PART 32
"Enggaklah. Kecuali muka lo mirip Alan Budikusuma..."
Pada akhirnya persahabatan itu bukan tanpa rahasia. Moni sendiri tak memahami apa yang tengah ia rasakan saat ini. Semua bersama Khalil... adalah yang pertama bagi Moni. Mendengar itu Khalil tampak lega.
"Lo anak kecil aja pake naksir om-om... Hehe..."
Sementara Moni semakin gundah, ia ingin bisa dengan jujur mengatakan apapun.
"Eng... Emang... lo suka... ngobrol sama gue...?"
"Emang lo engga?"
"Jujur...? Gue... bukan suka sih... lebih ke bahagia... mungkin lebih dari itu... gak tau lagi apa namanya... Tapi itu juga yang membuat gue sekarang... merasa takut..."
"Takut? Emang lo masih mikir gue werewolf??"
"Eng... gue takut, harapan gue gak terjadi..."
Gantian Khalil tertegun. Suaranya menjadi datar.
"Emang apa harapan lo...?"
"Gue hanya berharap... kita selalu bisa ngobrol seperti ini... besok-besok..."
"Kenapa besok? Saat ini kan kita lagi ngobrol. Emang lo gak happy?"
"Happy dari tadi... cuma sekarang gue takut..."
Khalil dipenuhi keheranan.
"Gak ngerti gue. Kalo emang bikin takut, kenapa gak lo buang aja itu harapan?"
Jantung Moni seakan berhenti. Pemuda itu tiba-tiba menjadi dingin, sedingin rumput basah yang ditiup angin dini hari... Apakah Khalil tak ingin Moni berharap apapun padanya...? Namun di detik ini, itu sudah terlambat... Moni sudah melakukannya. Diam-diam satu dua air mata mulai terlepas tanpa pamit. Moni berusaha menyembunyikannya. Namun tanpa melihat pun Khalil merasakannya.
"Mon, lo tuh kenapa? Ngapain nangis? Salah gue apa?"
"Engga... lo gak salah... Gue juga gak nangis... Cuma kelilipin rumput..."
"Yah... ngibul lagi dia..."
Tiba-tiba Khalil mengangkat kembali kelingkingnya ke atas, dilatari bentangan sabuk bintang dengan sinar kecilnya yang berkelap-kelip menembus lapisan demi lapisan tahun cahaya untuk sampai di mata mereka saat ini...
"Kemarin, kita udah janji... bahwa apapun yang terjadi, kita adalah teman... Jadi hanya itu yang perlu kita tau sekarang. Gue gak mau lo ketergantungan. Gue bukan narkoba. Dengan atau tanpa gue, lo harus bisa happy. Dan kita, akan selalu baik-baik aja... artinya lo pun akan baik-baik aja..."
Moni mengusap air matanya. Memandang kelingking Khalil, ia belum berani meraihnya kembali...
"Tapi Khal... kalo kita teman... kenapa gue gak boleh berharap... besok-besok... saat di sekolah... saat gue mungkin sedih, lagi gak baik-baik aja... atau saat gue pingin banget ngobrol sama lo... kita selalu bisa... sedekat ini...?"
Khalil menarik nafas panjang-panjang, dan menghembuskannya perlahan-lahan.
"Kalo sedih ya sedih aja, jangan lama-lama, jangan sering-sering. Abis itu juga baik lagi."
Tak ada ucapan pemuda itu yang dapat menenangkan Moni lagi. Walau tetap mencoba menertawakan kondisinya yang galau berat ini.
"Apa gak ada saran lain, Khalil Gibran...?"
Senyum Khalil akhirnya tersungging.
"Lo gak paham maksud gue. Kita gak pernah tau apa yang terjadi besok... Mungkin gue mati digebukin sama Beno, atau gue akhirnya pacaran sama Alisa... Saat ini, kalo lo happy bareng gue di sini, ya udah nikmati... Jangan lo rusak dengan sok ngeramal yang belum terjadi. Gue ini Khalil... Teman. Bukan Superman. Kostum superman udah gue kubur dalam-dalam di tanah. Jadi tolong pegang janji lo, bahwa lo akan baik-baik aja..."
Moni belum sepenuhnya mengerti apa yang disampaikan Khalil, hanya demi pemuda itu saja ia beranikan berjanji, untuk selalu baik-baik saja... Sesuatu yang tak pernah mampu ia janjikan pada dirinya sendiri... Moni pun meraih kembali kelingking besar yang menghadapnya itu... Dan ketika kedua jari itu kembali saling mengait... memperbaharui perjanjian... tak satupun ingin melepasnya... seakan telah ada sejak awal mula... tak terpisahkan...
Di langit, bulan purnama menyoroti inisiasi itu bagai mata yang selalu mengamati, dengan penuh kelembutan... Cahayanya mengikat erat jalinan itu, menyatu dengan jalinan rumput, pohon, gunung, angin, tanah, kemah-kemah beserta isinya... Tubuh keduanya pun melayang... melebur bersama seisi galaksi... terburai bagai butiran pasir, menari, berputar, dalam irama nan harmoni... bercahaya... hangat... penuh kasih... tanpa syarat... Moni dan Khalil hanya terkulai, memasuki sesuatu yang menggetarkan tak terjelaskan... Dan waktu adalah benar ilusi... Apa yang mampu diukurnya, ketika dua insan tengah menggenggam abadi...? Khalil memejamkan mata... menikmati... Sementara Moni rela mati untuk saat ini...
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret Romance - 1998
Humor...Ada gemuruh juga keheningan, ada selintir nyeri juga hangat yang berpendaran... Mereka yang saling membaca, walau dalam diam. Senyum itu mulai tersungging, yang termanis yang pernah dilihat Khalil, yang tertulus yang pernah dirasakan Moni. Walau...
