PART 47
Kipas angin duduk di pojok kamar dipaksa untuk digantung sekenanya di dinding, pemutar arah di bagian tengahnya sudah mati, membuat Soleh hanya punya 2 pilihan : sakit kepala atau kegerahan. Suara dengungannya tak seberapa dibanding suara TV dari lantai bawah yang senantiasa menembus lantai multiplek, demikian pula suara 5 adiknya yang masih kecil-kecil bermain, bertengkar, menangis, merengek, dan sebagainya, dari kamar sebelah yang hanya disekat tirai kain. Tak ada yang namanya privasi di rumah ini. Sudah hampir 1 tahun Soleh harus tinggal dalam kondisi menyesakkan tersebut, tanpa bisa memilih. Suara adiknya yang berkelahi, membuat kepalanya semakin pening, Soleh bangkit menghampiri kedua bocah tersebut dan mengeplak kepala mereka. Terkadang orangtua membutuhkan seorang anak sulung untuk mendisiplinkan anak-anak lainnya. Namun semua suara-suara di lantai 2 ini tak ada artinya, ketimbang keributan-keributan dari dua pemeran utama di rumah ini.
Biasanya diawali persis seperti ini. Ayah Soleh berselonjor di atas tikar depan TV, masih terus bersahut-sahutan dengan suara penyiar berita yang membawakan aneka peristiwa sepenjuru tanah air, terutama di ibukota.
"Halah... Boong semuanya ini berita! Negara bobrok itu gara-gara kebanyakan KKN, kasi angin terus tuh ke konglomerat-konglomerat, tukang tipu semuanya...!"
"Percuma marah-marah sama TV! Buang-buang waktu, mending cari duit yang bener! Anak 6, mau makan apa?? Nih tangan udah keriput cuciin baju-baju asem tetangga punya, masih aja kurang tiap bulan!"
"Mau kerja apa?? Di-PHK semua! Kalo bukan gara-gara si bos Cina sialan itu bawa lari pesangon bapak, kita udah bisa bikin empang lele! Kalo laper tinggal makan aja itu lele sendiri..."
"Ya bapak kemaren, rumah udah dijual, katanya buat modal, malah dikasih ke orang gak jelas?? Katanya mau diputer dulu, malah buntung! Makanya cari duit gak usah aneh-aneh, pake tangan sendiri! Nyuci kek, tambel ban kek..."
"Mulutmu aku tambel mau?? Enak aja, mantan kepala sekuriti disuruh tambel ban??"
"Ya kerja dong! Jadi sekuriti atm kek, sekuriti telpon umum kek kalo perlu!"
Braak...! Terdengar suara barang dibanting. Tak lama Soleh nyelonong berjalan melewati kedua orang tuanya menuju ke pintu keluar begitu saja. Ayahnya hampir terjengkang saking terkejutnya.
"Heh?! Soleh! Mau kemana malem-malem??"
"Ngaji!"
"Ngaji-ngaji?? Kelakuan kayak gini, banting-banting barang, pergi nyelonong gak pamit?? Bo'ong aja lo! Bapak tes sampe rumah nanti...!"
Soleh tak peduli. Ia hanya ingin segera mengentaskan semua kepusingan di kepalanya secepat mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret Romance - 1998
Humor...Ada gemuruh juga keheningan, ada selintir nyeri juga hangat yang berpendaran... Mereka yang saling membaca, walau dalam diam. Senyum itu mulai tersungging, yang termanis yang pernah dilihat Khalil, yang tertulus yang pernah dirasakan Moni. Walau...
