PART 49
Keesokan hari saat jam istirahat, sambil merunduk, Moni berjalan mengendap-endap di sepanjang koridor kelas anak Sosial di lantai dua. Membawa rantang di dalam kantongan kertas coklat, mencari-cari sosok sahabatnya. Akhirnya di depan sebuah kelas ia berhenti. Moni mengenali sosok itu sekalipun anak tersebut dalam posisi membelakanginya. Satu lagi sosok perempuan cantik yang mata Moni masih mencari-cari, untungnya tak ada di kelas tersebut. Moni pun lega. Namun sekali lagi ia tak memiliki cukup keberanian untuk memanggil Khalil, yang seperti biasa selalu dikelilingi kawan-kawannya. Di tengah kegelisahan itu, Moni tiba-tiba dihampiri seseorang yang berbicara dekat sekali di telinganya...
"Eh, Cina... Lo cari apa?"
Wajah Soleh berada persis di samping Moni. Suaranya terdengar tenang, namun bagai angin dingin yang menusuk. Tatapan matanya seperti merendahkan, tak berbelas... Sontak Moni panik, gelagapan.
"Khkhkhkh..."
"Ngomong apa? Gak bisa bahasa Indonesia??"
Mental Moni jatuh, tak bisa menyelesaikan kalimatnya. Dan petaka lain datang berikutnya, seorang gadis mungil berjalan tergesa masuk ke dalam kelas, tak sengaja menabrak tubuh Moni dan menjatuhkan kantongannya yang berisi rantang ke lantai, menimbulkan suara gaduh yang mengejutkan seisi kelas. Lebih tragisnya lagi, isi rantang itu terburai keluar menyentuh lantai... Anak-anak yang ada di sekitar situ mulai penasaran mengerubungi. Khalil menoleh, namun hanya melihat kerumunan teman-temannya yang tak terlalu menarik minatnya. Fey berdiri di hadapan Moni yang menunduk beserta bakmi ayamnya yang terburai, mata Fey melotot seakan hampir keluar, dan terlebih lagi gadis itu datang bersama Alisa di belakangnya. Situasi semacam ini membangkitkan trauma Moni di masa lalu...
"Ngapain sih nih, Cina?? Halang-halangin jalan gue... Itu apaan?!
"Eng... ba...bakmi..."
Tentu saja itu bakmi. Akhirnya Alisa mengenalinya.
"Ooh... Lo yang kemaren punya toko servis elektronik itu... Lo jualan bakmi juga? Pesenan siapa?"
"Eng... Khkhal...
"Khal?? Oh, Khalil. Demiiiit...! Lo pesen bakmi...?
"Khalil...?"
"Itu namanya si Demit kalo di rumah. Lo jualan bakmi deket rumah si Demit ya...?"
Tiba-tiba Khalil muncul dari balik kerumunan, terkejut melihat ternyata Moni yang berada di tengah-tengah itu semua... Khalil melirik ke lantai, berjongkok dan memandangi nasib rantang dan isinya yang separuh berantakan, lalu ia mengambil bakmi yang telah jatuh itu dengan tangannya, mengangkatnya tinggi-tinggi, untaian mie tersebut berjuntai-juntai beberapa saat di udara... kemudian tanpa ragu Khalil memasukan semuanya ke dalam mulut.
"Hahaha... Dasar kanibal! Nih baru sepupu gue...!"
"Darlaang...?? Jorok banget sih kamu??"
Khalil memakannya hingga merem melek, mengangguk-angguk. Berusaha berkomentar dengan mulut penuh.
"Gokiil... Enak banget!"
"Khalil, jangan... Udah kotor... Nanti gue bikinin lagi di rumah..."
"Cieee...?? Bikin di rumah? Jadi lo bukan jualan?? Mit, emang enak? Sini gue cobain... Yang rada bersihan dong..."
Khalil mengambil semua yang tersisa di rantang itu lalu bangkit berdiri, dan mengambilkannya untuk Fey dengan tangannya.
"Nih cobain... Berapa skornya?"
Alisa mencoba mencegahnya, namun Fey berhasil berkelit.
"Ehmm... ehmm...? Lumayan... 7 bolehlah."
Khalil mencoba mengambilkan juga untuk Alisa, sekalipun bagian yang tidak sempat terjatuh, mendekatkan tangannya ke wajah gadis itu, Alisa berusaha menepis.
"Iiih! Jijai bajai...!"
Tiba-tiba Soleh tertawa keras.
"Lang..., Lang... Jadi sekarang lo makan mie babi?? Dari lantai pula...?? Haram kuadrat lo...! Hahaha..."
Disambut derai tawa teman-teman di sekitarnya. Moni semakin pucat, mencoba membela diri di hadapan semua.
"Bukan... bukan... Ini semuanya halal. Saya bikin sendiri, pake tangan... Ini cuma mie... pake ayam..."
"Terus kecapnya? Minyaknya? Tangan lo...? Haram pangkat 3!"
"Engga... engga..."
Tapi suara Moni tenggelam di antara derai tawa dan desas desus anak-anak di sekitar itu. Khalil nampak tenang tak menggubris. Ia berbicara pada Moni, yang juga terdengar oleh semua.
"Gak usah didengerin... Itu anak ngaji-nya belum kelar, tapi mulutnya kayak toa..."
Fey ikut menjeplakinya.
"Halah...! Si Soleh waktu SD pernah gue jejelin sosis babi dia gak tau, pas gue kasitau, eh dia makan terus...! Hahaha..."
Tambah riuhlah suasana di kelas itu menertawakannya. Merah padam wajah Soleh dipermalukan. Ia mendesis...
"Biar lo pada terbakar di neraka..."
Soleh pun angkat kaki dari tempat itu. Khalil mengamati kepergiannya melalui ekor mata. Ia memandang Moni yang mati gaya, lalu memutuskan untuk mengawal gadis itu kembali ke kelasnya. Sambil membawakan kantongan dan rantang tadi, Khalil menemukan sumpit dan mengaduk-aduk bakmi tersebut, lalu melanjutkan makannya sambil jalan. Mereka terus bercakap-cakap, meninggalkan yang lainnya, seolah hanya ada mereka berdua di sana, seiring dengan bubarnya kerumunan itu berangsur-angsur. Masih terdengar percakapan mereka dari belakang sayup-sayup...
"Ini beneran hadiah buat gue? Segini banyak? Seenak ini...?"
"Iya... Eng..., enak? Gak terlalu sih, soalnya gak pake kecap babi..."
"Hahaha... Gue panggilin Soleh nih... Leeh!"
"Eh, jangaan..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret Romance - 1998
Humor...Ada gemuruh juga keheningan, ada selintir nyeri juga hangat yang berpendaran... Mereka yang saling membaca, walau dalam diam. Senyum itu mulai tersungging, yang termanis yang pernah dilihat Khalil, yang tertulus yang pernah dirasakan Moni. Walau...
