PART 77
Dan saat mata itu terpejam... entah mengapa yang hadir di kepala Moni adalah pemandangan padang rumput di bukit itu... hanya ada ia dan sahabatnya... Ia ingat kala pertama kali membuka mata di pagi itu, memandang siluet pemuda yang tengah bersantai dengan bahu bidangnya tersangga lengan dengan sikut yang menempel di tanah... Ia ingat senyuman khas itu menaikan suhu tubuhnya dari dingin udara pagi... ia ingat matahari yang terbit pada kedua bola mata indah di balik kerjap-kerjap bulu mata nan panjang itu hangatnya abadi di dadanya... ia ingat cahaya keemasan yang menyoroti ikal-ikal rambut sang sahabat dimainkan angin... ia ingat wangi rumput bersama embun yang membasahi celana mereka...
Yang Moni tak tahu, fenomena keterpautan yang tengah bekerja di antara mereka... pun di saat yang sama melemparkan pemuda itu ke sana... seakan sel-sel neuron itu berasal dari sumber yang sama, mengirim pesan dan memproyeksikan pikiran yang sama... bahkan jantung mereka pun berdetak seirama... Khalil ingat sesaat sebelum matahari terbit dari balik gunung di kejauhan sana yang mulai memancarkan ujung-ujung mahkota sinarnya... ia ingat pipi Moni yang merah jambu kedinginan... rambut lurusnya yang naik acak-acakan setelah bangun tidur... ia ingat cahaya yang menerpa wajah manis kala tersenyum yang membuat mata itu kian menyipit dan memandang ke arahnya seakan dirinya pusat semesta... ia ingat suara tawanya... suara tawa mereka bersama...
Tiba-tiba kedua insan itu sama-sama tertegun, membuka mata dan kembali ke dalam ruangan yang penuh sesak... keterpautan itu masih terus bekerja, menolehkan wajah mereka pada saat yang bersamaan ke samping, dan kedua sahabat itu saling bertatapan dengan cara yang berbeda... Musik favorit itu mengalun di telinga dan di kepala... orang-orang di sekitar yang ikut melantunkan lagu bersama sang idola... yang kian lama kian memudar, tertinggal hanya mereka berdua di sana... segenap emosi berkelindan... ada gemuruh juga keheningan... ada selintir nyeri juga hangat yang berpendaran... tak henti mengisi penuh relung hati hingga tumpah meruah kemana-mana... Mereka yang saling membaca, walau hanya diam... senyum itu mulai tersungging perlahan... yang termanis yang pernah dilihat Khalil... yang tertulus yang pernah dirasakan Moni... Namun pada satu titik mereka tak ingin menguak rahasia masing-masing... pun tak ingin merusak apa yang tengah mereka rasakan...
Momen itu terjadi begitu cepat, sekali lagi mendaratkan Khalil dan Moni ke dunianya yang 3 dimensi + 1. Dalam senyap masing-masing kembali meluruskan pandangannya ke atas panggung... mencoba mencerna apa yang tengah berkecamuk... Rasa-rasa yang lain mulai datang berlarian panik. Kekhawatiran yang mengemuka, bibit-bibit ketakutan akan harapan... akan kehilangan... serta terluka... Namun rasa terdalam yang pertama datang sebelumnya..., mereka tak yakin tahu bagaimana mengekspresikannya... meluapkannya... sama halnya tak tahu pula bagaimana cara menyangkalnya... membohongi dirinya...? Keterpautan itu terus berjalinan rapat dengan benang-benang kosmiknya yang tak kasat mata... Bagimana akhir dari ujung lorong tersebut...? Akankah mereka sampai di sana dengan selamat...?
Khalil berusaha mencari-cari celah kesalahan pada otaknya, bagaimana ini bisa terjadi...? Kehadiran gadis aneh di sebuah momen nan ganjil pada malam di tenda itu, yang tanpa disadari telah membuat ia membuka pintu hati selebar-lebarnya pada hal apapun yang tak terbayangkan sebelumnya... kepekaannya yang kian menjadi... dengan cerobohnya ia menempatkan sosok itu sebagai sahabatnya, karena ia pikir hal-hal yang lebih dari itu tak akan mungkin terjadi... antara dirinya dengan gadis seperti Moni...? Namun ia salah. Semua tentang Moni, terasa sangat manis... dan di kepalanya kini tak lain hanya ingin mendekap gadis itu erat-erat...
Begitu pula Moni... Apa yang telah ia lakukan? Malam itu, berdiam sendirian di tendanya, di dalam kekosongan... merapalkan elegi tuk bersiap membuka pintu lubang hitamnya dan melompat ke sana... hingga pemuda itu tiba-tiba mencuat begitu saja bagai terlontar dari langit seberang... beserta seluruh kegaduhan dan kekonyolan yang dibawanya ke tenda itu... yang akhirnya menarik Moni keluar dari pusara gravitasi kegelapannya... Moni merasakan surga... yang walau sementara, menetap selamanya di hati & pikirannya... Namun sesuatu yang ia biarkan tumbuh sejak awal itu... menakutkannya... bahwa ia benar jatuh cinta kepada sahabatnya...? Namun mungkinkah dunia yang kini ditinggalinya memberi tempat bagi rasa itu mewujud nyata...? Karena di luar sana mereka bagaikan bumi dan langit...? Dalam batin yang merana, Moni pun bermadah... "Khalil, sahabat yang menerangi langitku... Langit begitu luas, bagaimana caraku memelukmu...?"
Maka di ruangan besar penuh sesak ini, Khalil dan Moni berdiri santun, bersandingan, bersama hati yang terpaut, dengan perbedaan di luar sana yang membentang jarak seakan ribuan kilometer jauhnya... Koin probabilitas itu masih terus berputar... mencipta semua gelembung kemungkinan yang telah ada sejak pertama... tanpa satupun mampu membuat ketetapan hati 'tuk runtuhkan hakikat gelombang dan memilih celah sempit mana yang harus dilalui... Namun akankah kepastian menjadi hasil akhir...? Atau membiarkan misteri itu merebak tuk kelak meninggalkan jejak-jejak keindahannya...?
Catatan penulis :
Bagi pembaca yang tidak terlalu meminati science, catatan penulis ini bisa dilewatkan. Dan kalimat-kalimat di episode ini tetap bisa dinikmati sebagaimana kalimat puitis umumnya... :)
Bagi pembaca yang menggemari science, ada beberapa fenomena di dunia Quantum Mechanics dan Teori Relativitas Umum yang menarik hati saya, yang saya coba kaitkan dengan peristiwa sederhana dalam kehidupan Moni & Khalil dalam bentuk metafora : (1). dapatkah sebuah bintang beberapa saat sebelum mengakhiri masa hidupnya lewat supernova yang kemudian menyusut tersedot gravitasinya menyisakan black hole dengan singularitasnya, memiliki 'kesempatan' / kondisi lain yang memungkinan bintang tersebut 'gagal mengalami / selamat dari supernova' ? Kehadiran bintang lain dalam sistem biner-nya, memberi materi / energi tambahan pada bintang pertama - accretion material, bukan mustahil dapat menyelamatkan bintang tersebut, diibartkan kehadiran Khalil tiba-tiba ke tenda Moni yang tengah berputus asa. Ikuti cerita ini selanjutnya, mengapa 'dua bintang' ini bisa mengorbit satu sama lain...? (2). 2 titik atau 2 kutub yang terpisah jarak (Moni & Khalil) dalam sebuah kondisi khusus (kalau boleh dianggap kondisi genting atau terdesak atau saling membutuhkan) tanpa sengaja saling tarik-menarik dengan gaya magnet / gravitasi kuat yang melengkungkan ruang waktu hingga bertemu di satu titik yang melapangkan terbentuknya saluran worm hole / lubang cacing (yang membuat keduanya terhubung), sekaligus metafora dari terowongan yang membawa Moni & Khalil ke sebuah 'alam semesta lain' atau pararel universe (realitas yang mungkin lebih 'membahagiakan / dipenuhi cahaya'). (3). kata 'keterpautan' untuk menerjemahkan 'quantum entanglement' saya gunakan untuk lebih menekankan keterlibatan 'kesadaran' antara dua partikel yang terpisah jauh oleh jarak (perbedaan latar belakang pun boleh jadi sebuah 'jarak') dapat berperilaku secara identik di waktu tertentu (sama-sama mengingat peristiwa sebuah pagi di bukit saat camping ketika Moni & Khalil berada dalam sebuah konser, dan sama-sama menoleh ke arah satu sama lain, serta irama jantung mereka konon sama) seolah-olah mereka adalah satu entitas, ketimbang interaksi teknis semata macam aplikasi qubit dalam komputer quantum. (4) sifat dualitas partikel-gelombang cahaya foton dalam Double Slit Experiment, melewati celah ganda tanpa mengalami 'wavefunction collapse' atau 'runtuhnya fungsi gelombang' (saya gunakan istilah 'hakikat gelombang') sebelum / tidak adanya 'pengamatan' diibaratkan sikap Moni maupun Khalil yang dilanda kebingungan / belum mengambil keputusan / ketetapan hati, yang artinya 'koin probabilitas masih berputar' menciptakan 'superposisi' sekaligus 'multiverse', namun pada poin ini saya ingin mengarah pada dilema yang dialami Moni & Khalil - keputusan untuk enggan memilih adalah juga sebuah 'pilihan untuk mengikuti takdir' (secara filosofis alih-alih melakukan intervensi lewat 'free will' / keinginan untuk menentukan hasil akhir), yang kelak menciptakan 'pola-pola interverensi' di papan pengukuran ('jejak-jejak keindahannya') yang artinya foton di sini dibiarkan menjadi gelombang / bukan partikel.
Tentu saja ini semua hanyalah interpretasi bebas yang sangat layak untuk didebat / disanggah... :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret Romance - 1998
Humor...Ada gemuruh juga keheningan, ada selintir nyeri juga hangat yang berpendaran... Mereka yang saling membaca, walau dalam diam. Senyum itu mulai tersungging, yang termanis yang pernah dilihat Khalil, yang tertulus yang pernah dirasakan Moni. Walau...