Noise Cancelling

14 6 1
                                    

Yogyakarta, 21 November 20.58

"Lydia.., tetep mau di sini aja!" bentak Lydia ke kedua orangtuanya. Hal ini membuat Papah dan Mamah Lydia terkejut. Lydia sendiri juga terkejut, karena selama ini dia tidak pernah sekalipun membentak orangtuanya. Sebenarnya, Lydia tidak ingin membentak. Hanya meninggikan suaranya, karena hujan di luar yang sangat lebat. Suara Lydia, kalah dengan deru hujan.

"Princess kan udah setuju..., kalau kita semua pindah ke London," ucap Papah Lydia dengan nada tenang. "Kenapa tiba-tiba, Princess gak mau ikut?" Lanjut Papah Lydia, "Papah tau..., kita harus pergi lebih cepat setaun dari rencana awal. Tapi Princess sendiri, udah ngeiyain kalau kita semua pindah lebih cepat kan?"

"Papah sendiri.., udah ngeusahain agar kita semua, bisa pindah setelah kenaikan kelas Princess," tambah Papah Lydia.

"Lydia masih mau di Jogja," balas Lydia dengan wajah cemberut. Lydia, menyilangkan kedua tangannya. "Lydia..., gak mau ikut Papah sama Mamah," kata Lydia sambil mendengus. "Lydia pengen sekolah di Djaya Bhakti..., sampe lulus!"

"Tapi Princess...," kata Papah Lydia. "Lydia mau tinggal sama siapa?" Lanjut Papah Lydia sambil melihat ke sekitarnya, "Papah gak bisa ngebiarin Princess tinggal di rumah ini sendirian."

"Tapi Lydia kan bisa ngekos...," jawab Lydia. "Temen-temen Lydia banyak yang ngekos, Papah...," lanjutnya. "Lydia juga bisa, ngekos yang deket sekolah." Tambah Lydia, "di situ, banyak temen sekolah Lydia. Jadi Papah sama Mamah, gak perlu khawatir Lydia kesepian."

"Mamah sama sekali gak setuju," timpal Mamah Lydia. "Kalau Lydia ngekos. Mamah, gak ngijinin anak cewek Mamah satu-satunya, ngekos sendirian."

"Tapi Mas Rian dulu boleh...," protes Lydia, matanya kini berkaca-kaca. "Mamah ngebolehin Mas Rian ngekos..., biar Mas Rian bisa kuliah di Bandung."

"Karena Mas Rian..., itu cowok," tegas Mamah Lydia. "Apalagi..., kamu gak bisa mandiri kayak Mas Rian."

"Papah setuju dengan Mamah, Lydia," timpal Papah Lydia. "Papah gak bisa ngebiarin Princess untuk ngekos." Tambah Papah Lydia, "lagi pula..., Papah sudah dapet sekolah terbaik di sana. Jauh lebih baik dari sekolahmu sekarang."

"Tapi Lydia udah nyaman sekolah di Djaya Bhakti, Papah...," kata Lydia sambil menahan untuk tidak menangis. "Please Papah...," mohon Lydia saat air matanya mulai menetes. "Biarin Lydia sampe lulus di Djaya Bakti."

Papah Lydia mendekati putri satu-satunya tersebut, lalu mendekap Lydia. Tangan Papah Lydia, mengusap kepala Lydia.

"Papah sebenarnya...," ucap Papah Lydia. "Bisa ngijinin Princess untuk tetep sekolah di sini.., tapi...," lanjut Papah Lydia. Tapi kata-katanya terhenti saat Mamah Lydia memotong ucapan Papah Lydia.

"Tapi Mamah yang gak setuju...," kata Mamah Lydia. "Mamah gak bisa ngebiarin kamu..., tinggal sendirian." Lanjutnya, "buat Mamah..., kamu belum dewasa dan mandiri untuk hidup tanpa Papah dan Mamah."

"Mamah bakalan ngebebasin kamu...," tambah Mamah Lydia. "Kalau kamu udah lulus kuliah. Kamu bebas, mau tinggal di mana. Tapi enggak buat sekarang!"

"Mamah enggak adil!" pekik Lydia yang langsung berlari masuk ke kamarnya, membanting pintu, lalu mengunci pintu dari dalam.

"Lydia!" teriak Mamah Lydia melihat apa yang putrinya tersebut lakukan.

Di dalam kamar, Lydia berbaring di atas kasur sambil memeluk boneka bebek kesayangannya. Lydia menangis kencang, saat dia mendengar kedua orangtua Lydia, kini sedang meributkan tentang dirinya. Lydia mendengar, Papah Lydia yang mulai melunak.

Papah Lydia berkata, untuk memberikan kesempatan Lydia untuk tetap di Jogja, dan bersekolah di SMA Djaya Bhakti. Terlebih lagi, Papah Lydia bisa memberikan alasan bahwa Akung dan Uti Lydia tinggal di daerah Bantul.

What ever are you looking for?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang