Chapter 21

570 80 34
                                    

Melihat garis di monitor yang lurus, membuat Sopan sigap. Ia langsung menghubungi dokter dan memberitahukan perihal ini. Untungnya dokter tidak terlambat datang dan segera menangani (Name).

Sopan diarahkan untuk keluar dari ruang rawat selagi (Name) diberi penanganan. Pria itu sudah berada di luar ruang rawat, menatap pintu yang telah tertutup. Doa terapalkan di dalam hatinya, besar harapannya untuk (Name). Ia tak mau kehilangan (Name).

Dari arah lain, ada (Mother) yang baru kembali dari NICU. Ia melihat menantunya sedang berdiri sendiri di depan ruang rawat.

"Ngapain berdiri di sini, nak?"

Sopan menoleh ke arah mertuanya yang baru datang. "Detak jantung (Name) tiba-tiba hilang, dia sedang diberi penanganan di dalam sana. Dokter menyuruh agar jangan ada yang masuk selagi mereka bertugas."

(Mother) ikutan terkejut mendengar penjelasan dari Sopan. Betapa besar ujian hidup yang (Name) dapat, sampai ia akan dipanggil pulang?

Mereka berdua menunggu di luar situ dengan khawatir yang mengelus. Lama rasanya penungguan itu. Sampai beberapa menit kemudian, ada seorang dokter yang keluar, memberi penjelasan terkait kondisi (Name).

"Kondisi pasien sudah kembali baik. Detak jantungnya berhasil dikembalikan, dan sudah berdetak stabil."

Dua orang itu seketika sangat bersyukur untuk itu. Beberapa menit yang sangat menggelitik hati.

"Baiklah, terima kasih atas usahanya, dokter."

Dokter itu hanya mengangguk, turut senang. "Saya permisi."

Lalu, Sopan kembali ke dalam ruangan, disusul oleh (Mother). Mamanya (Name) langsung mendekati (Name) dengan air mata haru berlinang. Sopan ada di dekat situ, ia jadi ikut terharu melihatnya.

Sesaat dari itu, pintu ruang rawat terbuka kembali. Mengalihkan perhatian Sopan, dan melihat ibunya yang baru datang. Fania sendiri tampak ragu untuk masuk.

"Masuklah, bu."

Dengan langkah ragu, wanita itu memasuki ruangan, berdiri di seberang Sopan juga (Mother). (Mother) kini sudah berekspresi biasa, ia bisa melihat Fania di hadapannya.

"Bagaimana dengan keadaan (Name)?"

"(Name) baik-baik saja, bu. Tadi detak jantungnya sempat berhenti, untungnya dengan cepat dia ditangani sehingga detaknya kembali lagi."

Fania tersenyum tipis mendengar itu. "Kamu sudah selalu menjaganya, nak. Kebetulan besok kamu kuliah, berarti--"

"--Sudah saya yang akan menjaganya besok." potong (Mother)

"Saya juga mau menjaganya. Bisa kita menjaganya bersama?"

"Gak perlu, saya sendiri juga bisa."

Fania tau, ada arti lain dari penolakannya itu. "Walau begitu katamu, saya juga harusnya bertanggung jawab sebagai mertua."

"... Bukannya kamu gak pernah menganggapnya menantu? Sekarang, kamu lagi sakit apa sampai bisa mengaku sebagai mertuanya?"

Fania sedikit tertohok mendengar itu. Daripada jadi ribut di tempat ini, ia memilih mengalah. "Baiklah, baiklah. Sebaiknya jangan ditambah panas. Besok jagalah (Name) sendiri di sini."

Untung situasi ini bisa ringan, sesuai ekspektasi Sopan.

Besok hari, merupakan Hari Senin. Sopan kembali berkuliah seperti biasa. Sopan berada di rumah sejak jam lima pagi, agar ia bisa bersiap pergi kuliah. Sekarangpun, matahari sudah terbit dan Sopan sudah berangkat ke kampus.

Sementara itu, di ruang rawat cuma ada (Mother) dan (Name). Seperti biasa, (Name) mandi pagi dengan cara dilap, setelahnya dibantu berpakaian kembali dan juga disisir.

Certainty [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang