Epilogue

592 69 9
                                    

Kepastian, selalu ada di tiap bab hidup.

Mau seberbelit apapun situasi, pasti ada kepastian menuju kebebasan.

(Name) sempat merasa tak sanggup melanjutkan hidupnya yang ditemani kucilan di masa SMK akhir, serta pernikahan usia muda. (Name) merasa berat, ia ingin mengakhiri dengan cepat.

Namun, secerca harapan dan kepastian selalu ada jauh di depan. Samar, tapi (Name) bisa melihatnya. Itulah yang membuat (Name) mampu bertahan, melewati semua masanya hingga kini, akhir bahagia ia rasakan.

Jika saja (Name) memilih untuk menyerah lebih awal, mungkin saja akhir bahagia ini tidak ia rasakan. Melahirkan anak, merawatnya bersama hingga besar, melihat perkembangan-perkembangan yang terjadi tiap waktu berlalu, tentunya mengandung bahagia yang tak terganti.

(Name) tak menyesal, ia sudah mampu bertahan dalam kesakitan, ia bangga pada dirinya dan berterima kasih pada orang-orang sekitar yang menemani dirinya, hingga titik ini, titik bahagia.

──⁠───⁠

Suasana di lorong terasa riuh, oleh beberapa orang yang sedang terburu-buru berlarian menuju ruang persalinan. Tiba di depan pintu ruangan, orang-orang yang mengantar ibu hamil pun disuruh duduk di ruang tunggu, selama proses berlangsung di dalam ruangan.

Tampaklah seorang anak kecil masih berdiri di depan pintu. Ia menatap khawatir ke arah sana. Ingin masuk, tapi tak ada yang memperbolehkan.

"Ayaahh, Abi mau ikut ibu," rengek Abyan

Sopan melihat ke arah bawah. Ia pun mengambil anaknya. "Kita duduk, ya."

"Tapi, Abi mau ke sana." ucapnya lagi, wajahnya tampak melas.

Sopan duduk di kursi ruang tunggu, sambil mendudukkan anaknya di sebelahnya. "Kan enggak dibolehin. Kita harus duduk di sini, menunggu ibu ke luar ya."

"Nah, kalau kamu sabar, Bi, nanti dapat hadiah." ucap Gentar

Abyan menatap kedua pria itu bergantian. "Hadiah?"

"Iya. Nanti, kamu dapat adek kecil yang lucu."

Air wajah Abyan sedikit berubah. "Benelan?"

"Iya, Bi. Asal kamu sabar duduk di sini sama om dan ayah kamu."

Abyan jadi bisa tersenyum lagi. "Telus, di dayem lagi ngapain? Kok kita ndak boyeh ikut?"

"... Nanti juga kamu paham, Abyan. Intinya, banyak orang di dalam sana, bantu ibu untuk keluarin adek bayi, dari perut besar itu."

"Wah ... gimana cayanya?" tanya Abyan penasaran.

"Nanti besar juga kamu tau. Om waktu seumuran kamu juga gak tau kok caranya itu." Gentar menyengir.

"Jadi, sekarang kamu sabar, ya. Kita berdoa sama-sama buat ibu dan adek bayi."

Abyan menatap ayahnya. "Doa apa?"

"Doa, biar ibu kamu cepat ke luar dari sana, sama adek bayi. Kamu mau 'kan?" ucap Sopan

Abyan mengangguk dengan antusias. Seketika ia berdoa, mengucap kata-kata permohonan dengan mata yang terpejam, demi kelancaran persalinan (Name). Dua orang dewasa itupun ikut diam dan mendoakan.

Setelah menunggu dalam waktu yang lama, anak di kandungan (Name) dinyatakan lahir dengan selamat. Mereka pun dipindah ke ruang rawat.

Setelah berada di ruang rawat, seketika saja ketiga patwal (Name) mengisi ruangan itu. Hanya Sopan yang menghampiri (Name), dua lagi sibuk melihat adiknya Abyan.

"Lihat adek kamu, lucu banget 'kan, kayak om," ucap Gentar

"Enggak, om jelek." sahut Abyan jujur.

Gentar kini sedang menggendong tubuh Abyan, agar balita itu dapat melihat adiknya yang baru lahir. Abyan tersenyum bahagia melihatnya dan tangannya terulur hendak memegang, tapi tak sampai.

Sementara itu, Sopan sedang menemani istrinya yang sedang tidur lelap sehabis kelelahan mengeluarkan bayi. Tangan mereka saling berpegangan, dengan jari Sopan mengelus punggung tangan (Name). Ia tak henti tersenyum melihat wajah istrinya.

Tulisannya: 👥
Penulisnya: 👤

"Segeralah bangun tidur, dan lihatlah, anak kita begitu bahagia diberi seorang adik." Sopan mengecup kening (Name). "Terima kasih banyak perjuangannya."

Lain dari itu, ada kedatangan orang lain ke ruangan itu. Fania, yang kabur dari butik untuk melihat cucu kedua. Di butik pun beliau cuma banyakan mengawasi. Ia segera masuk, melihat menantunya yang masih tidur lelap.

"Belum bangun, ya, nak?" tanya Fania, ia duduk di seberang Sopan.

"Belum, dari baru selesai melahirkan dia tidur lelap."

Fania mengelus kepala (Name). "Baiklah, ibu pengen lihat cucu ibu." Fania berdiri lagi, mendekati sang cucu.

Sopan hanya membiarkan. Ia masih duduk di sebelah (Name), menemaninya.

Perlahan-lahan, (Name) mulai membuka mata. Hal yang pertama ia lihat adalah wajah suaminya. Ia ikut tersenyum melihat wajah bahagianya.

"Haus ..." gumamnya

Dengan segera, Sopan mengambil botol air yang sudah berisi sedotan. Membantu istrinya untuk minum dari situ. Setelahnya, Sopan kembali menaruh botol airnya.

"Coba kamu lihat," Sopan menunjuk ke arah anak keduanya. "Mereka tampak bahagia akan kehadirannya."

(Name) melihatnya, membuatnya ikut tersenyum. "Aku jadi ikut senang."

Sopan membantu (Name) untuk duduk dan bersandar. "Perlu apa lagi?" tanya Sopan

(Name) menggeleng. "Gak ada."

Sopan tersenyum, lalu memeluk (Name). Wanita itu pun membalas, menikmati pelukan yang nyaman dengan mata yang terpejam.

"Terima kasih sudah bertahan selama ini."

(Name) mengangkat wajahnya, melihat Sopan. Ia tersenyum. "Terima kasih juga dukungannya selama ini."

Mereka berdua saling pandang, lalu bibir mereka menyatu dalam waktu yang singkat.

"Love you." ucap (Name) dengan senyuman yang lebih manis.

"Love you more."

END

Yey, abis‼️

[ 06 Oktober 2024 ]

Certainty [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang