Deep Blue Sky

18 9 0
                                    

Yogyakarta, 10 November 10.43

"Permisi...," kata Kinan saat menjejakan kakinya di halaman belakang rumah Lydia. "Maaf, Ibu baru sampe jam segini." Di samping Kinan, Lydia menggandeng tangannya kirinya.

Dari tempat berdiri Kinan sekarang, dia bisa melihat Danu yang masih sibuk menata kursi dan meja. Terasa sekali di mata Kinan, kalau Danu ini sepertinya mengidap OCD. Beberapa kali, terlihat membenarkan letak kursi yang terlihat tidak pas, di mata Danu. Kinan hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Danu tersebut.

Pandangan Kinan kemudian beralih ke arah kanannya. Di situ, Kinan bisa melihat Kala dan Ed yang sedang membakar daging. Cahaya matahari yang tidak terlalu terik, menyorot ke arah Kala. Kinan terpukau dengan wajah Kala, yang sedang membakar daging sambil bercanda dengan Ed. Siang ini, Kala terlihat lebih tampan dari biasanya di mata Kinan. Kala yang menyadari kehadiran Kinan, melambaikan tangan sambil tersenyum ke Kinan.

"Hai, Bu Kinan," sapa Mitha membuyarkan lamunan Kinan. "Belum telat kok, Bu." Kata Mitha lagi, yang masih sibuk memotong-motong sayuran. "Ini masih belum selesai kok Bu, yang pada masak."

"Eh..., hai juga," balas Kinan yang sedikit terkejut.

"Jadi, Ibu bisa bantu apa nih?" tanya Kinan ke Lydia. "Oh ya, ini...," kata Kinan lagi sambil memberikan kresek putih yang berada di tangan kanannya ke Lydia. ""Ibu bawain beberapa snack."

"Makasih Bu," jawab Lydia sambil menerima tas kresek tersebut dari Kinan. "Ibu gak usah bantuin gak papa." Lanjut Lydia, "Ibu duduk aja nungguin kita selesai."

"Gak bisa gitu Lyd," balas Kinan. "Ibu gak enak, udah diundang gak bantuin apa-apa," lanjut Kinan. "Sini...," kata Kinan yang langsung duduk di sebelah Mitha. "Ibu bantuin motong-motongnya."

Secara bersamaan saat Kinan duduk, Sisil yang berada di sebelah Mitha langsung berlari menuju Ed. Kemudian, bersembunyi di belakang punggung Ed.

"Kenapa Sil?" tanya Ed ke Sisil. Ed ternyata tidak menyadari kedatangan Kinan. Matanya langsung menuju ke arah yang ditunjuk Sisil.

"Oalah...," kata Ed lagi. "Mau pulang aja?"

Sisil hanya menggeleng, dan tetap seperti mencari perlindungan di belakang punggung Ed. Kinan yang masih merasa bersalah dengan Sisil, berdiri dan berjalan mendekatinya.

"Maafin Ibu ya Sil," kata Kinan, tapi Sisil tidak menjawab. Sisil membenamkan wajahnya di punggung Ed, dan kedua tangannya mencengkeram erat kaos yang dipakai Ed.

"Maaf Bu," kata Ed. "Kayaknya, Sisil belum bisa."

Kinan hanya mengangguk, lalu kembali ke tempatnya semula. Kinan masih merasa bersalah, tapi sayangnya Sisil masih belum bisa memaafkan dirinya. Di tempat dia duduk sekarang, Kinan yang mulai membantu Mitha lagi, melihat Ed dan Sisil yang kini sedang bercakap-cakap. Tapi ada hal yang membuat Kinan takjub. Keduanya saling berbincang tanpa membuka mulut.

Walau Kinan tidak tahu apa yang mereka berdua katakan, tapi Kinan tahu kalau Ed dan Sisil saling berkomunikasi dengan bahasa isyarat.

Dan karena Sisil yang seperti tadi, membuat suasana di halaman belakang rumah Lydia, tiba-tiba berubah canggung.

Hal ini membuat Lydia protes.

"Ih...," kata Lydia. "Kok malah diem-dieman gini sih." Lanjut Lydia, "kan kita mau seneng-seneng, kok malah jadi kayak gini?"

"Mungkin Lyd," jawab Kala. "Setelin musik, biar suasananya gak sepi-sepi amat. Iya gak Ed?"

"Ide bagus Kal," kata Ed sambil mengusap kepala Sisil. "Daripada sepaneng."

"Boleh," kata Lydia. "Bantuin bawain speaker bluetooth-nya dong Kal."

Kala mengangguk, dan mengikuti Lydia masuk ke dalam rumah. Sedangkan tugas membakar daging, kini diambil alih Ed. Dan Sisil yang masih menempel di Ed, ikut membantu Ed.

What ever are you looking for?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang