wah, apa tuh?"
Ary menyeringai tipis melihat gelagat Ica yang sangat antusias menunggu topik obrolan.
"Kamu itu kenapa sih ngedeketin saya? Baru kali ini loh saya di kasih effort kayak gini sama cewek."
"Kenapa? Emang gak boleh ya aku ngedeketin Bang Ary?" Wajah Ica kini berubah nampak malu-malu namun terlihat dari sorot matanya bahwa ia seperti tengah memanfaatkan keadaan yang ada dengan menyentuh tangan kiri Ary yang ada di atas meja.
"Emm ... Sebenernya, dari waktu pertama kita ketemu pas Bang Ary jemput aku sama Saka di Mall, di situ aku ngerasa tertarik banget sama Bang Ary. Terus lama kelamaan, aku pikir aku suka sama Bang Ary." ujarnya mengakui perasaannya.
"Kamu tau kalo saya udah punya pacar."
"Iyaaa, tapi yaa gimana ya? Aku udah naksir banget sama Bang Ary. Oh, atau kalo Bang Ary mau aku gak masalah kok jadi selingkuhannya Bang Ary."
Wajah Ary nampak menggelap kala Ica berujar demikian. Ia sungguh kasihan pada orang tua Ica, mereka gagal mendidik anak gadis mereka hingga menjadi sosok yang tak punya malu dan harga diri seperti ini.
"Sayangnya saya gak mau." balas Ary dengan nada yang datar.
"Kenapa? Aku kurang cantik dari pacar Bang Ary? Apa kurang seksi? Atau kalo Bang Ary mau juga aku rela kasih badan aku buat Bang Ary." ujar Ica protes hingga berucap tanpa pikir panjang.
Ary menyeringai. "Saya gak nyangka kamu semurahan itu, Ca."
"Aku murahan cuma buat Bang Ary kok." balas Ica sambil tersenyum seakan hinaan tadi adalah pujian untuknya.
Ary menggelengkan kepalanya. Bagaimana pun meski dirinya seorang psikopat, ia akan sangat jijik pada orang yang tak punya harga diri dan bersikap murahan. Sekarang ia paham kenapa Saka jadi sering marah kepadanya jika sudah bersangkutan dengan Ica meski secara tidak langsung sekalipun.
Kedua mata Ary melirik ke arah belakang Ica. Dari jarak yang cukup jauh ia bisa melihat dengan jelas kalau di sana ada Rendi dan tentunya juga Saka yang berdiri mematung menatapnya. Rendi hanya memasang wajah datar, sementara Saka terlihat sekali menahan emosinya.
Ary sendiri tak berniat menghampiri mereka berdua. Ia masih ingin tahu apa yang Ica lakukan setelah ini. Namun kejadian tak di sangka-sangka terjadi cukup cepat dan membuat Ary sendiri cukup terkejut. Ica menarik kerah jaket yang Ary gunakan, dan tanpa permisi gadis itu main langsung mencium bibir Ary.
Saka yang melihat itu benar-benar berada di puncak amarahnya. Ingin dirinya menghantam kepala Ica dari belakang dan kemudian memukuli Ary karena tak melawan saat Ica menciumnya. Namun semua itu hanya keinginan hati yang tak terlaksana akibat tubuhnya yang mendadak kaku seperti patung.
Rendi sendiri juga terkejut dengan tindakan Ica. Ia tidak pernah berpikir kalau gadis itu akan berbuat nekat. Ia melirik ke arah Saka, dan semakin terkejut juga saat melihat temannya itu sudah meneteskan air mata meski wajahnya terlihat sangat marah.
"Sa ..."
Tanpa berkata apapun Saka langsung pergi begitu saja. Ia hanya sempat melirik sekilas ke arah Rendi sebelum kemudian berlari menjauh dari area warung.
Ary sendiri mendorong tubuh Ica dengan kasar. Ia marah, sangat. Setelah ini dirinya harus bekerja ekstra untuk meminta maaf pada Saka.
Ica melepaskan ciumannya lalu tersenyum. Berpuas diri karena Ary nampak tak menolak ciuman darinya dan sama sekali tak ada perlawanan.
"Kamu mau ikut saya gak, Ca?" tanya Ary sambil tersenyum.
Ica yang mendengar pertanyaan itu tentu langsung mengangguk senang tanpa tahu bahwa sebenarnya nyawanya tengah berada di ujung tanduk.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
Aktuelle LiteraturMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...