79

151 19 2
                                    

Mingyu menggeleng takjub pada kecerdasan wanita itu dan memasang cacing pada mata kailnya, lalu berjalan ke pinggir sungai. Setelah duduk di sebelah sebatang pohon tumbang yang sangat besar yang dahan-dahannya terentang sampai ke atas sungai ia mulai memancing.

"Di situ bukan tempat yang baik untuk mendapatkan ikan besar," saran istrinya dengan gaya sok tahu ketika muncul di belakangnya. "Bisa tolong pegangkan pancingku?"

"Rasanya tadi kau bilang kau bisa melakukan semuanya sendiri." goda Mingyu dan melihat Lisa telah melepaskan sepatu berkuda dan kaus kakinya. Sebelum ia sempat menerka apa yang akan dilakukan wanita itu, Lisa telah mengangkat roknya, memperlihatkan sepasang betis yang ramping, mata kaki yang indah, dan kaki yang mungil, lalu ia memanjat batang pohon tumbang itu dengan kelincahan seekor gazelle. "Terima kasih," katanya sambil mengambil tongkat pancingnya.

Mingyu menyerahkan tongkat itu, mengira wanita itu akan duduk di tempatnya berdiri, tapi dengan terkejut ia melihat Lisa berjalan di sepanjang dahan  besar yang tergantung di atas sungai yang deras, menyeimbangkan diri seperti pemain akrobat. "Kembali kemari!" hardik Mingyu, suaranya meninggi karena cemas. "Kau bisa jatuh."

"Aku berenang seperti ikan," Lisa memberitahu dan menyeringai dari atas bahunya, kemudian duduk, seorang nyonya Kim dengan kaki telanjang yang indah terkatung-katung di atas air dan rambut disinari cahaya matahari. "Aku sudah memancing sejak masih kecil," katanya membuka percakapan seraya melempar tali pancing ke sungai.

Mingyu mengangguk. "Boo yang mengajarimu." Pria itu telah mengajari Lisa dengan baik, pikir Mingyu sambil tersenyum dalam hati, karena tepat seperti sesumbar Lisa, wanita itu memasukkan tangan ke keranjang berisi cacing yang dibawakan para pelayan dan tanpa gentar memasang cacing di ujung mata kailnya.

Tampaknya pikiran mereka sejalan karena beberapa saat kemudian ia tersenyum ke arah Mingyu dari tempat bertenggernya yang tinggi lalu berkata, "Aku senang kau tidak takut pada cacing."

"Aku tidak pernah takut," protes Mingyu dengan amat sungguh-sungguh ketika menegadah. "Aku hanya tidak suka mendengar suara mereka saat kita pertama kali menusuknya. Biasanya binatang dibunuh dulu sebelum dijadikan umpan. Begitu lebih manusiawi, kau setuju bukan?"

"Mereka tidak bersuara." Sangkal Lisa, tapi Mingyu tampak begitu yakin sehingga keyakinan Lisa pun sedikit goyah.

"Hanya orang yang punya pendengaran sangat bagus yang bisa mendengarnya, tapi mereka bersuara," papar Mingyu, dengan ekspresi sungguh-sungguh.

"Kata Boo mereka tidak kesakitan," ujar Lisa gelisah.

"Boo itu tuli. Dia tidak dapat mendengar jeritan mereka."

Ekspresi bergidik yang tak dapat digambarkan membayang di wajah Lisa ketika memperhatikan tongkat pancing di tangannya. Mingyu lekas-lekas memalingkan wajah ke kanan untuk menyembunyikan tawanya namun bahunya tetap saja bergetar. Lisa akhirnya melihat gerakan itu. Beberapa saat kemudian, beberapa ranting kecil dan daun mengenai bahu kiri Mingyu. "Jahat!" kata Lisa riang dari atas.

"Oh, istriku yang bodoh," jawab Mingyu sambil menyeringai tanpa merasa bersalah dan mengangkat tangan untuk menyapu daun dan ranting pohon dari lengan bajunya, "kalau aku bertengger di dahan pohon di atas air, seperti dirimu, aku akan berhati-hati dan memperlakukanku dengan penuh hormat." Untuk memberi contoh ia mengangkat tangannya yang bebas dan perlahan menggoyang dahan pohon besar tempat Lisa bertengger.

Istri yang tidak santun itu mengangkat alis. "Oh, suamiku yang bodoh." balas Lisa lembut, mengirimkan gelenyar senang di sekujur tubuh Mingyu, "kalau kau membuatku jatuh, kau membuat kesalahan fatal dan menjadikan dirimu basah."

"Aku?" tanya Mingyu, menikmati percakapan mereka.

"Kenapa?"

"Karena," jawab Lisa dengan tenang dan jujur, "aku tak dapat berenang."

Something Wonderful (GYULIS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang