1

1.6K 69 0
                                    

Wanita pirang bertubuh sintal itu menyangga tubuhnya dengan satu siku lalu menarik selimut sampai ke dada. Sambil sedikit mengerutkan dahi ia memperhatikan pemuda tampan berusia delapan belas tahun yang berdiri di depan jendela kamar tidur. Pemuda itu menyandarkan bahunya pada ambang jendela sambil mengamati halaman belakang, tempat pesta perayaan ibunya sedang berlangsung.

"Apa yang sedang kau lihat, yang kau rasa lebih menarik daripada aku?" tanya Nyonya Lee seraya melilitkan selimut ke tubuhnya dan berjalan mendekati jendela.

Kim Mingyu, calon pewaris Kim Group, sepertinya tidak mendengar pertanyaan itu karena ia tetap memandang ke arah halaman estat yang bagai istana itu, yang suatu hari nanti, jika ayahnya telah wafat, akan menjadi miliknya. Sambil memperhatikan labirin tanaman di bawah, dilihatnya ibunya keluar dari sesemakan. Wanita itu melihat sekelilingnya sejenak lalu meluruskan korsetnya dan merapikan rambut gelapnya yang lebat agar tidak tampak berantakan. Tak beberapa lama kemudian, seorang pria keluar dari sesemakan seraya mengikat kembali dasinya. Sementara kedua orang itu bergandengan tangan, gelak tawa mereka melayang masuk melalui jendela kamar tidur Mingyu yang terbuka.

Sekelebat senyum sinis menghiasi wajah belia Mingyu yang tampan ketika memperhatikan ibu beserta kekasih terbarunya melintasi halaman lalu berjalan menuju gazebo. Beberapa menit kemudian, ayahnya juga keluar dari sesemakan yang sama, melihat sekeliling, lalu menarik seorang wanita, wanita simpanannya yang terkini, dari sesemakan.

"Tampaknya ibuku punya kekasih baru," ujar Mingyu dengan sinis lamat-lamat.

"Benarkah?" tanya Nyonya Lee seraya mengintip keluar jendela. "Siapa?"

"Suamimu." Mingyu membalikkan badan hingga berhadapan dengan Nyonya Lee, mengamati wajah cantik wanita itu, ingin tahu apakah wanita itu terkejut. Ketika tampak tak terkejut sedikit pun, ekspresi wajahnya mengeras menjadi topeng yang sinis. "Kau sudah tahu mereka semua berada di sesemakan, itu sebabnya kau tiba-tiba menjadi tertarik tidur di ranjangku, bukankah demikian?"

Wanita itu mengangguk, tampak gugup di bawah tatapan mata kelabu yang dingin itu. "Kupikir," ujarnya sembari mengusap tangannya ke dada Mingyu yang kokoh, "akan menyenangkan kalau kita juga...ah... bisa bersama. Tapi ketertarikanku pada ranjangmu bukan datang secara tiba-tiba, Mingyu, aku sudah lama menginginkanmu. Sekarang karena ibumu dan suamiku sedang bersenang-senang, aku melihat tak ada salahnya untuk mendapatkan apa yang ku inginkan selama ini. Apa salahnya dengan itu?"

Mingyu tak berkata apa-apa, wanita itu mengamati ekspresinya yang misterius, lalu tersenyum manja. "Kau terkejut?"

"Sama sekali tidak," jawab Mingyu. "Aku sudah tahu tentang afair ibuku sejak usiaku delapan tahun, dan rasanya aku tidak akan terkejut pada apa pun yang dilakukan wanita. Kalau pun ada, aku terkejut kau tidak mengusulkan kita berenam bertemu di labirin itu untuk 'kumpul keluarga'," tukasnya dengan nada menghina yang disengaja.

Nyonya Lee mengeluarkan suara tercekat yang mirip tawa dan takut. "Sekarang kau membuatku terkejut,"

Dengan perlahan Mingyu mengulurkan tangan dan mengangkat dagu Nyonya Lee, memperhatikan wajah wanita itu dengan tatapannnya yang terlalu kejam, terlalu bijaksana untuk pemuda seusianya. "Entah mengapa aku merasa itu sulit dipercaya,"

Tiba-tiba merasa malu, Nyonya Lee menarik tangannya dari dada Mingyu dan melilitkan selimut lebih rapat ke tubuhnya yang polos. "Sungguh, Mingyu, aku tak mengerti mengapa kau melihatku seolah-olah aku patut dibenci," ujarnya, wajahnya tampak benar-benar bingung dan sedikit malu. "Kau belum menikah, jadi kau tidak tahu betapa membosankannya kehidupan yang kami jalani, Kalau kami tidak berselingkuh untuk mengurangi ketegangan di otak kami, kami semua bisa gila."

Nada sedih dalam suara Nyonya Lee membuat ekspresi Mingyu melembut dan bibirnya yang tegas namun menggoda melengkung membuat senyum mengejek.

"Nyonya Lee mungil yang malang," ujarnya datar, mengulurkan tangan lalu mengelus pipi wanita itu dengan buku jarinya. "Kalian kaum wanita memang sangat menyedihkan. Sejak lahir, segala yang kalian inginkan sudah tersedia, sehingga kalian tak perlu bekerja, dan meskipun mau bekerja, kalian tidak diperbolehkan melakukannya. Kami tidak mengizinkan kalian untuk belajar dan berolahraga, sehingga kalian tidak dapat melatih otak ataupun tubuh. Kalian bahkan tak punya kehormatan yang bisa kalian banggakan, kehormatan seorang pria akan tetap menjadi miliknya selama pria itu menghendaki, sedangkan kehormatan seorang wanita terdapat di antara kedua kaki dan akan diserahkan kepada pria pertama yang mendapatkannya. Betapa tak adilnya kehidupan bagi kalian?" Mingyu menyelesaikan kalimatnya. "Tak heran kalian semua begitu mudah bosan, tak bermoral dan bodoh."

Nyonya Lee ragu-ragu sejenak, terkejut mendengar kata-kata Mingyu, tak yakin apakah pria itu sedang mengejeknya atau tidak, lalu mengangkat bahu. "Kau benar sekali."

Mingyu menatap Nyonya Lee dengan penasaran. "Pernahkah terpikir olehmu untuk mengubah semua itu?"

"Tidak" aku Nyonya Lee terus terang.

"Aku hargai kejujuranmu. Itu sifat yang langka bagi wanita."

Walaupun masih berusia delapan belas tahun, daya pikat Mingyu sudah menjadi topik perbincangan menarik di kalangan wanita, dan ketika Nyonya Lee menatap mata kelabu yang sinis itu, ia tiba-tiba merasa dirinya benar-benar terpikat, seakan-akan ditarik oleh suatu medan magnet yang amat dahsyat. Mata pria itu memancarkan pengertian, sekaligus geli dan kebijaksanaan yang getir yang jauh melampaui usianya. Hal-hal semacam inilah yang membuat para wanita terpukau kepadanya, dan itu bahkan jauh lebih menarik dari pada wajahnya yang tampan dan jantan. Mingyu memahami wanita, pria itu memahaminya, dan meskipun tampak jelas pria itu tidak mengagumi maupun menyukainya, pria itu menerima Nyonya Lee apa adanya, dengan segala kekurangannya.

"Apakah kau mau naik ke tempat tidur, My Lord?"

"Tidak," jawab Mingyu ramah.

"Kenapa?

"Karena aku belum merasa bosan sehingga mau tidur dengan istri dari kekasih ibuku."

"Kau tidak... Kau tidak begitu menghargai wanita ya?" tanya Nyonya Lee, karena tak dapat menahan diri.

"Apakah ada alasan aku harus menghargai mereka?"

"Aku...." Nyonya Lee menggigit bibir lalu dengan enggan menggeleng. "Tidak. Sepertinya tidak. Tapi suatu hari nanti kau harus menikah agar mempunyai keturunan."

Mata Mingyu tiba-tiba berkilat geli, lalu ia menyandarkan punggungnya ke ambang jendela, melipat tangannya di depan dada. "Menikah? Benarkah? Begitukah cara orang memiliki keturunan? Padahal selama ini, kupikir...."

"Mingyu, ya ampun!" seru Nyonya Lee sambil terbahak, lebih karena terpesona oleh sikap santai dan kelakar pria itu. "Kau kan butuh keturunan yang sah."

"Bila aku terpaksa menikah agar mendapat keturunan," balas Mingyu getir, "aku akan memilih gadis polos yang baru lulus sekolah, yang bersedia naik ke pangkuanku dan melakukan semua perintahku."

"Dan kalau dia menjadi bosan dan mencari pengalih perhatian lain, apa yang akan kau lakukan?"

"Apakah dia akan menjadi bosan?" Tanya Mingyu dengan nada tajam.

Nyonya Lee mengangkat pandangannya pada bahu Mingyu yang lebar dan  berotot, dadanya yang bidang, dan pinggangnya yang ramping, lalu matanya beralih ke parasnya yang kasar namun tampan. Dalam balutan kemeja linen dan celana berkuda yang ketat, setiap jengkal tubuh jangkung Mingyu memancarkan kekuatan dan ketampanan yang tak terbantahkan. Alis mata di atas mata coklat Nyonya Lee terangkat. "Mungkin tidak."

Sementara wanita itu berpakaian, Mingyu membalikkan badannya ke jendela dan dengan kesal memandangi tamu-tamu anggun yang berkumpul di halaman untuk merayakan hari ulang tahun ibunya. Bagi orang luar, hari itu rumah keluarga Kim pastilah tampak seperti taman firdaus yang indah dihuni oleh burung-burung tropis yang cantik, bebas, memamerkan pakaian mereka yang indah. Bagi Kim Mingyu yang berusia delapan belas tahun, pemandangan itu sama sekali tidak menarik dan tidak indah, ia tahu dengan baik apa yang terjadi di balik dinding rumahnya ketika tamu-tamu telah pergi.

Pada usia delapan belas tahun, ia tak percaya orang yang memiliki sifat baik, termasuk dirinya sendiri. Ia punya silsilah yang baik, wajah tampan, dan kekayaan, namun ia juga sudah jenuh dengan dunia, sinis dan tertutup.

***

Something Wonderful (GYULIS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang