PART 82
"Kalo gak mau cerita, papa aja deh yang nanya-nanya..."
Sang ayah tak menyianyiakan waktu saat kumpul bertiga. Khalil langsung pura-pura tidur mendengkur.
"Zzzzzz..."
"Ayo dengerin tuh, papa mau ngomong."
"Khalil... Kamu dari kemarin kan masih bingung ditanya mau kuliah apa. Papa & mama udah bikin rencana buat kamu. Gimana kalo kamu ambil D3 komputer akuntansi aja? Nanti kerjanya bisa bareng papa. Magang di tempat papa, langsung praktek, dapet gaji nanti. Papa baru 2 tahun lalu mulai buka kantor sendiri, eeh krismon. Pegawai terpaksa dirumahkan, tinggal sisa 3 orang. Padahal prospeknya cerah. Kalo kita bangun sama-sama, bareng mamamu juga, jadi perusahaan keluarga, nantinya kamu tinggal lanjutin aja apa yang udah kami rintis. Dan kalo udah ada uang, kamu tinggal kuliah lagi sampe sarjana. Gimana, Khal? Papa juga udah ambilin brosurnya nih..."
Sang ayah segera membuka laci di samping tempat tidurnya, dan dengan cekatan menyerahkan brosur itu ke Khalil.
"Iya, Khal... Kampusnya juga gak terlalu jauh, jadi kita bisa selalu bertiga..."
"The three musketeers...!"
Sang ayah sok asik, dengan penuh semangat kedua orangtuanya mengapit anak semata wayang itu, berharap respon positif darinya. Khalil menatap hampa brosur di hadapannya.
"Akuntansi...??"
Yang ada membuat kepala Khalil semakin penat. Ayah ibunya adalah orang tua yang paling baik sedunia. Membesarkannya dengan penuh kasih sayang dan kebebasan, bahkan memperlakukan dirinya seperti teman. Sang ayah dididik keras oleh kakek Khalil, karenanya ketika memiliki anak ia berjanji akan memberi pendekatan yang jauh berbeda. Mereka hampir tak pernah menuntut apapun pada Khalil, bahkan tidak merasa perlu anak tersebut membuktikan apa-apa ke mereka. Karena itulah kalau ada satu saja permintaan dari mereka, Khalil berharap bisa memenuhinya. Sang ibu ingin agar mereka selalu bertiga? Membuat sang anak semakin tak tega. Namun, ia juga tahu, sebagai anak tunggal, apapun yang ia minta orang tuanya pasti akan selalu menuruti. Sekalipun Khalil bukan anak manja, dan jarang sekali minta apa-apa.
"Pa... Ma... Aku... pengen kuliah di Milan. Ambil jurusan industrial design."
"Apa?? Milan...?? Itali...??"
"Iya. Dari kecil kan aku suka banget gambar mobil, dan aku juga suka ngutak ngatiknya. Aku pengen jadi desainer mobil. Aku pengen kerja di Ferrari. Kalo aku kuliah di sana, rasanya udah deket aja sama impianku..."
"Astaga... papa pikir itu cuma hobi...?? Kamu beneran pengen bikin supercar dan jadi pekerjaan kamu??"
"Abis, apalagi yang aku bisa...? Masa akuntansi?? Itu nilaiku paling jeblok sekarang..."
Seketika itu juga kedua orang tuanya menjadi ikutan pening. Ayahnya bahkan mencurigai hal lain.
"Jangan bilang kamu penggemar AC Milan sekarang??"
"Masa aku membelot? Kita tetep MU dong, pa..."
"Itali itu jauh, nak... Kalo kamu sakit, mama gak bisa usep-usep perut kamu pake minyak angin, nanti gimana...??"
"Ya aku gak bilang deket, ma. Itu kan rencanaku, gak tau diterima apa engga. Tapi aku mau usaha dulu..."
"Kenapa kamu bisa tiba-tiba berpikir ke sana sih, Khal...? Kita kan bukan orang kaya, papa belum kebayang bisa sekolahkan anak di luar negeri..."
"Aku termotivasi aja buat berani ngejar mimpiku. Aku ngeliat temenku yang juara olimpiade matematik. Dia keturunan Cina. Aku juga udah mulai belajar bahasanya... Vuoi essere la mia ragazza..."
"Apa itu nak? Bahasa Cina...??"
"Astaga... Bahasa Arab itu. Bahasa Itali lah, ma...?? Jangan bercanda dong, ini anaknya lagi serius..."
"Oooh... Tapi nak, kamu kan jurusan IPS, emang bisa masuk, apa tadi... desain industri?"
"Katanya mereka lebih ngeliat portofolio, ma. Gambar-gambar aku kan banyak tuh..."
"Wuaah... kalo itu syaratnya, pasti diterima kamu. Gambar kamu kan cakep-cakep banget tuh. Cuma masalah biaya... kalo bisnis papa lancar pasti papa dukung, tapi kalo krismon berkepanjangan... tinggal setahun lagi kamu masuk kuliah..."
Sang ayah sedikit termangu. Namun Khalil telah siap dengan skenarionya.
"Aku mau ngejar beasiswa negara miskin aja. Beasiswanya full termasuk biaya hidup. Aku juga bisa nyambi-nyambi kerja apa kek. Kalo gak dapet itu, ya aku gak usah berangkat."
"Hmm... Ada untungnya juga punya negara miskin sekarang ya, pa...?"
"Ya gak gitu juga kali, ma...?? Ya udah, kamu berjuang deh supaya keterima, yang lainnya pasti ada jalan kalo memang rejekinya. Kita dukung aja ya, ma...?"
"Semua sih tergantung kerja keras kamu ya, nak... Mama papa tinggal dukung. Besok-besok mama masakin spaghetti, fettuccine... biar perut kamu gak norak. Nanti kalo kamu sakit perut, mama lagi disuruh ke Itali...??"
"Hah? Serius...? Segampang ini mama papa kasi aku pergi? Emang nanti gak kangen...? Katanya pengen kita selalu bertiga...??"
"Ya itu kalo gak ada pilihan... Kalo kamu punya pilihan lain dan berhasil mendapatkannya, papa sih seneng-seneng aja berduaan doang sama mama..."
"Kangen ya pasti kangen, nak. Mama belum kebayang rumah tanpa kamu... Tapi nanti kita bikin lomba, siapa yang bakal kangen duluan... Mama yakin pasti papamu nih, hihihi..."
"Ah, papa sih kuat... Apalagi kalo pulang- pulang dibawain Ferrari..."
"Yah... gak jadi terharu deh aku..."
Mereka bertiga tertawa. Tak terasa Khalil mulai mengantuk, dan langsung tertidur lelap di tengah-tengah percakapan orangtuanya yang menghangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret Romance - 1998
Humor...Ada gemuruh juga keheningan, ada selintir nyeri juga hangat yang berpendaran... Mereka yang saling membaca, walau dalam diam. Senyum itu mulai tersungging, yang termanis yang pernah dilihat Khalil, yang tertulus yang pernah dirasakan Moni. Walau...