75

193 26 6
                                    

Lisa dalam busana sutra warna peach dan rambut dibiarkan tergerai melewati pundak meninggalkan kamarnya pada pukul sembilan malam, jam yang telah ditentukan untuk makan malam, lalu berjalan menuruni tangga. Sekarang karena ia akan bertemu Mingyu untuk pertama kalinya sejak pertengkaran mereka di Istal, rasa ingin tahunya mengenai pria itu sudah berganti dengan rasa tersinggung, namun sama sekali bukan rasa takut.

Will melangkah ke depan ketika Lisa membelok menuju ruang makan dan malah lekas-lekas membukakan pintu menuju ruang duduk. Lisa dengan bingung melirik pria itu dan tampak ragu-ragu. "His Grace," sang kepala pelayan memberi tahu, "selalu menikmati segelas anggur di ruang duduk sebelum makan malam."

Mingyu mengangkat kepala ketika melihat Lisa berjalan masuk ke ruang duduk, lalu ia berjalan ke lemari samping tempat ia menuangkan segelas anggur untuk wanita itu. Lisa memperhatikan gerakan luwes Mingyu ketika pria itu mengisi gelasnya, matanya menelusuri tubuh Mingyu yang jangkung dan atletis sambil berusaha tidak memperdulikan betapa tampannya pria itu bila memakai jas berwarna biru yang menggantung di bahunya yang  bidang serta celana panjang abu-abu yang menonjolkan kakinya yang kokoh dan panjang. Sebuah batu mirah berkelip di atas lipatan neckcloth-nya yang seputih salju, kontras dengan wajahnya yang kecoklatan terkena sinar matahari. Tanpa berkata-kata pria itu menyodorkan gelas anggur ke arah Lisa.

Tak dapat memahami suasana hati Mingyu, Lisa berjalan ke depan lalu menerima gelas yang disodorkan pria itu. Kata-kata Mingyu yang diucapkan sesudahnya membuat Lisa amat sangat ingin menyiramkan anggur itu ke kepala pria itu.

"Sudah menjadi kebiasaanku," ia menjelaskan kepada Lisa, seperti guru memarahi murid yang malas, "untuk minum anggur di ruang duduk pukul 20.30 lalu makan malam pukul 21.00. Lain kali, tolong bergabung denganku di sini tepat pukul 20.30, Lisa."

Api amarah memercik di mata Lisa, namun ia berhasil menjaga suaranya tetap tenang. "Kau sudah memberitahuku dimana aku boleh tidur, kemana aku boleh pergi, siapa yang harus menemaniku, dan kapan aku makan. Bisakah kau memberitahuku kapan aku boleh bernapas?"

Alis mata Mingyu berkerut menjadi satu, lalu ia menyandarkan kepalanya ke belakang dan menarik napas dalam-dalam. Didorong rasa frustasi dan gundah ia mengangkat tangannya lalu memijit otot di tengkuknya yang tegang, lalu ia menurunkan tangannya, "Lisa," ujarnya dengan suara sedih dan putus asa, "aku tadinya ingin meminta maaf karena telah memperlakukanmu dengan kasar di istal tadi siang. Kau pulang terlambat satu jam, dan aku menjadi cemas. Aku sebenarnya tidak ingin memulai malam ini dengan memperingatkanmu atau menghujani dirimu dengan banyak peraturan. Aku bukan monster..." Ia menghentikan kalimatnya ketika Will mengetuk pintu perlahan-lahan, sebelum membawa sehelai surat yang diletakkan di nampan perak.

Lisa yang sedikit terhibur oleh permintaan maaf Mingyu duduk di kursi berlapis beledu lalu melihat sekeliling tempat duduk yang besar itu, merasa perabot-perabot bergaya baroque berlapis beledu berwarna anggur itu tampak sangat mewah namun mengintimidasi. 'Mewah namun mengintimidasi,' pikir Lisa mengolok-olok diri sendiri. Perasaan Mingyu terhadap rumah ini sepertinya telah turut mempengaruhi suasana hatiku, pikir Lisa.

Setelah mengambil surat dari nampan, Mingyu duduk di hadapan Lisa lalu membuka segel surat, matanya dengan cepat membaca surat, ekspresinya berubah dari ingin tahu menjadi kesal. "Surat ini dari Yugyeom," ia memberitahu, mata kelabunya tiba-tiba menyipit, rahangnya mengeras hingga tulang-tulang di pipinya terlihat jelas. "Sepertinya dia memutuskan untuk meninggalkan London saat musim debut masih berjalan dan sekarang tinggal di rumah ibunya tak sampai lima kilo meter dari sini."

Mengetahui temannya sekarang tinggal amat dekat dengannya membuat Lisa sangat gembira. Wajahnya berseri-seri, lalu ia berkata, "Aku ingin mengunjungi ibu dan adiknya besok..."

"Aku melarangmu pergi ke sana," sela Mingyu dingin.

"Aku akan mengirim surat kepada Yugyeom dan menjelaskan kita ingin menikmati beberapa minggu ke depan tanpa diganggu." Sewaktu Lisa menatapnya dengan ekspresi bermusuhan, nada suara Mingyu berubah tegas. "Kau paham itu, Lisa? Aku melarangmu pergi ke sana."

Something Wonderful (GYULIS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang