Chapter 6

978 126 28
                                        

"Apa?"

Sudah (Name) tebak dari jauh-jauh hari, sudah pasti amarah papanya langsung melepuh. Lihat dari mata beliau yang tajam begitu mendengar tiga kata tersebut dari anaknya.

Jika bukan karena ditahan Cahyana, pria paruh baya itu sudah menyemprot (Name) sebanyak-banyaknya. Meski sedang mengandung anak yang tidak halal, marah-marah di hadapan ibu hamil bukan respons yang patut.

"Papa, papa, jangan marahin kakak. Nanti aja marahnya tapi jangan ke kakak." ucap pemuda itu, untungnya pria itu mau mereda untuk sebentar.

(Name) mengusap lengannya dengan canggung. Ia tak tau harus berkata apa lagi. Air matanya juga sudah menggenang.

"Kenapa, nak? Kenapa kamu melakukan hal merugikan itu? Jadi selama ini kamu pacaran diam-diam di belakang kami semua?"

(Mother) menggeleng. "Pa, biar aku yang menggantikannya untuk menjelaskan ini."

"Kamu sudah tau duluan? Kenapa malah kalian sembunyikan?!"

"Makanya sekarang kami beritahu."

Wanita itu mulai menjelaskan pada suaminya, sesekali dikoreksi oleh (Name) jika ada yang kurang benar dari cerita mamanya. (Father) tak habis pikir dengan kejadian yang menimpa putri sulungnya itu.

Tangannya menyentuh kepalanya, lalu melihat putrinya. Rasanya kalut mengetahui rahasia ini.

"Nak, bukankah kamu selalu kami pesankan agar kamu menjaga diri di luar sana?"

(Name) menoleh ke arah papanya, dengan muka merah dan mata berair. "Tentu ..."

"Menjaga diri di sini banyak artinya. Dalam pertemanan pun harus berhati-hati, karena kita gak tau isi hati orang."

Sepanjang diberi tutur oleh orang tuanya, (Name) cuma diam dan mendengarkan, air matanya pun sudah kering. Cahyana yang masih menyimak di situ cuma membungkam diri.

=====

"Vit, lo masih ada simpanan videonya 'kan?"

"Masih kok, mau diapain?"

Sepupu perempuan Vita itu tersenyum. "Mau gua sebar agar nama baik Sopan makin hancur."

Vita sebenarnya kurang peduli dengan itu, tapi ia tetap memberi flashdisk-nya. Benda kecil penyimpan segala bukti pada malam itu.

Pada pesta ulang tahun sepupunya Vita, malam ketika semua terjadi dan merugikan (Name) serta Sopan. Merekalah dalang di balik semua ini.

Ketahuilah, minuman yang Vita berikan pada (Name) waktu itu sengaja dicampurkan dengan perangsang gairah yang membuat (Name) kepanasan. Setelah panas pun, (Name) sengaja di bawa ke dalam ruangan, lalu mengurung (Name) di situ bersama Sopan.

Sementara itu, di sisi Sopan, yang juga hadir di acara ulang tahun yang sama, Sopan juga mendapat perlakuan yang sama dengan (Name). Dirangsang melalui minuman lalu sengaja dibawa ke ruangan yang sama dengan (Name).

Vita itu dari awal memang bukan musuh untuk (Name), tetapi ada satu teman Vita yang teramat iri dengan (Name). Jiya namanya. Jiya meminta tolong pada Vita untuk melancarkan rencana jahat tersebut. Karena di publik Vita dan (Name) diketahui berteman baik, jadi tak ada yang curiga atau merasa bahwa Vita jahat untuk (Name). Vita itu cuma dibayar oleh Jiya untuk melancarkan rencana menghancurkan (Name).

Sopan anak baik-baik itu pun juga ada yang tak suka. Sepupunya Vita, orang yang bermuka dua, diam-diam membenci Sopan, perempuan itu bekerja sama dengan Jiya perantara Vita. Makanya dengan baik ia mengundang Sopan, Sopan pun menerima undangan dengan baik. Tak disangka jika undangan itu merupakan jurang untuk dirinya.

Dengan membuat Sopan melakukan hubungan intim bersama (Name) yang bukan istrinya saja sudah merusak hidupnya, terutama hidup (Name). Apalagi jika videonya disebar? Pasti makin hancur 'kan?

Ini yang antagonis author bukan sik -(Name)

Gak gitu ... -author

Perempuan bernama Nita itu tampak bahagia. "Hah~ gak sia-sia juga kerjasama dengan lo dan Jiya itu. Modal nawarin minuman doang padahal ya. Eh malah ada manusia baru."

"Tapi, kak ... gua ngerasa bersalah deh sama (Name)."

Nita menautkan alis. "Ngapain? Bukannya lo juga yang mau kerja sama dengan teman lo agar si (Name) hancur?"

Vita menggaruk kepalanya sendiri. "Selama ini, gua dan (Name) berteman baik. Itu Jiya kayaknya irinya gak pernah hilang, padahal kami udah tamat sekolah juga. Dia nyuruh gua gituin (Name), dikasih bayaran juga. Sekarang gua merasa bersalah ... (Name) sekarang hamil dan diomongin sana-sini. Iya, itu semua berkat gua, dan gosipnya disebar sama Jiya."

Nita menghela napas. "Halah, repot banget lo. Hidup dia juga, lagian ini semua udah terjadi. Lo kalau emang gak mau, ya gak usah lah dari awal, ribet. Emang lo aja yang gampang dibeli, makanya nyesel sekarang 'kan?"

"Iya, kak, lo bener. Dikasih duit aja gua langsung mau hancurin temen gua ... lagian ngapa sih kakak gak ngundang Jiya aja pas itu. Kan yang kerja sama lo berdua. Yang iri dengki juga lo berdua. Malah manfaatin gua."

"Udah gua undang, katanya gak bisa. Lagian kata dia, dia gak mau repot. Makanya ngerepotin lo demi kesenangan dirinya. Udah lah, gak apa-apa. Untung juga 'kan lo, dibayar banyak sama dia." Nita pun merangkul bahu Vita.

Vita jadi merasa gelisah. Ia akui, dirinya bodoh waktu itu, tapi menyesal sekarang pun tak ada gunanya. Ia merasa ia tak bisa mengabaikan ini begitu saja.

"Mau kemana lo?" tanya Nita

"Keluar bentar."

=====

Sehabis kemarin speak up, keadaan di rumah (Name) jadi adem. Semua orang diam. Rasanya juga canggung. (Father) tampaknya masih mencoba menenangkan diri dan mencoba ikhlas untuk semua yang sudah terjadi. Pria itu masih kaget dengan anak sulungnya yang terkenal baik dan pintar malah bisa berbuat begini.

Biasanya, Cahyana pasti menempel dengan kakaknya, entah itu untuk mengobrol serius atau mengobrol bercanda. Sekarang tampaknya pemuda itu lebih canggung. Ia sendiri juga tak kalah kagetnya.

(Mother) pula, sama diamnya. Membiarkan semua berjalan dengan sendirinya untuk saat ini. Membiarkan semua tenang hingga pada waktunya.

(Name) sendiri, ia sedang menenangkan dirinya sendiri. Ia kepikiran bagaimana ke depannya nanti. Mungkin, nanti dirinya akan menikah dengan Sopan, tapi apa nantinya juga akan baik-baik saja? Atau justru banyak ujiannya?

(Name) tiba-tiba mendapat notif dari handphone-nya. (Name) segera mengecek, dan ternyata itu dari Sopan.

|Kak Sopan
|09.20: (Name), bisa kita bertemu?

Kini, mereka berdua sudah berhadapan di taman.

"Aku mengajakmu bertemu ... perihal lamaran. Kebetulan aku juga sudah memberitahu hal ini pada ibuku. Sekarang beliau sedang marah."

(Name) cuma diam dan mendengar itu semua.

Sopan menghela napas. "Aku akan menikahimu setelah kamu lulus dari sekolah dan mendapat ijazah. Aku akan mempertanggungjawabkan perbuatan kita."

"... Baiklah."

Sopan tersenyum tipis. "Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?"

"Susah untuk dikatakan baik. Aku juga udah ngasih tau ke papaku dan semua orang rumah kemarin, sekarang papa cuma diam dan mencoba menenangkan diri. Awalnya emang mau marah, tapi ditahan adikku."

Sopan menganggukkan kepala. Ia mengambil kedua tangan (Name). "Aku yakin badai akan mereda dan berganti cerah. Aku harap setelah pernikahan kita, gak ada lagi banyak masalah."

(Name) menatap tangannya. "Harapanku juga."

To Be Continued

Haaa ヾ(・m・*)ノ゛

[ 29 Juni 2024 ]

Certainty [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang