PART 15
Moni sadar, ia telah mempermalukan dirinya.
"Eng... Ya udah, lo balik aja buruan gih, mumpung aman."
Darlang tak langsung beranjak. Ada yang menarik rasa penasarannya. Seberapa aneh gadis itu hingga tak ada yang ingin satu tenda dengannya?
"Besok malem gue bantuin lo nyuci piring deh."
Moni nampak ragu, ia tak yakin pemuda itu akan datang untuknya.
"Hmm... ya, lo liat besok. Kalo lo lupa, gapapa."
"Emang lo mau nyuci semua piring sendiri...??"
"Kan gue yang dihukum. Lagian kalo ketahuan dibantuin, ntar gue disuruh nyuci tenda lagi..."
Darlang nyengir, sambil masih terheran-heran. Jeda beberapa saat. Suara serangga-serangga malam di luar sana mulai mendominasi keheningan.
"Terus, sekarang, lo gapapa gue tinggal sendirian?"
"Gue...? Dari tadi juga sendirian... Dari dulu juga..."
Suara Moni terdengar memelan di bagian akhir. Sementara Darlang masih terus menimbang-nimbang, alasan apa yang menahannya untuk tak beranjak jua dari sana? Seakan Darlang dapat merasakan kesepian yang dirasakan Moni. Di tenda sempit ini, apakah rasa semacam itu menular, seperti flu atau rasa kantuk misalnya? Seakan mereka terhubung... Sesuatu yang sudah lama sekali tak pernah ia sadari kehadirannya, di tengah keseruan masa remaja dan pertemanannya. Seolah Darlang merindukan rasa sepi itu...
"Kucing lo namanya siapa?
"Sapi."
"Sapi lo namanya?"
"Gak punya. Tapi kalo ada, nanti gue kasih nama lo kali ya? Kunyuk?"
"Eh, nama gue Darlang. Inget-inget ya. Kok jadi kunyuk??"
"Oh, sori... Tadi senior-senior manggil lo kunyuk soalnya."
"Hahaha... Sialan. Lo tuh kocak banget anaknya ya?"
Senyum Moni kembali mengembang, pujian itu melebihi nilai tertinggi yang ia peroleh di sekolah. Dan entah kenapa Darlang ikut lega melihat senyum itu.
"Nama lo siapa sih?"
Darlang mengulurkan tangannya, tersadar setelah sekian lama mereka belum berkenalan. Moni pun menyambutnya dengan malu.
"Moni."
"Moni? Gue tebak ya. Dari Moni-ka, ya kan? Keliatan banget dari penampakan lo, nama lo pasti Monika."
"Eng... Harmoni."
Mendengar itu Darlang terperanjat. Nama itu memberikan resonansi pada ingatan masa kecilnya, yang tiba-tiba bangkit dari kubur untuk kembali terkenang... Sebuah trauma yang ingin ia lupakan.
"Serius? Nama lo Harmoni??"
"Iya. Kenapa?"
"Hmm... gapapa. Gue tebak lagi ya..."
Tiba-tiba Darlang menyanyikan sepotong lagu...
"Ebony and ivory... live together in perfect... 'harmony'... Nama lo dari lagu itu kan?"
Darlang seakan bangga berhasil menebaknya. Moni terbengong-bengong mendengarnya.
"Itu lagu apa...?"
"Stevy Wonder & Paul Mc Cartney. Masa gak tau?"
"Engga."
"Itu lagu terkenal pas jaman-jaman kita lahir. "
"Oh..., pantesan gue gak tau. Baru juga lahir..."
"Eh, itu lagu abadi. Gue seneng lagu lama soalnya."
"Eng... suara lo... bagus."
"Hmm."
"Kalo gue dari kecil sampe sekarang, kaset yang diputer di rumah gue itu-itu aja. Lagu mandarin kesukaan mami gue. Untung sekarang gue punya radio sendiri, dan ada MTV. Gue suka lagunya Denada..."
"Oh, gue tau. Gue dikasi CD kompilasinya dari om gue yang kerja di MTV. Terus..., jadi kenapa nama lo Harmoni...??"
"Nama gue diambil dari domisili keluarga gue, di Harmoni. Gue kan lahir dan tinggal di ruko engkong gue itu. Kata ibu gue waktu gue kecil, biar kalo suatu hari gue ilang, atau tersesat, gue gampang pulangnya... tinggal ke Harmoni."
"Serius?? Harmoni yang deket Glodok?? Itu nama lo??"
Darlang seakan tak percaya.
"Iya."
"Ooooh... Kreatif juga bapak ibu lo. Kalo lo lahir di Glodok, gue gak berani tebak nama lo apa..."
"Hehe... Mereka orangnya praktis sih."
"Gue tebak lagi nih. Ruko lo jualan alat musik kan? Ebony... ivory... Jual piano?"
Darlang kembali menyanyikan potongan lagu tadi...
"Pompa aer."
"Ah udah ah...! Males gue main tebak-tebakan sama lo. Salah mulu."
"Hihihi..."
"Ya udah, gue balik ya..."
"Hah? Oh... eng... ok..."
Ada rasa teriris di hati. Seumur hidup Moni belum pernah berbincang sepanjang itu dengan seseorang... seakan ia telah lama mengenalnya. Bagi Moni, momen di tenda ini adalah momen terindah yang pernah ia miliki seumur hidupnya... dan ia masih tak ingin merelakannya. Ada kesedihan yang melekat dalam rasa bahagia itu, yang membuat saat ini menjadi semakin berharga, karena esok mungkin semuanya sirna... Ia akan kembali terlupakan, seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya.
Namun ada hal yang tak diketahui oleh Moni maupun Darlang serta para penghuni perkemahan saat itu. Bahwa bulan purnama kali ini tengah mengorbit pada jarak terdekatnya. Berbaris sejajar matahari, mengapit bumi, dan mengombang ambingkan mahkluk bermolekul air di dalamnya. Seakan ada lautan di dalam diri mereka yang siap berpasang surut... entah tertarik naik atau turun...
Moni akhirnya menerima, takdirnya sebagai manusia paling kesepian di muka bumi perkemahan ini. Ia menikmati kebahagiaan kecil yang walau hanya sebentar. Setidaknya, kehadiran siluman itu tlah memberinya alasan, untuk tak melompat ke jurang... karena masih ada satu pekerjaan besar baginya esok malam, mau ada atau tidak ada pemuda itu, yaitu mencuci piring buat satu angkatannya...?!? Alasan yang tak terlalu jelek, pikir Moni tersenyum haru. Diam-diam ia pun mulai memejamkan mata, dan memanjatkan doa.
Silahkan melanjutkan ke episode selanjutnya ya... :)
Ikuti versi audio-nya di YouTube channel : Aisereht07
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret Romance - 1998
Humor...Ada gemuruh juga keheningan, ada selintir nyeri juga hangat yang berpendaran... Mereka yang saling membaca, walau dalam diam. Senyum itu mulai tersungging, yang termanis yang pernah dilihat Khalil, yang tertulus yang pernah dirasakan Moni. Walau...
