59

151 19 1
                                    

Tak lama sebelum pukul 12.30, Will muncul di ruang kerja Mingyu untuk menyampaikan surat dari seorang pria yang berkantor di Bow Street, surat itu menjelaskan bahwa si pengirim surat sedang sakit dan ingin menunda pertemuan rahasia mereka sampai besok.

Mingyu melirik kepada pelayannya, memutuskan untuk mempercepat janji temunya dengan Lisa. "Dimana Nyonya mudamu, Will?"

"Di ruang dansa, Your Grace, sedang main anggar dengan Lord Yugyeom."

Mingyu membuka pintu menuju ruang dansa yang sangat besar di lantai tiga lalu melangkah masuk tanpa disadari oleh pasangan yang sedang berduel sengit itu, pedang mereka beradu lalu terlepas lagi ketika mereka melakukan gerakan mundur dan menghunus dengan gemulai dan ahli.

Sambil menyandarkan bahunya ke dinding, Mingyu memperhatikan kedua orang itu, matanya menatap lekat sosok langsing wanita yang memakai celana ketat yang menonjolkan lekuk indah pahanya yang ramping dan kakinya yang panjang. Mingyu menyadari Lisa bukan hanya pandai bermain pedang yang piawai dengan pengaturan waktu yang tepat, refleks yang secepat kilat, serta gerakan yang diperhitungkan dengan sangat akurat dan matang.

Masih tidak menyadari kehadiran Mingyu, Lisa tiba-tiba meminta berhenti. Sambil terengah-engah dan tertawa. ia mengulurkan tangan ke belakang kepala dan menarik pelindung wajahnya lalu menggoyangkan kepala sehingga rambutnya yang panjang dan lebat jatuh tergerai bagai gelombang kecoklatan sedikit lebih gelap.

"Yugyeom gerakanmu mulai melambat," godanya, wajahnya yang tertawa nampak polos dan memerah ketika ia membuka plat pelindung dada yang tebal lalu berlutut dengan satu kaki untuk menyandarkannya di dinding. Yugyeom mengatakan sesuatu padanya dan wanita itu menoleh ke belakang, tersenyum.

Tiba-tiba Mingyu merasa dirinya terlontar ke masa lalu sementara bayangan seorang wanita mempesona di hadapannya seketika berubah menjadi bayangan lain, yakni gadis memukau berambut coklat bergelombang yang menghunus pedang kayu ke arahnya di padang bunga tengah hutan lalu berlutut di antara bebungaan sambil menggendong anak anjing dengan sorot mata bersinar penuh cinta.

Di dalam hatinya, Mingyu merasakan tamparan nostalgia bercampur rasa kehilangan yang tajam karena gadis di padang bunga itu sekarang telah tiada.

Akhirnya Yugyeom melihatnya berdiri di sana. "Mingyu," sapanya sambil bercanda, "apakah menurutmu aku melambat karena aku mulai tua?" Di seberang ruangan, Lisa membalikkan badan dan air mukanya langsung berubah.

"Ku harap tidak," jawab Mingyu datar. "Umurku lebih tua darimu." sambil menoleh ke arah Lisa, ia berkata, "Karena aku punya waktu kosong lebih awal dari pada yang ku kira, kupikir kita bisa melakukan janji temu kita sekarang, dan bukan nanti."

Sikap dingin dan bermusuhan yang ditunjukkan Mingyu kemarin, hari ini telah berganti menjadi sopan, menjaga jarak, dan ringkas. Lega sekaligus cemas, Lisa menunduk untuk melihat celana ketat yang dipakainya, ia segera menyadari dirinya berada dalam posisi yang tidak menguntungkan kalau bertemu dengan pria itu dengan pakaian  seperti ini, dengan wajah memerah dan rambut berantakan. "Aku akan berganti pakaian terlebih dahulu."

"Tidak perlu."

Karena tidak ingin mengkonfrontasi Mingyu dengan mempertengkarkan hal-hal kecil sementara ada hal yang lebih penting untuk dibicarakan, Lisa mematuhinya sambil memiringkan kepala dengan sopan. Dalam kesunyian yang menegangkan ia menemani pria itu ke lantai bawah, ke ruang kerja pria itu, sambil dalam hati mengulang-ulang kata-kata yang ingin disampaikannya.

Setelah menutup pintu ganda di belakang mereka, Mingyu menunggu Lisa duduk di salah satu kursi yang ditata membentuk setengah lingkaran di depan meja kayu yang besar dan penuh dengan ukiran. Alih-alih duduk di belakang meja, pria itu malah bertengger di pinggir meja sambil menyilangkan tangan di depan dada dan menatap Lisa lekat-lekat, kakinya terayun perlahan ke depan dan ke belakang, sangat dekat dengan kaki Lisa sehingga kain celananya bergesekan dengan celana Lisa.

Rasanya seperti berabad-abad sebelum pria itu akhirnya berbicara. Ketika berbicara, suara Mingyu terdengar tenang dan penuh wibawa, "kita punya dua permulaan, kau dan aku, yang pertama di rumah nenekku setahun yang lalu, dan yang satu lagi di sini kemarin. Karena keadaan saat itu, tak satu pun permulaan itu menyenangkan. Hari ini adalah yang ketiga, dan terakhir, permulaan bagi kita berdua. Dalam beberapa menit lagi, aku akan menentukan bagaimana masa depan kita. Untuk melakukan itu, pertama-tama aku ingin mendengar penjelasanmu mengenai ini," ia mengulurkan tangan ke belakang lalu mengambil selembar kertas dari atas meja dan dengan tenang menyerahkannya kepada Lisa.

Lisa menatap kertas itu dengan penuh rasa ingin tahu lalu nyaris melompat dari kursinya karena amat sangat marah hingga rasanya nyaris meledak. Di kertas itu Mingyu telah membuat daftar lebih dari selusin 'kegiatan yang patut dipertanyakan' termasuk latihan anggarnya dengan Seungkwan, balapan kuda di Hyde park, perjalanannya yang memalukan ketika ada seorang pria yang ingin menculiknya ke Wilton, serta beberapa petualangan lain yang sebenarnya tak berbahaya namun bila didaftar seperti ini tampak seperti perbuatan tercela.

"Sebelum aku menentukan masa depan kita," lanjut Mingyu tak acuh, tak memperdulikan ekspresi murka di wajah istrinya yang cantik, "ku pikir cukup adil kalau memberimu kesempatan untuk menyangkal apa yang ada di dalam daftar itu, kau juga boleh memberi penjelasan."

Amarah, dengan kekuatan besar membuat Lisa perlahan bangkit berdiri, tangannya mengepal di samping tubuhnya. Dalam mimpi buruknya sekalipun ia tak pernah menyangka Mingyu punya nyali untuk mengkritik tingkah lakunya. Karena, dibandingkan kehidupan yang dijalani pria itu, ia boleh dibilang masih sangat hijau.

"Dasar sombong, munafik, menyebalkan!" cetusnya marah lalu dengan susah payah berhasil mengendalikan emosinya. Sambil mengangkat dagu, ia menatap lurus-lurus mata pria itu dan dengan berani namun puas mengakui semua daftar yang dilebih-lebihkan itu. "Aku bersalah," katanya dengan penuh amarah. "Bersalah untuk setiap perbuatan tak bermakna, tak berbahaya, dan tak memalukan yang berada di dalam daftar itu."

Mingyu menatap wanita jelita penuh emosi yang berdiri di hadapannya, mata wanita itu berkilat-kilat bagai batu permata, dadanya naik turun penuh amarah tertahan. Mingyu dengan berat hati kagum pada kejujuran dan keberanian wanita itu karena mengakui kesalahannya.

Meskipun demikian, Lisa belum selesai. "Berani-beraninya kau menunjukkan daftar tuduhan dan mengultimatum masa depanku!" amuk wanita itu dan sebelum Mingyu sempat bereaksi ia melangkah ke samping untuk menghindari jangkauan Mingyu, membalikkan badan lalu berjalan ke pintu.

"Kembali ke sini!" perintah Mingyu.

Lisa memutar badannya dengan cepat sehingga rambutnya yang berkilau tergerai di bahunya seperti riak air terjun yang bergelombang dan indah. "Aku akan kembali!" janji wanita itu penuh permusuhan. "Beri aku waktu sepuluh menit."

Mingyu membiarkan Lisa pergi, alisnya berkerut sambil menatap pintu yang dibanting oleh Lisa hingga tertutup di belakangnya. Ia tidak menyangka Lisa akan bereaksi sesengit ini terhadap daftar yang ia buat. Malah, ia sama sekali tidak yakin apa sebenarnya yang ingin ia capai waktu menunjukkan daftar itu kepada Lisa selain mencari tahu apakah hanya itu yang dikerjakan Lisa sewaktu ia pergi. Satu-satunya yang diinginkan Mingyu, yang diperlukan Mingyu, adalah satu pertanyaan yang tak mampu ditanyakannya, yaitu, siapa yang pernah tidur seranjang dengan Lisa dan mencicipi tubuhnya sementara ia tidak ada.

Sambil mengulurkan tangan ke tumpukkan kertas di meja, ia mengambil kontrak pelayaran dan secara sambil lalu mulai membaca sementara menunggu Lisa kembali.

Daftar itu memang bukan ide hebat, ia mengakui kepada diri sendiri. Kesimpulan itu menjadi kenyataan beberapa menit kemudian, ketika Lisa mengetuk pintu, berderap masuk ke ruang kerjanya tanpa disuruh masuk, lalu melempar selembar kertas ke atas meja kerja Mingyu.

"Karena kau mau kita saling melempar tuduhan dan memberi kesempatan untuk menyangkal," ujar wanita itu berapi-api, "aku memberi 'kehormatan' yang sama kepadamu sebelum aku memberimu ultimatum mengenai masa depan kita."

Tatapan curiga Mingyu beralih dari wajah cantik yang memerah itu ke selembar kertas yang  tergeletak di atas meja. Setelah meletakkan kontrak yang tadi dibacanya. Ia mengangguk ke kursi tempat Lisa tadi duduk, dan menunggu  sampai wanita itu duduk  baru mengambil daftar yang diserahkan Lisa.

Something Wonderful (GYULIS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang