Chapter 9

768 108 9
                                        

Semenjak hari pernikahan kemarin, (Name) perhatikan ibu mertuanya ini sangat cuek terhadap dirinya. Tatapannya tajam, bibirnya melengkung ke bawah menunjukkan kesan masam, bicara dengan (Name) pun tak ada.

Pikiran (Name) sudah negatif dan berisikan bahwa ibu mertuanya ini tak menyukai (Name), apalagi pernikahan yang ia dan Sopan jalani karena jabang bayi di kandungan (Name) bukan karena rasa cinta, juga bukan karena restu orang tua. Kalau orang tua merestui, pasti bahagianya murni, bukan dibuat-buat atau bahkan tidak terlihat bahagia.

Pagi ini, (Name) berinisiatif pergi ke dapur dan membantu urusan pagi-pagi. Di dapur itu sudah ada Fania. Dengan keyakinannya, (Name) mencoba yang terbaik untuk melakukan pendekatan pada mertuanya.

Awal-awalnya masih cuek dan sibuk sendiri. Memotong sambil diam-diaman, memasak sambil diam-diaman. Sejujurnya, keadaan ini canggung.

Sampai selesai memasak, ternyata mereka berdua masih silent treatment. Fania sibuk bolak-balik dapur dan meja makan untuk menaruh masakan di atas meja, (Name) yang mengatur posisi masakan dan alat makan yang akan dipakai di situ.

Bagi Fania, pagi ini bukannya merasa terbantu malah merasa terganggu. Lagian, ia didekati oleh orang yang tak disukainya, mau bagaimanapun perlakuannya, semua akan dipandang risih.

Tak lama kemudian, ada Sopan dengan penampilan kuliah datang ke situ dan bergabung. Hari ini ada kelas pagi yang hendak dihadirinya, yang berarti Sopan harus meninggalkan (Name) di rumah bersama Fania. Sopan sudah terus mengharapkan keselamatan (Name) di rumah yang cuma berdua dengan Fania.

Mereka bertiga pun sarapan di situ dalam diam. Diam-diam, (Name) memperhatikan Fania yang masih sama datarnya, membuatnya sesekali melirik dan berkomunikasi lewat mata pada Sopan.

Hingga sarapan habis, (Name) pun membereskan alat yang terpakai dan segera mencucinya. Mertuanya itu sudah lenyap tak tau kemana. Sopan pula sudah berpamitan untuk pergi kuliah.

(Name) kini mencuci sendiri di depan wastafel, hingga akhirnya semua tercuci bersih, (Name) pun meletakkannya di rak. (Name) berniat membersihkan yang lain, tapi ia duduk dulu karena merasa lelah.

(Name) memperhatikan interior rumah yang lengang itu. Tampak tidak begitu mewah tapi juga nyaman ditinggali. (Name) rasa di sini benar-benar sepi, apalagi yang tinggal cuma dua, ditambah dirinya yang baru bergabung.

(Name) lihat dari arah tangga, ada Fania turun dalam penampilan yang lebih rapi. Wanita itu memperhatikan ruangan di sekitar lantai satu yang membuat alisnya tertaut.

"Ini ngapain masih kotor, berantakan lagi. Kamu ngapain aja sih dari tadi," ucap Fania

"Maaf, bu, aku baru aja duduk. Nanti akan aku bereskan."

"Halah, nanti, nanti. Awas aja gak beres-beres."

Baru (Name) mendengar suaranya, sudah langsung diberi siraman oleh mertuanya itu. (Name) cuma menghela napas dan itu membuatnya murung. Tak duduk lebih lama lagi, (Name) segera membersihkan rumah.

Rumah sudah sepi dan (Name) benar-benar sendiri di rumah, jadinya (Name) membersihkan rumah sendirian. Bukan pekerjaan berat, karena (Name) biasa melakukan ini, tapi karena membawa kandungan membuat (Name) lebih mudah lelah.

Pada akhirnya, beres juga (Name) kerjakan walau dengan pelan-pelan, dan ia pun sudah bisa beristirahat dengan tenang. Tak ada kegiatan lagi bagi (Name), selain mantengin handphone.

Selama beberapa jam (Name) cuma sendiri di rumah. Sekarang sudah jam tiga, dan tiba-tiba bel rumah berbunyi, seiring dengan pintu rumah terbuka, menampakkan Sopan.

"Udah beneran pulang, nih?"

"Tentu, memang ada pulang bohongan?"

"Hehe, siapa tau cuma pulang sebentar."

Sopan duduk di sebelah (Name). "Bagaimana harimu berlalu?"

"Baik-baik aja, kok. Aku dari tadi sendirian di rumah, ibu pergi dari pagi."

Sopan mengangguk-angguk mendengarnya. "Ibu pergi ke butik, tempatnya bekerja. Pulangnya bisa malam."

(Name) pun iya-iya untuk itu.

Sopan awalnya berpikir, jika ibunya tak ada agenda kemanapun dan akan tertahan berdua di rumah bersama (Name). Sopan tau, Fania tak menyukai (Name), jika dibiarkan berdua dengan (Name) di rumah itu bisa menimbulkan hujan badai dan kilat dahsyat.

Ternyata itu tidak terjadi.

Sejauh ini, (Name) kurang mengetahui bagaimana Fania menilai dirinya, itu juga karena Sopan yang tak mau memberitahukan pada (Name). Jika Sopan beritahu, (Name) bisa saja kepikiran bahwa dirinya yang bersalah dan harus hilang dari sini, tapi dengan diberitahu pun (Name) jadi tau tak tidak kaget lagi dengan perlakuan Fania padanya.

Namun, jika tidak diberitahu, (Name) akan baik-baik saja setidaknya sampai ia kaget dengan perlakuan buruk Fania padanya. Sopan juga yang dilema.

Walau begitu, tanpa perlu spoiler dari Sopan, (Name) sudah bisa melihatnya. Dari raut muka Fania terhadap dirinya, cara bicara, sikap yang cuma diam-diaman, (Name) sudah cukup bisa menyimpulkan bahwa──⁠

──⁠Fania tidak menyukai dirinya.

===

Malam sudah menjadi waktu istirahat orang-orang. Makan malam juga sudah terlaksana, walau cuma berdua, sebab Fania pulang terlambat.

Wanita itu baru pulang pada pukul delapan malam. Ia lihat suasana rumahnya sepi, ruang tamu rapi, ruang makan pun terlihat baik-baik saja meski ada tudung saji di atasnya. Fania mengecek dapur yang rapi-rapi saja.

Fania pergi ke ruang makan untuk lebih melihatnya lagi, tapi suatu noda menghentikan kakinya.

"Haduh, ini siapa yang kotorin lantai! Gak becus banget!" seru Fania

Seruan itu pula mengundang (Name) keluar kamar. Sopan? Ia sedang di luar rumah dan belum pulang.

"Kamu ini ya! Ngotorin doang bisanya! Ngapain sih dari tadi di rumah saya!"

"Maaf, bu, aku tadi lalai. Aku akan membersihkannya."

"Kalau udah tau kotor, harusnya bersih dari tadi! Ini malah dibiarin! Bisa kerja gak sih!" omel Fania, "Bersihin itu."

"... Baiklah."

Fania pergi, lalu (Name) segera mengambil pel basah untuk menyingkirkan noda itu. (Name) melakukannya sambil kepikiran dengan omelan mertuanya tadi, mukanya pun murung. Siapa juga yang akan tersenyum manis sehabis dimarahi.

Tak lama kemudian, Sopan kembali dari luar rumah, ia sudah langsung melihat (Name) mengepel sambil menunduk. Ia pun langsung mendekatinya, kemudian menggantikan (Name) untuk membersihkan itu.

Beres dengan itu, Sopan mengajak (Name) kembali ke kamar.

"Maaf ya aku lama," Sopan mengelus kepala (Name). "Istirahat lah, aku menemanimu."

Sopan terus memberinya ketenangan hingga (Name) mulai lupa mengapa dirinya merasa sedih, lalu ia pun tidur.

To Be Continued

🗿

[ 1 Juli 2024 ]

Certainty [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang