47

156 20 1
                                    

Menikahi Lisa? Tidak-tidak.. Apa yang neneknya pikirkan!

"Minta apa saja selain itu," Yugyeom lekas-lekas meralat sambil mengerutkan dahinya ke arah neneknya.

Sebagai tanggapan, wanita itu sengaja menaikkan alisnya dan memberi tatapan meremehkan ke arah Yugyeom seolah-olah penilaiannya terhadap pria itu langsung turun drastis. Jenis tatapan yang dipergunakan secara efektif selama lima puluh tahun, dan selalu sukses, untuk mengintimidasi teman-temannya, membuat pelayan tunduk padanya, membuat anak-anak diam, dan membuyarkan niat orang-orang yang ingin menentangnya, termasuk suami dan anak-anaknya. Hanya Mingyu yang kebal terhadap tatapan itu. Mingyu dan ibunya.

Namun, Yugyeom tidak kebal terhadap tatapan itu sebagaimana waktu dia masih berusia dua belas tahun, ketika tatapan yang sama membuat tangisnya langsung berhenti karena dipaksa belajar bahasa latin dan atas perintah neneknya ia dengan malu naik ke lantai atas untuk belajar dengan tekun. Sekarang ia mendesah, melihat sekeliling ruangan dengan putus asa seakan-akan mencari jalan untuk melarikan diri. Dan itu memang benar.

Sang nenek menunggu sambil berdiam diri. Diam adalah senjata lain neneknya, Yugyeom tahu itu. Pada saat-saat seperti ini wanita itu selalu menunggu dalam diam. Jauh lebih baik, jauh lebih terhormat dan halus, untuk secara sopan menunggu dalam diam sampai sasarannya berhenti berusaha melarikan diri, dan bukan langsung membunuhnya dengan tembakan kata-kata yang tak berguna.

"Sepertinya kau tidak menyadari apa yang kau minta dariku," kata Yugyeom dengan marah.

Keengganan Yugyeom untuk langsung tunduk dengan terhormat membuat alis mata neneknya terangkat sedikit, seakan-akan ia bukan hanya kecewa pada Yugyeom, tapi juga kesal karena sekarang terpaksa harus memberi tembakan peringatan. Tapi ia menembak tanpa ragu-ragu, langsung menuju ke sasaran, tepat seperti yang diperkirakan Yugyeom. Dalam perang kata-kata, tembakan neneknya tak pernah meleset.

"Aku dengan tulus berharap," kata wanita itu lamat-lamat dengan dibubuhi rasa kesal dalam jumlah yang tepat, "kau tidak bermaksud berkata kau tidak tertarik kepada Lisa?"

"Dan kalau ternyata aku mengatakannya?"

Alis matanya yang putih langsung terangkat sampai ke rambutnya, memperingatkan Yugyeom bahwa ia siap untuk melakukan perang terbuka kalau pria itu berani membantah terus.

"Tak perlu mengeluarkan senjata berat," Yugyeom memperingatkan sambil memberi isyarat dengan mengangkat tangan sebagai tanda menyerah. Meskipun ia membenci kenyataan bahwa dalam setiap adu argumen, wanita itu masih bisa membuatnya menjadi anak kecil, tapi ia juga cukup dewasa dan bijaksana untuk tahu bahwa tak ada gunanya beradu pendapat dengan neneknya bila wanita itu memang benar.

"Aku tidak memungkirinya. Terlebih lagi, gagasan itu sudah terlintas di benakku lebih dari sekali."

Alis mata neneknya turun ke posisi normal dan ia menghadiahi Yugyeom dengan anggukan anggun dari kepalanya yang berambut putih. Gerakan yang berarti Yugyeom mungkin masih punya kesempatan untuk mendapatkan kembali kasih sayangnya.

"Kau bertindak dengan akal sehat." Dia selalu murah hati pada orang yang tunduk padanya.

"Aku tidak mengiyakan usulanmu, tapi aku setuju untuk mendiskusikannya dengan Lisa dan membiarkan dia yang mengambil keputusan."

"Dalam hal ini Lisa tidak punya pilihan sebagaimana dirimu, sayangku," kata sang nenek, begitu terlena karena begitu puas sehingga tanpa sadar mengucapkan kata sayang tanpa menunggu sampai seminggu atau sebulan lagi, seperti biasa, untuk memaafkan kelancangan Yugyeom karena menentang permintaannya.

"Dan tak ada gunanya merisaukan kapan dan dimana kau akan mendiskusikan masalah ini dengan dia, karena aku sudah menyuruh Ramsey memanggilnya ke sini bersama kita," kalimatnya terhenti ketika terdengar ketukan pintu, "sekarang juga."

Something Wonderful (GYULIS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang