OUR SECRET ROMANCE - 1998 (Eps.65)

7 4 0
                                    


PART 83

            Pagi itu, usai doa pagi bersama di kelas, pak Tohid dan rombongannya langsung menyeruduk masuk ke kelas Darlang.

            "Kecewa... Kecewa amat sangat...! Belum ada satu minggu saya ingatkan, kalian sudah bikin ulah...?? Bisa-bisanya menyerang sekolah sebelah sampe mengacak-acak di dalamnya?? Korban jatuh tak hanya di sekolah sebelah, tapi juga teman kalian sendiri...?! Belum kerugian materiil yang harus kami bayar ke sekolah tersebut. Ini sudah di atas kata 'terlaluu'!" 

Anak-anak yang merasa dirinya terlibat, sebagian tertunduk lesu, namun sebagian lain mengangkat wajah tinggi-tinggi, seolah tak takut sanksi apapun, termasuk Soleh. Seorang guru olah raga bertubuh paling besar, Pak Dudi, maju mengambil alih. 

             "Oke, sekarang dengarkan semua! Sudah kami kumpulkan bukti-bukti, saksi mata, CCTV, dan lain-lain, ternyata semua dedengkotnya ada di kelas ini...! Maka nama-nama yang kami sebutkan, maju ke depan untuk menerima sanksi dari sekolah !"

Dan pak Dudi mulai membacakan nama-nama yang terbukti terlibat, satu per satu murid tersebut pun maju ke depan dengan reaksinya masing-masing. Darlang mencoba mengacuhkan apa yang tengah terjadi di kelasnya, walau tak dipungkiri hatinya sungguh tak nyaman. Beberapa teman yang dipanggil ke depan mencoba menekan Darlang saat melewatinya. Ada yang menabrak mejanya hingga bukunya terjatuh, ada yang menendang buku yang jatuh itu saat ia hendak mengambilnya, dan terakhir Soleh menabrak pundaknya dengan keras dari belakang. Darlang terus menahan diri, mencoba mengabaikan perlakuan teman-temannya itu. Hingga nama terakhir disebutkan, dirinya tak dipanggil sama sekali. Darlang memutar bola matanya, dan dengan jengah ia bangkit maju, untuk bergabung dengan yang lainnya di depan. Namun pak Tohid menghentikannya.

             "Tunggu... Nama kamu siapa?"

             "Damarlangit, pak."

Pak Tohid minta guru tadi untuk mengecek namanya dari daftar. Tak lama guru tersebut menggeleng. Pak Tohid menarik nafas dalam-dalam.

             "Nama kamu tidak ada dalam daftar, kenapa maju?? Apa kamu setuju dengan ulah anarkis teman-temanmu yang bikin banyak korban berjatuhan...?! Jangan coba berempati dengan cara yang salah!"

Darlang terdiam. Kepala sekolah ini mengajukan pertanyaan yang tepat membuat ia bungkam.

             "Duduk sana!"

Dengan enggan Darlang pun terpaksa kembali ke kursinya. Beberapa kawan mendengus di depan.

             "Dengar baik-baik, untuk anak-anak yang kami panggil di depan... Jangan khawatir... tidak ada satupun dari kalian yang saya skors. Kalian akan tetap belajar seperti biasa. Bahkan siangnya pun saya tambahkan kegiatan sampai sore... Karena keliatannya kalian bingung cara menghabiskan waktu luang ya? Dan kalian semua yang sudah disebutkan namanya ini, saya nyatakan akan tinggal kelas di tahun ajaran berikutnya! Besok, orangtua kalian kami panggil ke sekolah!"

Semua wajah terperanjat, termasuk Darlang. Kelas menjadi gaduh. Banyak yang tak terima. Ada yang melenguh keras, ada yang memukul papan tulis di belakangnya. Belum pernah ada sanksi setegas ini selama mereka bersekolah.

             "Kecuali...! Dengar baik-baik... Kalau kalian yang ingin naik kelas, harus bersedia melanjutkan hukuman selama liburan kenaikan kelas... alias tidak ada libur panjang untuk kalian, sampai tahun ajaran baru dimulai! Nah silahkan kalian putuskan sendiri nanti!"

Bertambah riuhlah protes diajukan anak-anak tersebut. Namun Pak Tohid tak gentar untuk terus membacakan sangsinya.

             "Apabila... satu saja dari kalian, bikin kesalahan, atau berani mangkir tanpa alasan yang sangat mendesak dari orang tua kalian, maka tidak ada kesempatan lagi untuk satupun dari kalian bisa naik kelas... Satu bikin masalah, semua menanggung akibatnya! Kompak kan??"

Gerutuan anak-anak itu semakin kencang, namun tak mengurangi sangsi apapun. Seorang guru memukul-mukul papan tulis dengan penghapus untuk menenangkan semua. Pak Tohid masih belum selesai pula.

             "Dan untuk memastikan kalian menjalani hukuman dengan baik, sekolah sudah meminta bantuan dari seorang yang ahli di bidangnya... beliau mantan anggota TNI... Bapak Binsar Manurung, mantan kepala rutan khusus remaja, saya persilahkan masuk..."

Seorang laki-laki setengah baya bertubuh tinggi besar, rahangnya keras, berjalan tegap memasuki kelas tersebut. Kulitnya gelap terlalu lama terbakar matahari, sekalipun statusnya sudah pensiunan, perawakan itu tetap membuat nyali semua anak menjadi kisut. Jadi ini benar-benar penjara... yang dipindahkan ke sekolah??

              "Terima kasih pak Tohid. Selamat pagi semuanya... Anak-anak! Seperti yang sudah diumumkan tadi, saya yang akan menggembleng kalian untuk menjalani masa hukuman ini. Tidak ada telat! Tidak ada absen! Ataupun lembek!? Satu melakukan kesalahan, semua menanggung akibatnya! Hukuman ini saya berikan dalam bentuk latihan fisik, mental, serta kegiatan sosial, untuk memberi efek jera yang akan kalian ingat seumur hidup kalian..."

Glek. Segala ratap dan kertak gigi satu persatu anak dari barisan terhukum tersebut terlepas dari ujung hingga ujung. Belum pula hukuman fisik itu mereka jalani, semua sudah tampak pucat pasi. Kecuali Soleh, ia menatap Pak Binsar dengan penuh kegeraman dari arah belakang.

Our Secret Romance - 1998Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang