"Keep going."
Supir tak ingin ikut campur. Sekalipun mungkin ada spion tengah sebagai aksesnya untuk melihat ke belakang, pada kursi penumpangnya, tapi Hongjoong sendiri cukup waspada untuk tetap memintanya melihat ke depan.
Bayaran dari rekan Seonghwa sebelumnya sudah lebih dari cukup--ada yang ingin disembunyikannya juga; mungkin bertemu selingkuhan atau pelacurnya di hotel itu, selagi disuruh untuk memastikan Seonghwa pulang dengan selamat karena itu bukan tanggung jawab Hongjoong?
Namun satu perintah dari Hongjoong lebih menekan, seolah membuat supir tahu untuk tak membuat masalah dengannya.
Jalanan macet--besok hari Sabtu, orang-orang sudah mulai mencari hiburan malam sejak hari ini.
Dan ya, Hongjoong akan tiba lebih dahulu.
Setelah itu Seonghwa, berdasar dari alamat.
Di sana, di belakang, Hongjoong masih duduk di tempatnya semula. Yang berubah adalah Seonghwa--yang sedang tak enak badan sampai pagi tadi dilarikan ke UGD dikarenakan muntah-muntah. Seonghwa dalam keadaan lemas, pucat, pemandangan yang cukup biasa sering terjadi jika Hongjoong mengingat kekasihnya di rumah.
Persamaan lainnya adalah ini.
Ketika mereka sakit, mereka lebih rentan merengek, merintih, memohon, mendesah dan membutuhkan.
Terlihat dari entah bagaimana bermula, Seonghwa berada di pangkuannya. Dahinya bertumpu pada bahu Hongjoong, selagi kedua tangannya berusaha meremas apapun, baik jok maupun kaca mobil di sampingnya. Sedangkan panggulnya, pahanya, pantatnya, bergerak. Menggesek, dalam konteks sangat membutuhkan untuk sesuatu.
Dan Hongjoong; kedua tangannya berada di pinggang Seonghwa, tapi dengan menyelip ke balik mantel yang dikenakannya. Menutupi seluruh sentuhannya, sambil bersandar, sekalipun Seonghwa tak melihatnya.
Di sekujur tubuhnya pasti memar-memar yang ditunjukan padanya masih terasa nyeri.
Untuk Hongjoong, semua itu indah.
Tetapi cara pandangnya berubah karena Yeosang.
Menurut Yeosang, seluruhnya harus sempurna.
Jadi selama kehidupannya setelah kejadian itu, Hongjoong membiasakan diri dengan kesempurnaan, yang suci tak bernoda, padahal...
...Seonghwa di matanya adalah bentuk sebuah kesempurnaan.
Terluka.
Teraniaya.
Terpuruk.
Emosi-emosi nyata yang menjadikannya sebagai manusia.
Sayangnya jika memutar hari ini, mungkin akan memudar di kemudian hari--walau ngilu dan nyerinya tidak.
Tak bisa.
Tak indah.
Hongjoong agak mendorong tubuh Seonghwa menjauh, membuatnya menyaksikan mata sayu dan lemas itu menatapnya, secara basah--dan kesulitan. Kejantanan Seonghwa berkedut-kedut, terasa di paha Hongjoong, tapi tak berani meminta lebih. Napas Seonghwa juga terasa berat, menerpa wajah Hongjoong dalam diam.
Di dalam taksi itu hening.
Sedangkan di luar suara samar klakson-klakson berhamburan--semua ingin cepat sampai di tujuan.
Hongjoong tahu menyetubuhi seseorang dalam kondisinya seperti ini sangatlah... menggairahkan. Namun tidak. Yang Hongjoong lakukan adalah menarik wajah Seonghwa mendekat dari pipinya, memaksanya untuk memiringkan kepala.
Dan dia melumat leher di salah satu bagian dari lebamnya.
Memastikannya meninggalkan jejak.
Yang terlihat.