39. Akan Usai?

560 40 24
                                    



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ






بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Kini empat orang polisi datang memasuki masjid tersebut. Kirana sudah menelpon pihak yang berwajib saat dalam perjalanan menuju pulang.

Jantung Naya berdebar keras ketika polisi tiba-tiba muncul di antara para tamu, berjalan ke arahnya dengan langkah tegas.

"Maaf, Pak Zulfikar dan Nona Naya, kami di sini untuk menangkap kalian atas tuduhan fitnah, penculikan dan pemalsuan tanda tangan," ucap sang komandan polisi dengan suara tegas.

Naya menggeleng cepat, "saya tidak bersalah pak!"

Kyai Zulfikar berusaha tenang tapi gemetar, "pak tolong, kami tidak bersalah, ini semua salah paham!"

"Kalian bisa jelaskan nanti di kantor polisi!" tegas sang polisi yang kemudian memborgol kedua tangan Naya dan juga Kyai Zulfikar.

Naya berteriak dan memberontak. "Ini nggak adil! Aku seharusnya menikah dengan Gus Ali! Aku nggak akan memaafkan kamu, Kirana!"

Dengan suasana yang penuh ketegangan dan emosi yang memuncak, Naya dan Kyai Zulfikar dibawa pergi oleh polisi. Para tamu terdiam, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Ali dan Kirana berdiri berdampingan, saling berpegangan tangan.

Di sisi lain, Sarah ibunda Naya dan Zidan sang kakak, mengikuti kemana polisi membawa Kyai Zulfikar dan Naya pergi. Mereka melangkah keluar tanpa mengatakan sepatah katapun kepada keluarga Ali, mereka berjalan cepat dan menunduk karena malu.

Gus Ali meminta microphone yang berada di tangan Kirana, dengan segera Kirana memberikannya.

"Saya memohon maaf untuk semua ketegangan ini, dengan segala hormat, saya mempersilahkan kalian untuk meninggalkan tempat ini, terimakasih," tutur Ali dengan nada suara yang bijaksana.

Para tamu dan santri yang menghadiri acara akad, kini mulai membubarkan diri. Hingga akhirnya hanya tersisa keluarga inti di dalam masjid tersebut.

Kyai Ahmad dan Umi Halimah yang sedari tadi terdiam dengan wajah menunduk, kini mulai melangkah menghampiri sang putra.

"Ali, maafkan Abi, nak. Abi sudah menjadi orang tua yang zalim, Abi sudah tidak percaya sama anak Abi sendiri, Abi seharusnya menjadi pelindungmu, bukan malah menuduhmu. Maaf nak, maaf." Kyai Ahmad benar-benar menyesal, ia menunduk malu di hadapannya Ali.

A dan KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang