Chapter 13

401 70 27
                                    

Hari baru, penderitaan lagi. Pagi ini kegiatan berjalan seperti biasa. Yang sedikit lain, (Name) tumbenan disuruh-suruh oleh Fania.

Selama ini (Name) tak pernah disuruh-suruh oleh wanita itu dengan menggunakan nada suara biasa, pastinya ngegas, tapi memang biasanya tak pernah disuruh karena Fania yang ogah berinteraksi dengan (Name). (Name) saat ini hanya disuruh menyapu, dan tentunya (Name) melakukan itu.

Belum benar-benar selesai menyapu, wanita itu menyuruh (Name) mencuci pakaian. Perasaan baru kemarin (Name) mencuci, dibantu Sopan untuk menjemurnya. Tapi karena wanita itu terusan memanggilnya, membuat (Name) harus datang.

(Name) mendatangi Fania yang ada di kamar, dan dirinya seketika diberi tumpukan baju yang kotor. (Name) pun mikir, apa ini penggelapan baju? Banyaaak sekali.

"Cuci itu semua, sampai bersih dan wangi."

"Baiklah." (Name) pun pergi dengan tumpukan itu ke teras belakang, tempat mencuci sekalian menjemur.

(Name) segera memasukkan itu semua ke mesin cuci, mengisi deterjen, lalu menyalakan mesin cuci. (Name) tak mau berlama-lama di situ karena bau deterjen yang kadang bisa membuatnya mual. (Name) memutuskan untuk pergi dari situ, melanjutkan kegiatan sapunya.

Sehabis menyapu, (Name) kembali menghampiri mesin cuci. (Name) melanjutkan cuciannya hingga bersih, lalu memindahkan itu sedikit demi sedikit ke ember besar, sampai ember penuh dengan pakaian Fania. (Name) jadi ragu untuk menjemurnya, karena (Name) sudah lelah, apalagi jika harus bolak-balik ember dan jemuran.

'Diemin dulu boleh kali ye? Duduk dulu deh.' (Name) menghampiri kursi yang ada di dekat situ, lalu mendudukkan dirinya yang baru dapat duduk. (Name) pun menghela napas.

"(NAME)!!!"

(Name) mengelus dada mendengar panggilan tiba-tiba dari mertuanya itu. Belum ada semenit dirinya duduk, apa bakal disuruh lagi?

Mau tak mau, (Name) menghampiri wanita itu. Jalannya pelan karena (Name) masih lelah dan belum cukup dapat duduk.

"Kenapa, bu?"

"Lama banget jalannya. Tuh, buang sampahnya." Fania menunjuk kantong sampah yang sudah penuh.

"Baiklah, tapi apa boleh aku duduk dulu, bu? Aku juga lelah."

"Buang sampah doang loh, dekat kok, cuma sampai depan situ. Udah gak usah manja." Fania pun pergi dari hadapan (Name).

'Kerja rodi kah? Duduk bentar aja gak dibolehin.'

(Name) segera mendekati sampah yang diletakkan di depan dapur itu, dan seketika (Name) menutup hidungnya. Baunya sangat bermusuhan dengan (Name).

"Cepet atuh, suka banget ya pelihara sampah di dalem rumah?"

Ternyata dirinya diawasi. Sebelum diomeli lebih banyak lagi, (Name) mengambil itu dan bersusah payah menahan rasa mualnya. Ia pun keluar rumah dan menuju bak sampah besar yang ada di seberang jalan.

(Name) segera menyebrang, mendekati bak sampah dan buru-buru melempar kantong sampahnya ke dalam bak. Cepat-cepat (Name) menjauhi bak sampah itu untuk mencari udara segar.

'Mending bauin kentut sendiri daripada sampah begini.' batin (Name). Ia pun segera kembali ke rumah.

"(Name), ini kok gak dijemur? Entar malah bau lagi dibiarin basah di dalem ember." ucap Fania

"Sebentar ya, bu, aku perlu udara segar."

Fania menatapnya dengan tak sedap hati. "Gak usah lebay, saya dulu pernah cium bau yang lebih busuk dari itu."

Certainty [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang