18

229 27 4
                                    

Lisa duduk terenyak di atas penutup tempat tidur berwarna emas, menatap pilu taman satu-satunya itu, "Akan ku ceritakan apa yang terjadi..."

Setelah beberapa menit yang panjang, Lisa selesai menjelaskan semuanya, Roseanne hanya dapat menatap kagum tak bersuara. Perlahan-lahan, ekspresi hampa Roseanne memudar dan tampak mulai berpikir, lalu gadis itu mulai berseri-seri. "Lisa!" seru Roseanne, tersenyum lebar ketika benaknya mulai membayangkan sosok pria jangkung yang akan menikahi Lisa. "Calon suamimu bukan hanya seorang bangsawan, dia juga amat rupawan! Dia, jangan menyangkalnya. Aku merasakan itu begitu melihatnya di bawah tadi, hanya saja aku terlalu tegang memikirkan dirimu sehingga tidak benar-benar memperhatikan."

Lisa yang sangat paham akan ketertarikan Roseanne terhadap lawan jenis dengan salah tingkah berkata, "Penampilannya, memang tidak terlalu buruk."

"Tidak terlalu buruk?" Seru Roseanne tak percaya lalu berkacak pinggang, matanya menerawang. "Wah aku malah berani bersumpah dia lebih tampan dari pada Henry, padahal Henry adalah pria tertampan yang ku tahu. Henry lumayan membuat nafasku tercekat!"

"Enam bulan lalu, kau bilang Chris adalah pria tertampan yang pernah kau lihat," kata Lisa sambil tersenyum. "Dan Chris membuat nafasmu tercekat."

"Hanya karena aku belum benar-benar memperhatikan Henry," jawab Roseanne membela diri.

"Dan enam bulan sebelumnya, menurutmu Jack adalah pria tertampan sedunia dan dia membuat nafasmu tercekat," lanjut Lisa, alis matanya terangkat geli.

"Ku rasa," goda Lisa, "kau kesulitan bernapas karena terlalu lama duduk di satu tempat, membungkuk sambil membaca novel romantis. Ku rasa buku-buku itu merusak matamu sehingga setiap laki-laki yang kau lihat tampak seperti jagoan yang romantis dan tampan."

Roseanne membuka mulut untuk memprotes sengit omong kosong tentang cinta matinya terhadap Henry tersayang, tapi lalu berubah pikiran dan tersenyum jahil ke arah Lisa. "Sepertinya kau benar," katanya, bergeser ke sisi tempat tidur satunya lalu duduk. Dengan serius ia mengakui, "Bangsawanmu itu adalah pria yang tampangnya tidak biasa."

"Tidak biasa!" seru Lisa membela diri. "Dia memiliki wajah aristokrat, jantan, dan... sangat baik!"

"Benarkah?" tanya Roseanne, menyembunyikan tawanya dengan berpura-pura memperhatikan ujung-ujung kukunya, "Menurutmu apa rambutnya tidak terlalu hitam, atau wajahnya terlalu cokelat, atau warna matanya yang tidak biasa?"

"Warnanya indah!"

Roseanne menatap lekat-lekat mata Lisa yang kesal, lalu sambil pura-pura lugu berkata, "Tapi tentunya, tak satu pun dari kita akan mengatakan dia mirip dengan dewa Yunani?"

"Dewa Yunani, benar," dengus Lisa. "Aku tidak akan mengatakan itu."

"Lalu bagaimana kau akan menggambarkannya?" tanya Roseanne terang-terangan, tak mampu menyembunyikan rasa geli melihat sahabatnya tampak begitu terpikat.

Bahu Lisa melorot ketika akhirnya ia mengakui hal yang sebenarnya, "Oh, Roseanne," desahnya kagum sekaligus sedih, "Dia benar-benar David-nya Michelangelo!"

Roseanne mengangguk puas. "Kau jatuh cinta kepadanya. Jangan menyangkal. Itu terlihat jelas dari ekspresi wajahmu ketika kau membicarakannya. Sekarang katakan padaku," kata Roseanne bersemangat sambil beringsut ke depan dan mengamati wajah Lisa lekat-lekat, "apa rasanya mencintai pria, maksudku..?"

"Well," jawab Lisa, bersemangat membicarakan hal itu meskipun memperingatkan diri sendiri agar bersikap logis, "rasanya sangat aneh, tapi menyenangkan. Sewaktu aku melihatnya di koridor, aku merasa seperti melihat kereta papaku berhenti di jalan masuk, kau tahu, gembira sekaligus cemas, takut, dan sedih, karena aku takut dia akan meninggalkanku jika aku tidak menyenangkan, lalu aku akan kehilangan dia."

Something Wonderful (GYULIS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang