PART 32
Khalil terkekeh-kekeh.
"Ati-ati ngobrol sama gue. Jidat lo bisa rata lo keplakin terus, hehehe... Tapi lo hebat banget, Mon... Lo dapet hadiah apa kalo ikut lomba-lomba gitu? Kok lo gak bangga sih?"
"Hmm... Itu tahun lalu, 1997. Gue cuma dapet perak... Piala sama hadiahnya buat sekolah, gue dibayarin ongkosnya, pulang pergi ke Argentina. Ada pihak-pihak yang janjiin beasiswa buat kuliah juga nanti sih. Lumayanlah."
"Enak dong lo, gak usah mikirin kelas 3 besok. Kok lo gak seneng sih? Malah tadi bilang lo benci sama diri lo?? Gak punya alasan tau gak, lo..."
"Seneng sih, pas menang lewat sehari. Tapi ternyata apa yang gue kerjakan gak mengubah apa-apa saat gue balik ke kehidupan nyata. Gue tetep gak punya temen. Gue tetep harus menghadapi kesepian gue, kesedihan gue..."
"Hmm... Lo betah banget sih sedih terus? Bikin dong diri lo happy."
"Gue happy saat belajar sendirian, gue happy saat makan coklat... Itu pelarian gue. Tapi ternyata dua-duanya malah bikin gue makin terasingkan saat gue balik ke kehidupan nyata... Dan berat badan gue tambah naik..."
"Kan ada Sapi yang nemenin lo. Emang dia gak bikin lo happy? Terus, emang lo gak terima badan lo saat ini? Emang orang gemuk gak bisa happy?"
"Iya lo ngomong kayak gitu..., tapi gue tau kok, tadi waktu di dapur lo kaget kan liat badan gue...? Emang semalem lo gak liat?"
"Kan ketutupan selimut."
"Eng... terus pas lo nyadar... lo nyesel ya tidur di tenda gue semalem...?"
"Ya enggaklah. Gue cuma kaget bentar. Kayak lo tadi kaget denger gue rangking 1... dari bawah."
"Gue tau kok gimana orang melihat gue. Kayak gitu lo suruh gue happy dengan badan gue...? Gampang amat bicaramu, Khalil Gibran...?"
"Hahaha... Gemuk lo yang bikin sendiri, Khalil Gibran disalah-salahin. Lagian masing-masing kan ada kelebihan-kekurangannya, Mon. Misal pas naik bukit, gue mungkin lebih cepet. Tapi pas turun, benda bulet pasti nyampe duluan... Jadi pulang pergi waktu kita sama. Kecuali kalo pas ngegelinding ke bawah lo seret gue ikut..."
"Ah, elo... kirain serius..."
"Gue serius. Kalo lo udah happy, lo gak butuh lagi coklat itu. Berat lo pasti turun sendiri. Lo pasti pengen banyak bergerak, pengen ketemu orang, pengen pake baju bagus. Nanti lain-lainnya juga bakal dateng sendiri, pacar misalnya..."
Moni menelan ludah, menyimak sungguh-sungguh percakapan mereka itu. Ucapan sederhana itu seakan memangkas buku-buku diet yang ia baca. Moni tak berhenti tersenyum. Kenyamanan itu telah tinggal. Seakan membuat Moni mampu mengatakan apapun yang ada di pikirannya.
"Khalil... Lo tau gak... seandainya kemaren dari awal gue tau ternyata lo itu adalah Darling yang suka disebut-sebut temen satu tenda gue, gue gak bakal berani ngajak lo ngobrol..."
"Hah... Kenapa?"
"Gak berani aja."
"Gak ngerti. Emang salah gue apa?"
"Gue pikir lo sombong... karena terlalu tenar... gara-gara kegantengan lo. Sori..., gapapa kan gue ngomong begini?"
"Hmm... Lo boleh ngomong apa aja sama gue, Mon. Yang penting jujur. Dipikir-pikir lo tuh sebetulnya mirip Alisa ya..."
"Gue mirip Alisa...?? Lo kalo nyindir suka keterlaluan ya..."
"Hahaha... Beneran. Kalian itu sama-sama jujur. Dengan cara kalian sendiri. Alisa dengan ke-pede-annya. Lo dengan keminderan lo. Kalian gak pura-pura. Aneh... tapi gue suka."
Moni cukup tertegun. Apakah dengan kata lain, Khalil mengatakan bahwa laki-laki tersebut menyukainya... dan Alisa? Sekali ini, Moni ingin membenamkan dirinya dalam kata-kata manis berlapis gula karamel itu. Rasanya ia sudah tidak membutuhkan coklat bulat pelipur sedihnya itu lagi. Apakah keyakinan itu terlalu cepat?
"Maksudnya...? Lo suka cewek aneh...?"
"Hahaha... Tuh. Lo lucu banget kan. Bareng lo gue ketawa terus. Sebaliknya sama Alisa, gue tegang terus. Tapi gue menikmati sih dua-duanya..."
"Kok lo tegang? Emang dia galak? Nyeremin?"
"Tegang bagian bawah gue maksudnya..."
"Bagian bawah yang mana? Gak ngerti gue..."
Moni menengok-nengok ke arah bawah kaki Khalil, ia benar-benar tak menangkap apa yang dimaksud.
"Gak usah dipikirin."
"Tapi kalo Alisa udah selengkap itu, udah cantik terus aneh... ya seperti selera lo yang aneh itu..., terus apa kurangnya? Kenapa lo gak jadian beneran aja sama dia?
"Hmm... Sama dia, gue gak bisa ngobrol kayak gini... ngalor ngidul gak jelas... Dan sama dia, gue gak bisa jujur-jujur amat."
"Kenapa?
"Karena dia naksir gue. Gue musti mikirin semua ucapan dan kelakuan gue gak disalahpahami atau kasi harapan yang gue belum tau..."
"Kasi harapan apa yang lo belum tau...?"
"Duh. Lo pikir selalu enak jadi orang ganteng atau cantik? Orang sering gak bersikap sebagaimana aslinya mereka. Kayak baik semua aja gitu. Dan kebanyakan mereka juga gak bisa melihat gue lebih dari ini (Khalil menunjuk wajahnya). Nasib gue mirip Alisa. Kasian si Alisa, banyak cowok deketin dia cuma karena wajah & tubuh dia. Padahal pastinya dia lebih dari itu. Tapi itu juga yang bikin gue repot... untuk jagain diri gue, gak ikut-ikutan melihat dia hanya sebatas itu... dan memanfaatkannya... Bapak gue aja bilang, 'Ganteng artinya, makin besar tanggung jawab kamu'..."
Moni terdiam. Irama jantungnya mulai tak karuan, dan terjebak masuk dalam lamunan sesaat. Khalil seperti mencurigai keheningan sesaat itu, ingin memastikan semuanya baik-baik saja, menghenyakan gelembung lamunan gadis di sampingnya.
"Tapi lo kan gak naksir gue. Jadi santai aja... Ya kan, Mon? Mon...?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret Romance - 1998
Humor...Ada gemuruh juga keheningan, ada selintir nyeri juga hangat yang berpendaran... Mereka yang saling membaca, walau dalam diam. Senyum itu mulai tersungging, yang termanis yang pernah dilihat Khalil, yang tertulus yang pernah dirasakan Moni. Walau...