Makin lama, kondisi (Name) makin tak beres, dan makin membuat (Name) takut. Dirinya merasa semakin sakit dari hari sebelumnya.
(Name) sudah selalu mencoba untuk berpikir positif bahwa dirinya hanya sedang sakit biasa, tidak menyangkut apapun selain imun yang menurun.
Namun, kenyataan berbeda. Itu semua pun mulai terbantah begitu (Name) melihat flek saat ia sedang buang air kecil di kamar mandi. Itu bukan flek biasa dan itu membuat (Name) was-was.
"Kenapa kamu ketakutan?" tanya (Mother), melihat (Name) baru keluar dari kamar mandi.
(Name) mengelus kepalanya sendiri, bingung cara mengatakannya. "Itu ... flek dari area intim, artinya apa?"
Untungnya (Mother) peka tanpa perlu (Name) jelaskan lebih banyak, dan itu pun mengundang rasa was-was dari (Mother).
"Sebentar, ya." (Mother) pun pergi dari kamar (Name).
(Name) cuma diam, kebingungan dan menunggu apa yang akan terjadi.
Balik-balik, (Mother) membawa sebuah benda panjang yang (Name) ketahui itu merupakan alat tes kehamilan.
"Coba pakai ini."
(Name) tak banyak omong lagi. Alat itupun segera dipakai, dibantu oleh (Mother). Tak lama kemudian, hasilnya terlihat dari alat itu.
"... Kalau dua garis, artinya hamil 'kan?" tanya (Name) dengan ekspresi kosong.
(Mother) juga terdiam dengan ini. Tak menyangka dirinya akan mendapat cucu secepat ini, tapi lewat jalur pranikah.
=====
Arus kampus hari ini tampak tenang. Mahasiswa maupun mahasiswi yang berdatangan, berseliweran, ataupun cuma duduk-duduk. Di salah satu kelas ini, ada seorang Sopan yang tampak sibuk sendiri.
"Yow, men! Pagi!"
Ada seseorang yang masuk kelas dan langsung mengagetkan Sopan, tapi itu tidak mengalihkan fokusnya. Temannya itu, bernama Gentar, mendekat ke Sopan.
"Pagi-pagi juga udah sibuk aja, buat apaan tuh?" Gentar sempat memperhatikan apa yang dilakukan Sopan di atas buku itu.
Namun, Sopan dengan cepat menyembunyikannya. "Bukan apa-apa, cuma iseng-iseng."
Gentar menyipitkan matanya sebentar. "Ohh, kalau udah gak sibuk ayo ke kantin."
"Baiklah."
Kini, dua orang lelaki itu pergi ke kantin untuk sarapan. Kembali Sopan terlihat sibuk sendiri disambili makan, tadi dengan buku sekarang dengan layar handphone. Gentar tau itu, ia tentunya heran.
"Gak biasanya lo begitu, Pan. Mana kelihatannya agak panik." kata Gentar. Tumbenan orang tenang modelan Sopan terlihat sibuk sesibuk-sibuknya, bahkan disedang makan. Biasanya Sopan menjauhkan gadgetnya.
"Memangnya kelihatan panik?"
"Iya."
Sopan menghela napas, ia mengusap wajahnya dengan tangan. Sudah dua minggu lebih berlalu dari acara ulang tahun, lebih tepatnya kejadian antara dirinya dan (Name). Akhir-akhir ini Sopan selalu memikirkan kemungkinan yang bisa terjadi dari itu.
"Udah lah, makan dulu, mungkin efek laper doang." ujar Gentar, kemudian lanjut makan.
Pengelihatan Sopan kembali mengarah ke layar handphone-nya, di situ terlihat angka-angka yang cukup memusingkan. Sopan pun meneguk air.
Sehabis sarapan, dua orang itu pergi ke kelas yang sama sebelum matkul pertama dimulai. Kelas itu rupanya sudah ramai oleh mahasiswa lainnya. Mereka berdua pun duduk di tempat yang bersebelahan.
Sopan melihat Nita di situ, Nita si pemilik acara ulang tahun waktu ini, yang mengundang dirinya ke sana. Sopan menaruh banyak rasa curiga pada Nita yang menyebabkan dirinya seperti itu, dan sekarang tentunya rugi. Entah apa motifnya melakukan hal tersebut.
"Pan, entar pulang anterin ke bengkel yak, ambil motor di sana." ucap Gentar
"Baiklah. Memangnya tadi berangkat kuliah dengan siapa?" tanya Sopan
"Ada-ada aja sih, tumpangan gua 'kan banyak."
"Hem."
=====
Pulang dari kampus dan juga sehabis mengantar teman, Sopan kini tiba di rumah. Di dalam tempatnya tinggal, ada seorang wanita yang merupakan ibu kandungnya, Fania.
Sudah sejak SMA Sopan hanya tinggal berdua dengan wanita itu setelah ayahnya meninggal. Fania sangat menyayangi anak tunggalnya. Sampai segede ini pun, Fania masih melayaninya dengan penuh kasih sayang. Walau begitu, Sopan bukan jadi manja melainkan ia mengerti cara memberi balasan pada ibunya.
Hubungan mereka masih baik, setidaknya sampai kejadian itu terbongkar.
"Eh, anaknya ibu udah pulang." sambut Fania dengan senyuman. "Gimana kuliahnya hari ini?"
"Tentu baik-baik saja. Ibu sedang apa?"
"Cuma lagi masak, sebentar lagi akan makan malam."
Sopan mengiyakan itu. "Kalau begitu, aku akan mandi dulu."
"Baiklah."
Sopan itu plek-ketiplek ayahnya. Meski suaminya Fania sudah meninggal, Fania merasa suaminya ada di dalam diri anaknya. Itu membuat luka batin Fania terobati dan tidak membuat dirinya terlalu merasa kehilangan.
Kini, ibu dan anak itu sedang melangsungkan makan malam dengan tenang.
"Nak, besok libur untuk kamu, 'kan? Kira-kira besok kamu ada kesibukan?"
Sopan berpikir sebentar. "Sebetulnya, iya. Kenapa, bu?"
"Paginya ibu ada keharusan, jadi ibu maunya minta tolong agar kamu antarin ibu."
"Kebetulan besok aku sore, bu. Kemungkinan aku masih bisa membantu ibu paginya."
"Ohh, baguslah kalau begitu."
Sopan kembali menyuap mulutnya dengan pelan. Ia pikir besok ia harus bertemu dengan (Name).
•
To Be Continued
750 kata tidaklah sedikit, pokoknya banyak. Itung aja tuh 700an 😔.
Kebetulan aku lagi gak sehat dari beberapa hari lalu. Tadi berak, yg keluar bukan eek malah aer :').
Kamu jangan sampai sakit ya, kalau udah terlanjur harus sembuh‼️(*´▽`)ノノ.
[ 28 Juni 2024 ]

KAMU SEDANG MEMBACA
Certainty [✓]
Fanfic୨⎯ BoBoiBoy Sopan w/ Female!Readers ⎯୧ Pahit di awal, manis di akhir‼️ (Name), gadis baik-baik dan termasuk anak pintar di sekolahnya, malah harus terjerumus ke dalam pernikahan dini yang diakibatkan kehamilan pranikah. Sopan, lelaki baik-baik yang...