8

347 38 0
                                    

Lisa duduk di punggung Thunder, kuda tua bungkuk dan pemarah yang usianya lebih tua dari pada dirinya dan dulu merupakan milik kakeknya, lalu berderap di sepanjang jalan setapak menuju pondok keluarga Roseanne. Senapannya disarungkan di samping tubuh, matanya memperhatikan sisi jalan berharap menemukan binatang kecil yang bisa ditembak dalam perjalanan menuju ke rumah Roseanne. Bukan berarti ia bisa mendekati binatang apa pun tanpa terdengar lebih dulu, karena tombak panjang yang dikempitnya di bawah ketiak terus-menerus berkelontang setiap kali bersinggungan dengan pelindung dada dan membentur tameng yang dipegangnya.

Meskipun sebelum berangkat Lisa bertengkar dengan ibunya namun sekarang suasana hatinya sudah membaik terbuai cuaca cerah di musim semi serta rasa antisipasi yang sama seperti yang digambarkannya kepada Sarah.

Di kaki lembah di sebelah kiri dan di naungan hutan di sebelah kanan, bunga-bunga musim semi telah mulai bermekaran, memuaskan matanya dengan aneka warna pelangi dan hidungnya dengan aroma yang harum. Di pinggir desa ada sebuah penginapan kecil, dan Lisa, yang mengenal semua orang yang tinggal dalam radius 13 kilo meter dari kediamannya, mengangkat penutup wajah pada helmnnya lalu melambai ceria kepada pemilik penginapan itu. "Selamat siang, Tilson," sapanya sambil berteriak.

"Selamat siang juga, Nona Lisa," jawab pria itu.

Roseannebeserta keenam saudara laki-lakinya sedang berdiri di luar gubuk reot keluarga itu, sebuah permainan sedang berlangsung dengan seru di halaman rumah mereka. "Ayo Lisa," panggil adik Rose yang berusia empat belas tahun dari atas kuda tua ayahnya. "Waktunya bermain tombak."

"Tidak, ayo kita duel dulu," ujar adiknya yang berusia tiga belas tahun, seraya menarik sebilah pedang tua. "Kali ini aku akan mengalahkanmu, Lisa. Aku sudah berlatih siang dan malam."

Sambil tertawa, Lisa dengan kikuk melompat turun dari kudanya dan memeluk Roseanne, kedua gadis muda itu langsung ikut bermain. Permainan itu merupakan ritual yang kerap dilaksanakan setiap kali ketujuh putra-putri keluarga itu berulang tahun.

Siang hari itu dihabiskan dengan melakukan permainan seru, persaingan sehat, dantawa ceria dari  sebuah keluarga besar yang berkumpul bersama-sama, sesuatu yang diidamkan Lisa sejak masih kanak-kanak,

Dalam perjalanan pulang ke rumah, tubuhnnya sudah sangat letih namun hatinya gembira serta perutnya nyaris meledak kekenyangan karena disodorkan begitu banyak makanan oleh Ibu Roseanne.

Suara langkah kaki si tua Thunder di jalan berdebu seakan menina bobokkannya. Lisa membiarkan tubuhnya terayun-ayun sesuai irama langkah kuda, kelopak matanya yang berat mulai menutup karena lelah. Berhubung tidak menemukan cara lain untuk membawa baju zirahnya, Lisa tak punya pilihan selain memakainya. tetapi baju zirah itu membuatnya kepanasan dan akibatnya ia menjadi tambah mengantuk.

Ketika melewati penginapan dan membelokkan arah si tua Thunder menuju jalan setapak lebar menembus hutan yang akan memotong jalan utama beberapa kilometer lagi, dilihatnya beberapa kuda diikat di halaman penginapan dengan lampu di dekat jendela masih menyala. Suara maskulin pria menyenyikan lagu vulgar melayang terbawa angin ke telinganya. Di atas kepalanya, dahan-dahan pohon ek saling bertaut, terangguk-angguk oleh hembusan angin malam musim semi, menimbulkan bayangan seram di jalan setapak yang ia lalui ketika diteringa cahaya bulan.

Lisa tahu malam telah larut, tapi ia tidak mau menyuruh kudanya untuk mempercepat langkah. Pertama karena usia Thunder sudah lebih dari dua puluh tahun, dan kedua karena ia ingin memastikan tuan tanah sudah pulang ketika ia tiba di rumah.

Penutup muka di helmnya tiba-tiba jatuh menutupi wajah, Lisa menghela napas dengan sebal, berharap dapat melepaskan helm itu dan membawanya. Lalu ia memutuskan Thunder sepertinya sudah tidak punya tenaga atau minat untuk tiba-tiba membawanya lari, terutama setelah hari yang melelahkan di arena tanding tombak. Lisa menarik tali kekangnya agar berhenti, lalu melepaskan pegangannya dan memindahkan tameng berat yang dibawanya ke tangan kiri. Bermaksud melepas helmnya lalu membawanya di lekuk tangan kanan, ia mengangkat tangan untuk menarik helm, lalu berhenti, perhatiannya tiba-tiba tertuju kepada suara teredam samar yang datang dari pinggir hutan, kira-kira empat ratus meter dari jalan.

Sedikit mengerutkan dahi, ia bertanya-tanya apakah akan bertemu babi liar atau binatang yang tidak terlalu berbahaya lainnya, yang mungkin bisa dimakan, ia menarik senapan dari sarunya sesenyap yang dimungkinkan baju zirahnya.

Tiba-tiba kesenyapan malam dipecahkan oleh suara letusan senjata api, lalu satu lagi. Sebelum Lisa punya waktu untuk bertindak, Thunder berderap bingung menuju pinggir hutan, tanpa sadar berlari langsung menuju sumber suara, tali kekang kuda itu melayang-layang di atas tanah di dekat kakinya, sementara Lisa menjepitkan kakinnya keras-keras ke tubuh kuda itu.

Kepala para perampok itu tersentak kaget mendengar suara logam berkelontang dari arah hutan di samping, dan Kim Mingyu mengalihkan tatapannya dari moncong pistol berbahaya yang diarahkan tepat ke dadanya. Dari arah hutan seorang ksatria berbaju zirah dengan helm tertutup berderap menyelamatkannya dengan menunggang seekor kuda bungkuk, tangannya yang satu memegang tameng dan yang satu lagi memegang senapan.

Lisa menahan diri agar tak menjerit ketika ia melompat keluar dari hutan dan mendarat tepat di tengah-tengah pemandangan yang lebih mengerikan daripada mimpi terburuk di bawah sinar rembulan. Seorang kusir kereta terbaring luka di jalan, di samping kereta, dan dua orang perampok dengan wajah ditutupi sapu tangan merah sedang menodongkan pistol ke arah mereka, dan mengarahkan pistol tepat ke arahnya.

Ia tak punya waktu untuk berpikir, ia hanya bereaksi. Sambil mempererat pegangannya pada senapan dan tanpa sadar mengandalkan perlindungan pada tameng dan pelindung dadanya dari terjangan peluru, Lisa mengayunkan tubuhnya ke kanan, bermaksud melompat ke arah perampok itu dan menjatuhkannya ke ranah, namun tepat saat itu juga pistol pria itu meletus.

Dalam kekacauan yang menakutkan tersebut, Thunder tersandung dan kehilangan keseimbangan, Lisa tanpa daya terlontar ke udara lalu mendarat bersama baju besi karatan itu di atas tubuh perampok kedua. Benturan itu nyaris membuat helmnya copot, senapannya terlempar ke jalan, dan ia nyaris pingsan.

Sayangnya, perampok itu lebih dulu siuman sebelum kepala Lisa berhenti berputar. "Apa-apaan," geramnya, lalu dengan satu entakan kuat ia mendorong tubuh lemah Lisa dari atas badannya dan menendangnya kuat-kuat sebelum bergegas membantu temannya, yang sekarang sedang bergumul dengan korbannya yang jangkung itu untuk memperebutkan pistol.

Dengan mata nanar dan panik, Lisa melihat kedua perampok memukuli si pria jangkung. Dengan kekuatan yang datang dari rasa takut ia mengangkat tubuhnya ke depan lalu merangkak, tersandung-sandung, dan berkelontang ribut ke arah senapan mengilatnya yang tergeletak di jalan setapak. Tepat ketika jemarinya menggenggam gagang senapan, dilihatnya pria jangkung itu berhasil merebut pistol dari perampok kurus lalu menembaknya, kemmudian pria itu merunduk, membalikkan badan, serta mengarahkan pistolnya tepat ke arah perampok yang satu lagi.

Dengan terpana Lisa memperhatikan keluwesan gerakan pria jangkung tersebut kemudian dilihatnya pria itu dengan dingin dan tenang mengarahkan pistol ke perampok kedua. Masih berbaring telungkup, Lisa memejamkan mata, menunggu gelegar letusan pistol. Namun yang terdengar hanyalah bunyi klik keras dari pistol kosong.

"Dasar bedebah miskin dan bodoh," kata perampok itu sambil tertawa culas lalu mengulurkan tangan ke balik kemeja, mengeluarkan pistolnya sendiri. "Kau pikir aku akan membiarkanmu mengambil pistol kedua itu dari bawah kalau aku tidak tahu pasti bahwa pistol itu kosong? Kau akan mati perlahan-lahan karena telah membunuh adikku. Orang akan mati dengan amat perlahan kalau ditembak di bagian perut,"

Something Wonderful (GYULIS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang