Because

18 10 0
                                    

Yogyakarta, 5 Oktober 19.56

Tidak terasa, Kinan sudah memasuki bulan keempat, menjadi guru di SMA Djaya Bhakti. Malam ini, dia sedang duduk di teras rumahnya. Sambil membaca sebuah novel karangan Anchee Min, yang berjudul The Last Empress. Novel fiksi sejarah, tentang seorang ibu suri bernama Cixi, istri Kaisar Xianfeng dari klan Yehenara Manchu.

Mujaki ni warau tte tanoshii
Tsuyagatte misetatte munashii
Yasashiku sareru to ureshii
Sou atarimae no kono kanjou

Modoranu ano hibi itoshii
Ushinatte ki ga tsuite kanashii
Ima demo anata ga koishii
Naze wasurerarenai kono renjou

[Tersenyum polos itu menyenangkan
Bertindak keras itu sia-sia (saja)
Aku senang saat kau baik padaku
Ya semua perasaan yang biasa dimiliki

Hari-hari yang tidak datang lagi itu berharga
Aku sedih saat kusadari kehilangan mereka
Aku masih merindukanmu sampai sekarang
Kenapa aku tidak bisa melupakan mabuk cintaku ini]

Lagu Doko dari Kimura Kaela, mengalun dari earphone wireless Kinan masuk ke dalam telinganya. Lagu ini, membuat dirinya jadi tidak bisa konsentrasi membaca novel di tangannya tersebut.

Doko, lagu ini malah mengingatkan dirinya ke Kala. Sudah sebulan ini, interaksinya dengan Kala berbeda jauh dengan sebelum-sebelumnya. Beberapa kali Kinan mengajak Kala untuk berangkat bersama, dan sebelumnya makan di warung nasi pecel favorit Kinan. Tapi Kala selalu menolaknya. Bahkan, Kala seperti tidak bersemangat untuk Kinan ajak chat.

Hanya hal penting-penting saja, yang Kala jawab di chat-nya. Dan saat Kinan membangunkan Kala di pagi hari lewat telepon. Kala, hanya sekedar berkata iya, siap, dan sejenisnya. Lalu Kala segera menutup teleponnya.

Kinan merasakan, kalau Kala seperti menghindari Kinan. Interaksi yang biasa terjadi antara mereka, seperti hilang begitu saja. Terasa sekali kalau Kala berinteraksi dengannya sekarang, hanya sebatas yang dibutuhkan untuk berinteraksi antara siswa dan guru.

Ingin rasanya, malam ini Kinan menangis. Tapi apa daya, Kala bukan miliknya. Kinan hanya bisa menelan kenyataan, bahwa Kala sudah memilih Lydia sebagai pasangannya. Dan Kinan, hanyalah guru bagi Kala.

Kinan meletakan novel yang ada di tangannya ke atas meja kaca kecil di sebelahnya. Dia juga mematikan playlist lagu Kimura Kaela. Kemudian melepaskan earphone wireless yang dia pakai.

Kinan menghela napasnya. Mungkin ini saatnya dia untuk fokus saja menjadi guru. Mungkin juga, dengan fokus mengajar. Kinan bisa menghilangkan perasaannya ke Kala.

Terdengar derik jangkrik menemani malamnya ini. Kinan memandangi langit, yang sebenarnya tidak mendung. Sayangnya, cahaya terang di kota Jogja, membuat dirinya tidak bisa melihat bintang-bintang di langit.

Kesunyiannya malam ini, tiba-tiba berubah saat Kinan menyadari ada seseorang yang mendekatinya, dan duduk di kursi kayu di seberang Kinan.

"Udah selesai nontonnya Ed?" tanya Kinan sambil menoleh ke arah kirinya.

"Bosen Bu," jawab Ed. "Oma lagi seru ngobrol sama Sisil," lanjut Ed. "Mereka gak bisa digangguin kalau udah ngobrol. Ya makanya, mending duduk di sini." Tambah Ed, "saya biasanya juga duduk di sini Bu, kalau lagi bosen."

Kinan tergelak mendengar perkataan Ed.

"Ibu sampe iri loh, sama Sisil," kata Kinan. "Berasa yang cucunya Oma itu Sisil." Lanjut Kinan, "bisa tiap hari, Oma nanyain Sisil kapan ke sini lagi."

"Ya mungkin," balas Ed. "Karena ngobrol sama Sisil itu nyenengin banget." Tambah Ed, "itu mungkin yang bikin Sisil, jadi populer banget di sekolah."

"Boleh, Ibu tanya sesuatu?" tanya Kinan. "Yang agak pribadi."

What ever are you looking for?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang