Chapter 10

641 93 24
                                    

Awalnya, (Name) mengira dengan menikah semua masalahnya yang datang dari orang-orang sekolah bisa mereda.

Namun, ternyata kehidupan setelah menikah merupakan ujian besar untuknya. Yang kemarin-kemarin hanyalah pemanasan untuk menyiapkan dirinya. Nyatanya, baru ia menikah dan menjadi bagian dari keluarga Sopan, dirinya sangat diuji dengan memiliki mertua pedas level end.

Dari awal tau Sopan tidak sengaja menghamili (Name), mertuanya itu sangat amat menyalahkan (Name) untuk semua yang sudah terjadi. Apalagi sekarang, sudah tinggal serumah. Bisa ditebak makanan sehari-hari (Name) adalah mulut mertua.

Apakah (Name) bisa melewati badai lagi?

──⁠───⁠

Terhitung baru dua hari usia pernikahan (Name) dengan Sopan. Selama ini tak ada banyak hal spesial yang (Name) dapat, selayaknya menantu baru.

(Name) tau, jika seorang anak laki-laki baru membawa pacar, pasti respons dari si ibu itu baik dan bahkan bisa cepat akrab, apalagi jika sampai si anak laki-laki menjadikan pacarnya sebagai menantu untuk ibunya.

Kenyataan yang (Name) dapat tidak begitu. Ia juga masih sadar bisa menikah dengan Sopan karena anak yang tak sengaja mereka buat. Tak ada pendekatan bersama suami dan mertuanya dari jauh-jauh hari, semua terjadi dengan cepat. (Name) harus bisa ikhlas menjalani hidupnya.

Pagi ini, kebiasaan kembali terulang, yakni mengurus rumah. Dari baru bangun, (Name) yang memasak, dibantu oleh Sopan yang merasa sempat. Setelahnya sarapan, kemudian sedikit menyapu, pada jam sembilan barulah Sopan pergi.

Sekarang (Name) sudah sendiri di rumah. (Name) kembali ke dapur di rumah itu setelah tadi beres bersih-bersih.

Hendaknya (Name) mengambil gelas, tapi tangannya malah lemas dan berakhir──⁠

Prang!

──⁠Pecah.

"Ya ampun, ya ampuunn, apa itu yang pecah?!" Si pemilik rumah seketika datang begitu mendengar suara nyaring dari dapur. Wanita itu sudah langsung disuguhkan pecahan gelas di lantai.

"Astaga, (Name)! Ngapain ngerusakin barang saya, sih! Dikira murah saya beli gelas ini!"

(Name) hanya diam, menunduk, dengan mata yang berkaca-kaca? Jelas.

"Diam aja sekarang kayak patung! Bersihin belingnya!"

Dengan kaku, (Name) bergerak keluar dari dapur, lalu mengambil pengki serta sapu. Fania memperhatikan (Name) yang membersihkan pecahan kaca tersebut.

Diam-diam wanita itu berdecih. "Dasar pelac*r, gak bisa apa-apa selain ngangk4ng." gumamnya

(Name) tentu mendengar itu, ia pun terdiam. Kata yang tak pernah (Name) duga akan Fania berikan. Sesalah itu (Name) bagi Fania?

"Ngapain diam lagi kayak orang tolol?" Fania menatapnya dengan tak sedap hati. "Gak suka saya bilangin kamu pelac*r?"

(Name) mengadah kepalanya, menatap Fania. "Karena saya memang bukan pelacur, saya ini udah jadi menantu ibu."

Fania seketika terdiam. Menajamkan tatapannya kepada (Name).

"Menantu kamu bilang? Saya bahkan gak pernah menginginkan kamu, apalagi menganggap kamu menantu. Kalau bukan karena kamu mengandung anak Sopan, buat apa saya menikahkanmu dengannya." ucap Fania dengan tajam di hadapan (Name).

"Asal kamu tau ya, saya dari jauh-jauh waktu sudah menyiapkan calon istri yang bagus, yang berkualitas tinggi untuk Sopan. Eh, malah ada kamu yang tiba-tiba merusak hidup orang."

"Lagian, ngapain harus anak saya yang kamu hasut? Yang kamu goda agar mau bersetubuh denganmu dan berakhir begini?! Sudah puas kamu dengan hasilnya?!"

Mata (Name) terpejam-pejam selama disemprot oleh Fania. Malahan isinya tuduhan tentang dirinya yang dibilang menggoda Sopan? Rekayasa dari mana lagi ini dah.

Certainty [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang