PART 67
Ada taman di dekat sekolah yang sudah agak usang nan terbengkalai, namun belakangan taman tersebut mulai dibersihkan masyarakat dan sering digunakan untuk senam pagi dan sore para lansia. Siang hari, taman tersebut hampir selalu kosong. Ada sebuah meja besar lengkap dengan bangku kayu di bawah bayangan pepohonan, di sanalah Moni terkadang menghabiskan waktu untuk belajar sendirian mempersiapkan olimpiade matematikanya, bersama para kucing liar yang senang menggelendot sehabis kenyang makan.
Setelah mendapat petunjuk yang cukup rumit dari Fitri, Khalil akhirnya berhasil mencapai tempat sepi tersebut. Ia menengadah, melihat-lihat ke atas rimbunan pepohonan, sambil bertanya-tanya, kok bisa selama ini ia tak pernah tau tempat tersebut. Akhirnya dari kejauhan Khalil melihat Moni sahabatnya melambai-lambai di tengah sana.
"Mon... Kita mau transaksi narkoba atau apa di sini? Sepi amat nih tempat??"
"Ssst... Udah nurut aja sama yang lebih pinter."
Khalil mengangkat bahu. Di atas meja itu Moni dengan penuh semangat mengeluarkan sesuatu dari tasnya, sebuah brosur, dan meletakkannya dengan sedikit menggebrak meja. Khalil kaget hingga terduduk.
"Apaan nih?"
"Khal... Gue tau, kemana sebaiknya lo daftar pas kuliah nanti..."
Moni mengunjuk-unjukkan brosur itu ke hadapan Khalil. Pemuda itu meraihnya dan memandanginya dengan kening berkerut-kerut.
"Itali??"
Kan cita-cita lo pengen bikin mobil balap kayak Ferrari, lo ambil aja jurusan industrial design di kampus ini. Hari Minggu kemarin gue bareng Fitri & Komang ke pameran pendidikan, ada kedutaan Itali ikut pameran dan gue menemukan brosur ini...
"Politecnico Di Milano..."
"Iya. Kampusnya gak jauh-jauh amat sama kantor pusat Ferrari di Modena. Jadi kalo pas tugas akhir, siapa tau lo bisa nyoba magang di sana..."
"Milan? Moni, Moni... Gue cuma seneng gambar mobil, kenapa disuruh sekolah bola...?? Apalagi disuruh gambar kompor...??"
"Eng... Modena itu nama kota."
"Tau dari mana??"
"Dari internet. Deket rumah gue kan ada warnet... baru buka."
"Niat amat sih mikirin kuliah sekarang? Masih lama juga..."
"Lo musti mikirinnya sekarang, Khal. Itu kenapa banyak orang Cina yang sukses... Masa depan kalo engga direncanain nanti berantakan. Lo kan juga musti belajar bahasanya dulu..."
"Lo nyuruh gue belajar bahasa Itali???"
"Lebih bagus kursus di kedutaannya... Tapi kalo mau belajar sendiri gue udah beliin kamus & buku percakapannya. Ada kasetnya juga, bisa lo dengerin tiap hari."
Moni mengeluarkan 2 buku dan bonus kaset dari dalam tasnya, meletakkannya di depan sahabatnya. Khalil membolak-balikkan buku-buku itu beberapa saat. Kemudian meletakkannya kembali.
"Gak mau. Rupiah lagi anjlok, bapak gue gak punya tabungan Dollar, apalagi Lira...?? Kemaren aja gak jadi beliin gue mobil, sekarang disuruh nyekolahin anaknya ke luar negeri...? Bisa kurus ibu gue..."
"Khalil Damarlangit Sangaji... Ini brosur gue ambilin buat dibaca... Itu loh, ada program beasiswa buat negara-negara dunia ketiga."
"Dunia ketiga? Emang dunia ada berapa?"
Moni mengedip-kedipkan mata berkali-kali.
"Eng... lo anak IPS kan ya...?"
"Iya, gue ngerti. Tapi gue gak mau Indonesia dianggap negara miskin. Indonesia itu macan Asia...!"
"Tapi gue baca di koran, pas krismon ini jumlah penduduk miskin nyampe 24 perseen..."
"Ya berarti yang gak miskinnya... berapa tuh... 86 persen...?"
"Tujuh puluh enam, Khal..."
"Nah bener kan... yang gak miskinnya lebih banyak!"
Moni menepok jidat.
"Gawat... Yang begini ini yang bikin penduduk miskin tambah banyak..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret Romance - 1998
Humor...Ada gemuruh juga keheningan, ada selintir nyeri juga hangat yang berpendaran... Mereka yang saling membaca, walau dalam diam. Senyum itu mulai tersungging, yang termanis yang pernah dilihat Khalil, yang tertulus yang pernah dirasakan Moni. Walau...