Manik (e/c)-nya mulai terbuka pagi ini. Semalam, rasanya (Name) bermimpi aneh. Sekarang pun (Name) masih bengong, mengatur napasnya yang terasa sedikit ngos-ngosan.
Beberapa sekon kemudian ... (Name) merasa ada yang lain. (Name) segera duduk, tapi tubuhnya langsung terasa sakit sana-sini. (Name) melihat ruangan ini, tampak beda. Yang jelas, ini bukan kamar tidur (Name)!
(Name) terdiam lagi. Kemudian, ia menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. (Name) merasa tak percaya melihat tubuhnya yang polos, belum lagi, bercak kemerahan ada di permukaan duduknya.
Sebelum bengong lebih lama, (Name) segera memungut pakaiannya yang berserakan di lantai, lalu menutupi dirinya.
'Loh, yang kemarin ... nyata? Bukan mimpi?'
Entah kemana saja mata (Name) dari tadi, ia baru sadar jika di kamar itu ia tidak sendiri. Melainkan bersama lelaki, Sopan.
(Name) memegangi kepalanya yang terasa pusing. Pusing rasanya dengan yang sudah terjadi ini. (Name) pun segera bangun dari lantai dengan perlahan dan duduk di pinggir kasur.
'Astaga ... kok bisa ...'
Suasana sudah tak beres bagi (Name), makin tak beres rasanya begitu Sopan sudah bangun dengan keadaan linglung. Ia pun jadi banyak tanya pada (Name) yang padahal sama linglungnya.
"K-kak! Tenang dulu! Kita ingat dulu ... kemarin ada apa sampai pagi ini bisa begini ..."
Lalu, bengong. Dengan masing-masing kepala yang mulai ingat jika kemarin gairah mereka merasa terangsang untuk melakukan itu.
Sopan mengusap wajahnya. "Lebih baik, sekarang kita segera pulang ke rumah masing-masing. Dari kemarin kita di sini tanpa kesadaran."
(Name) cuma diam, diam-diam khawatir.
=====
(Name) pun tiba di rumah, dengan penampilan yang masih sama, tapi kondisi yang berbeda. (Name) tadi pulang dengan jasa taksi. Dari tadi pikirannya masih kalut atas yang telah terjadi kemarin malam. Segala pertanyaan 'kok bisa' 'kok bisa' terus memenuhi kepalanya.
Di teras rumah, ada seorang perempuan paruh baya menunggu (Name), itu adalah sang ibu. (Mother) baru melihat anaknya pulang pagi ini setelah kemarin izin pergi ke acara ulang tahun sepupu temannya.
"Astaga, (Name)! Dari kemarin mama nungguin kamu gak pulang-pulang! Kemana aja kamu, nak,"
Baru tiba di teras depan, (Name) sudah langsung dihujani oleh mamanya yang teramat khawatir dengan dirinya. (Name) sendiri tak tau harus menjawab apa. Semua yang terjadi kemarin tidak ada dalam keinginannya. Entah apa sebabnya.
"Aku ... kemarin nginap di rumah teman. Aku lupa buat ngasih tau karena HP mati." ucap (Name)
"Duh, lain kali kalau ada ngapain ke luar rumah, bilang dong. Semua khawatir sama kamu."
"Aku paham itu, ma ... aku minta maaf."
(Mother) menghela napas. "Baiklah, mama gak masalahin. Sekarang pun kamu udah pulang dengan selamat. Mending kamu istirahat di kamar."
Pulang dengan selamat?
(Name) mengangguk, lalu pergi ke kamarnya sendiri dan langsung ambruk ke kasur. Batin (Name) terasa diserang dengan segala kemungkinan buruk atas perbuatannya kemarin malam. Sekali lagi, itu di luar kesadaran dan keinginannya.
Inginnya (Name) menenangkan diri untuk sementara, tapi bercak darah di atas kasur tadi membuatnya berpikir negatif terus. Selain itu juga saat baru bangun tadi, badannya terasa sakit, dengan keadaan polos. (Name) pun mengacak rambutnya sendiri saking prustasinya.
Sama sekali (Name) maupun Sopan tak mau yang kemarin malam itu terjadi. Tapi, tak mungkin juga rangsangan muncul tanpa sebab.
'Apa jangan-jangan minuman dari Vita?'
(Name) masih ingat jika kemarin ia ditawari minuman berwarna oleh Vita. Kalau memang itu penyebabnya, untuk apa Vita melakukan hal tersebut? (Name) tau, dirinya dan Vita berteman baik. Gimana bisa Vita tiba-tiba jadi jahat padanya?
Dirinya baru menyelesaikan ulangan akhir di sekolah, malah sudah langsung melakukan hubungan itu di luar kesadaran, kemauan, dan juga pernikahan. Semua terjadi di luar ekspektasi (Name).
Ternyata, hidup yang baik-baik saja mempunyai ujian yang tak terduga.
=====
"Udah ibu pesankan agar kamu ingat pulang, kok bisa-bisanya sih kamu baru pulang pagi ini? Kagak tau aja orang tua khawatir di rumah."
Dari baru parkir di garasi, Sopan sudah dihantam dengan segala omelan Fania, ibunya. Sopan paham itu semua, tak mungkin ia tak ingat dengan ibunya sendiri di rumah. Tapi, yang kemarin, seolah tak bisa dihindari.
Sepanjang omelan, Sopan cuma mendengar dan menunduk. Lagipula tak ada celah untuk menyahut.
Sampai ibunya lelah, barulah ibunya diam. Sopan merasa sangat bersalah untuk semua yang telah terjadi. Sudahlah kemarin melakukan itu, di luar segala hal; membuat ibunya khawatir.
Belum lagi, masa depannya dan (Name), bagaimana?
Sampai malam juga masing-masing kepala masih overthinking.
"Kamu kenapa, nak? Dari makan malam tadi juga mama lihat kamu kayak lagi khawatir." (Mother) mengeringkan tangannya sehabis mencuci. "Sini, kita duduk dulu."
(Name) pun duduk di salah satu kursi, berhadapan dengan mamanya.
"Ah, sebentar, mama buatkan teh." (Mother) kembali bangun dan segera membuat teh.
(Name) masih diam dan menghela napas berkali-kali. Pikiran negatifnya tak bisa hilang sedari tadinya. (Name) rasanya mau nangis.
(Mother) pun kembali dengan dua gelas teh. "Ini dia." (Mother) memperhatikan (Name) yang masih tampak sama khawatirnya.
"Mama udah sering bilang, kalau ada yang gak beres, bilangin ke mama. Kalau dipendam sendiri, nanti malah stress. Belum pernah mama lihat kamu begini."
Air mata (Name) menggenang, saking bingung dan takutnya untuk bercerita. "Yaa ... tapi aku bingung gimana cara bilangnya ..."
(Mother) mengelus bahu hingga punggung anaknya. "Pelan-pelan aja. Yang penting tenang dulu."
(Name) mengatur napasnya beberapa kali, walau itu tak mempan.
"Gimana? Udah bisa?"
(Name) masih juga diam. Ia takut nanti salah bicara, malah dikeluarkan dari KK--yang lebih ringan dari itu dulu, dimarahi habis-habisan dan tak diberi celah menjelaskan apapun.
"Nak, ini mama. Mama yang udah sama kamu, dari kamu masih zigot sampai segede ini. Mama yang paling kenal kamu. Jadi jangan takut banget untuk curhat sama mama. Mama pasti dengerin dan tentunya gak mengintimidasi. Kamu kelihatan setakut ini, kayak sama siapa aja." ucap (Mother) dengan penuh kelembutan.
"... Kalaupun sampai mengecewakan mama, apa mama tetap seperti itu?"
"Enggak. Mama usahakan untuk itu. Kalau memang bukan salah kamu, mama gak akan menyalahkan, begitupun sebaliknya."
(Name) merasa gemetar untuk membicarakan ini di hadapan (Mother).
"Aku udah kotor, ma."
•
To Be Continued
Dicuci aja, nak-
Kira-kira gimana reaksi si mama nanti ya? Apa bakalan marah-marah sampai rumah hancur?
[ 25 Juni 2024 ]

KAMU SEDANG MEMBACA
Certainty [✓]
Fanfiction୨⎯ BoBoiBoy Sopan w/ Female!Readers ⎯୧ Pahit di awal, manis di akhir‼️ (Name), gadis baik-baik dan termasuk anak pintar di sekolahnya, malah harus terjerumus ke dalam pernikahan dini yang diakibatkan kehamilan pranikah. Sopan, lelaki baik-baik yang...