85

186 26 7
                                    

Mingyu yang merasa enggan berpisah dengan Lisa menemaninya menaiki tangga dan masuk ke kamar tidur. "Apakah kau menikmati siang harimu, Princess?" ia bertanya.

"Princess?" ia bertanya.

Ungkapan sayang itu membuat mata Lisa bersinar bagai sepasang permata zabarjad yang langka. "Amat sangat." Jawabnya sambil tersenyum.

Mingyu menciumnya beberapa kali, menjadikannya alasan untuk tetap di sana, lalu ia berjalan dengan langkah pelan menuju pintu penghubung. Ketika melewati meja rias Lisa, ia melihat jam saku kakek Lisa yang diletakkan di dalam kotak beledu tergeletak di atasnya, ia berhenti sebentar untuk memperhatikan jam berlapis emas yang berat itu. "Apakah kau penggemar jam seperti kakekmu?" tanya Mingyu sambil lalu, lalu mengambil jam itu dan membolak-baliknya.

"Tidak. Aku menyimpan jam itu sebagai kenang-kenangan terhadap kakekku."

"Jam ini sangat istimewa," komentar Mingyu.

"Beliau memang pria yang sangat istimewa," jawab Lisa dengan nada sopan yang menutupi senyum yang terpancar di matanya ketika ia memperhatikan wajah Mingyu.

Tak menyadari senyum Lisa ataupun tatapannya, Mingyu memperhatikan jam itu. Setahun yang lalu, kenangnya, ia menerima jam itu seakan-akan itu adalah haknya. Sekarang ia menginginkan jam itu lebih dari apa pun di dunia ini. Ia ingin Lisa memberikan lagi jam tersebut padanya. Ia ingin wanita itu menatapnya seperti dulu, dengan mata  penuh cinta dan kagum, dan memberinya jam ini karena menurut Lisa ia 'pantas' diberi jam seperti itu.

"Jam itu hadiah dari seorang bangsawan Skotlandia yang mengagumi pengetahuan dan filsafat hidup kakekku," jelasnya pelan.

Sambil meletakkan jam tersebut, Mingyu membalikkan badan. Perlu waktu lama untuk mendapatkan kepercayaan Lisa, putusnya, tapi suatu hari nanti wanita itu pasti menganggapku pantas menerima benda tersebut. Di lain pihak, Lisa mungkin akan memberikan jam itu pada hari ulang tahunku, pikir Mingyu sambil tersenyum dalam hati. Asalkan, tentu saja, dia sadar ulang tahunku tinggal empat hari lagi. "Jam ini sungguh cantik," ucap Mingyu, lalu menambahkan, "waktu memang sangat cepat berlalu. Sebelum kau menyadarinya, satu tahun lagi telah berlalu. Aku akan menemuimu di ruang duduk sebelum makan malam."

***

Mingyu mencondongkan tubuh ke dekat cermin, memeriksa hasil cukurannya. Tidak seperti biasa, suasana hatinya begitu riang karena sebentar lagi akan bertemu dengan Lisa di ruang duduk, ia menyeringai ke arah pelayan pribadinya lewat pantulan wajahnya di cermin lalu dengan bergurau berkata, "Well, menurutmu, apakah wajahku akan merusak selera makan wanita?"

Di belakangnya, sang pelayan, yang dengan sabar memegangi jas malam hitam yang dijahit rapi agar Mingyu memasukkan tangan ke dalamnya, begitu terkejut mendengar dirinya disapa dengan begitu akrab oleh majikan yang biasanya kaku itu. Sang pelayan yang malang sampai harus berdeham dua kali sebelum bisa menjawab sambil tergagap malu, "Saya berani berkata, Her Grace akan senang dengan penampilan Anda malam ini karena beliau memiliki selera yang bagus."

Bibir Mingyu tersungging geli teringat istri belianya yang 'anggun' bertengger di dahan pohon sambil memegang tongkat pancing. "Coba katakan padaku," pinta Mingyu sambil memakai jas hitam itu. "Apa warna mawar yang ada di lengkungan di taman?"

"Apa warna mawar yang ada di lengkungan di taman?"

Terkejut oleh pergantian topik percakapan dan pertanyaan itu sendiri, sang pelayan dengan bingung menjawab, "Mawar, Your Grace? Mawar apa?"

"Kau perlu punya istri," jawab Mingyu sambil terkekeh dan menepuk pundak pelayannya seakan-akan mereka kakak beradik. "Kau lebih parah dari pada aku. Setidaknya aku tahu ada mawar di..." Ia seketika berhenti berbicara ketika Will mengetuk pintu kamarnya keras-keras sambil memanggil "Your Grace... Your Grace..."

Ia menyuruh sang pelayan kamar menepi lalu berjalan ke pintu dan menariknya hingga terbuka, dengan marah menemui kepala pelayan yang bertubuh besar itu. "Ada apa sih denganmu?" tanyanya.

"Moon, si pelayan, Your Grace," jawab Will, begitu bingung sehingga tanpa sadar menarik lengan baju Mingyu, membawa pria itu ke koridor lalu menutup pintu sebelum ia dengan gugup berbicara, "Saya segera memberitahu Mr. Seungcheol, seperti yang Anda perintahkan bila terjadi hal-hal yang tidak biasa. Mr. Seungcheol ingin bertemu dengan Anda di ruang kerja saat ini juga. Saat ini juga. Dia bilang jangan bilang siapa-siapa, jadi hanya saya dan seorang pelayan dapur, yang tahu peristiwa mengerikan dimana..."

"Tenangkan dirimu!" hardik Mingyu, sudah berjalan ke tangga yang dihiasi karpet merah.

"Ada apa ini, Seungcheol?" tanya Mingyu sambil duduk di belakang mejanya dan menunggu sang detektif duduk di hadapannya.

"Sebelum saya menjelaskan," ujar Seungcheol hati-hati, "Saya ingin mengajukan pertanyaan, Your Grace. Sejak Anda berkereta dari depan rumah dengan membawa keranjang piknik hari ini, siapa yang memegang karaf anggur yang dimasukkan ke dalam keranjang piknik siang tadi?"

"Anggur?" ulang Mingyu, tidak siap membicarakan anggur dan bukan pelayan. "Istriku yang memegangnya ketika dia menuangkannya ke gelas untukku."

Ekspresi aneh yang nyaris sedih menggelapkan mata coklat kehitaman milik si detektif, lalu ekspresi itu menghilang ketika dia berkata, "Apakah Anda meminumnya?"

"Tidak," jawab Mingyu. "Gelasnya terbalik di rumput."

"Oh begitu, dan istri Anda, tentu juga tidak minum?"

"Tidak," jawab Mingyu ringkas. "Sepertinya saya satu-satunya orang yang sanggup meminumnya." ia teringat bagaimana pelayan pribadi Lisa pernah mencemooh anggur yang memang khusus dibuat untuknya itu.

"Apakah Anda berhenti di suatu tempat dan meninggalkan keranjang itu tanpa penjagaan sebelum Anda tiba di tempat tujuan? Di kandang, mungkin? Penginapan?"

"Tidak," jawab Mingyu ketus, sudah tak sabar ingin bertemu dengan Lisa dan marah karena percakapan ini membuat pertemuannya tertunda. "Ada apa sebenarnya? Ku pikir kau mau membicarakan tentang seorang pelayan bernama Moon."

"Moon meninggal." jawab Seungcheol datar. "Diracun. Saya curiga pada penyebab kematiannya ketika Will datang menjemput saya dan seorang dokter setempat, sang dokter sudah memastikannya."

"Diracun," ulang Mingyu, tak dapat mengerti mengapa peristiwa sekeji itu bisa terjadi di rumahnya. "Bagaimana bisa sesuatu yang mengerikan seperti itu terjadi di sini?"

"Yang mengerikan dari peristiwa ini adalah korbannya. Racun itu sebenarnya ditujukan untuk Anda. Saya menyalahkan diri saya sendiri karena tidak mengira pembunuh Anda akan berani membunuh Anda di dalam rumah Anda sendiri. Dalam satu dan lain hal," ujar sang detektif dengan suara parau, "sayalah yang patut disalahkan atas kematian pelayan Anda."

Something Wonderful (GYULIS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang