Lelaki tersebut menjauhkan tangannya. Mata mereka sempat bertemu, tetapi pandangan Zoey kosong. Pupil matanya tampak lebih keruh dari kondisi normal.
Gadis itu lalu mengubah posisi dengan duduk. Ia mengernyit sembari menyentuh pelipisnya yang berdenyut.
"Ugh, kepalaku nyeri. Ini di mana .... Kenapa gelap sekali?" gumamnya bermonolog.
Pria di sebelahnya terkesiap. Kamar sempit ini memang diterangi cahaya yang sangat minim. Namun, orang-orang sebelum Zoey, selalu mengatakan agar lampunya dinyalakan atau gordennya dibuka saat mereka pertama kali datang. Ini pertama kali di kamar ini ia mendengar seseorang mengatakan "gelap sekali".
Untuk memastikan, pria berambut cokelat tersebut menggerakkan tangannya naik-turun di depan mata Zoey. Gadis itu hanya berkedip dua kali, merasakan sapuan angin lembut menerpa kulit wajahnya. Dia sedikit merinding karena tidak melihat siapa-siapa.
"Manajer Eric, apa kamu di sana?" Hanya sosok sang manajer yang terngiang di pikiran Zoey.
Pria tersebut lantas tersenyum lebar. Suara Zoey yang ketakutan membuat ia semakin yakin akan asumsinya.
"Ya, Nona. Saya di sini."
"Apa ini? Kenapa daritadi kamu tidak bersuara? Menakutkan saja," keluh Zoey, mendekati kesal.
"Maaf, Anda bangun setelah tak sadarkan diri selama dua hari tiga malam. Saya hanya terlalu senang sampai tidak tahu harus merespon apa."
Dari jawaban sang manajer, jarak mereka mungkin tidak lebih dari satu meter. Zoey cukup lega sebab masih ada Manajer Eric. Ia pikir, Manajer Eric juga akan pergi meninggalkannya seperti orang-orang.
"Tapi, kita di mana? Dan kenapa gelap sekali?" tanya Zoey bingung.
Perasaannya menjadi campur aduk sejak mencium bau anyir. Ia mencapit hidung usai mengendus udara amis di sekitar.
"Ya Tuhan, bau apa ini!" keluhnya tak tahan.
Eric menunduk sekilas, ternyata dia belum membersihkan darah kotor Dokter Jean yang menetes di lantai. Ujung sepatunya tanpa sengaja menginjak cairan tersebut.
"Tenanglah, Nona. Ini .... kita sedang di rumah sakit."
'Rumah sakit?' Zoey mengernyit. Ia lalu memelankan suara. "Manajer Eric, kamu bohong, kan? Rumah sakit tidak mungkin gelap dan berbau seanyir ini."
"Saya minta maaf, Nona. Tapi kita benar-benar di rumah sakit."
Dalam benak Zoey bertanya, apakah Manajer Eric yang sekarang masih dapat dipercaya? Zoey telah kehilangan segalanya mulai dari karir, reputasi, dan orang-orang yang dicintai. Semua itu karena ulah kakak tirinya, Geornia.
Setahun lalu dia memberikan seorang pemuda bernama Eric sebagai manajer Zoey. Di antara semua hal yang hilang, mengapa hanya tersisa pemberian dari Geornia? Dan mengapa harus Manajer Eric? Zoey khawatir bahwa ini jebakan.
"Manajer, apa kamu masih bekerja dengan kakakku?" tanya Zoey curiga.
"Apa sekarang Nona tidak percaya pada saya?" Pria tersebut balik bertanya.
Dari nadanya terdengar seolah dialah yang paling terluka. Zoey ingin tertawa, tapi dia hanya menggeleng.
"Tidak, lupakan. Aku percaya, kok."
Akhirnya dia menyerah. Zoey sangat kecewa karena Manajer Eric tidak menjawab pertanyaannya dengan benar. Mengingat dulu Manajer Eric bekerja di bawah naungan kakaknya, maka tidak heran kalau dia masih bekerja di bawah Kakak. Namun, ia juga tidak memberitahu di mana keberadaan mereka berdua sekarang.
Meski Zoey sekedar pihak ketiga yang bahkan tanda tangannya tidak tercantum di kontrak kerja, setidaknya ia dan Manajer Eric adalah pihak yang terlibat secara langsung. Zoey merasa perlu untuk tahu lokasinya sekarang. Sehingga, ia tidak akan merasa seperti diasingkan ke suatu tempat.
Bukankah itu sudah keterlaluan?
"Kita sedang di Australia," tutur Manajer Eric.
Bibir Zoey bergetar. "Australia ... ti-tidak, aku mau pulang."
Ia mencoba bergerak, namun sekujur tubuhnya terasa sakit. Eric yang melihat raut wajah ketakutan Zoey seketika mengernyitkan dahi.
"Anda masih tahap pemulihan."
Ah, benar juga. Gadis itu mendongak ke atas, berkedip berkali-kali agar air mata tidak jatuh. Segalanya tampak menghitam.
"Manajer Eric, tolong hidupkan lampu." Zoey memberi perintah.
Pria itu bergeming, menunggu ocehan Zoey berikutnya.
"Kenapa diam saja? Aku meminta tolong kepada Manajer agar menghidupkan lampu!" ulangnya, setengah berteriak.
"Nona-"
"Ah, tunggu sebentar. Aku tahu ini." Zoey menjentikkan jari. "Biar kutebak. Mungkinkah listriknya padam? Itu sebabnya lampunya tidak menyala. Iya, kan?"
"Nona, listriknya hidup."
"Kalau begitu, pasti ada yang salah dengan sambungan listriknya. Mungkin ada yang putus dan menyebabkan lampu mati."
"Sambungannya baik-baik saja, Nona. Listrik hidup, lampu juga hidup. Anda ... tidak bisa melihat," ucap Eric pelan.
Zoey terdiam. Wajahnya yang pucat tampak lebih pucat. "Jangan membuat lelucon."
"Saya tidak membuat lelucon! Kata dokter, benturan di kepala mengenai syaraf mata sehingga Nona tidak akan bisa melihat lagi," jelasnya bohong.
"Bohong," gumam Zoey.
Manajer Eric tertegun. Dia memang berbohong tentang benturan, tetapi untuk sekarang, alasan pasti kenapa Zoey buta masih belum diketahui.
"Saya hanya mengatakan yang sebenarnya," kilah Manajer Eric.
"Kubilang jangan bohong!" Zoey berteriak. "Anda bercanda kan?"
"Saya serius, Nona."
Zoey menautkan alis sambil menahan sesak di dadanya. Zoey menangis tanpa suara sebab kini ia kehilangan dunia yang penuh warna, tapi ... dia semakin bingung.
"Kenapa ... jadi benturan? Benturan apa ...? Bu-bukankah aku cuma pingsan?" tanya Zoey menggali kebenaran.
Suaranya gemetar dan terbata-bata. Ia sangat takut jika harus buta total secara permanen. Pasti ada celah kenapa matanya jadi seperti ini.
"Saat Nona jatuh pingsan, kepala Anda sempat membentur batu. Lalu Anda tidak sadarkan diri sebelum kepala mengenai batu itu. Karena itulah, Anda tidak bisa mengingatnya."
Gadis itu membeliakkan mata. "Manajer, bukankah kamu menangkapku?"
Kenapa ceritanya berbeda dari ingatan Zoey? Setelah pingsan, Zoey ingat betul seorang pria menangkapnya dari belakang. Aroma parfum yang pria itu kenakan sangat mirip dengan milik Manajer Eric yang biasa dia pakai.
"Nona pasti salah ingat. Saya tidak bisa menangkap Anda karena fobia saya."
Ah, benar juga. Tidak mungkin Manajer Eric menangkapnya karena dia mengidap haphephobia. Dia tidak mungkin sengaja bersentuhan dengan orang lain. Pernah, Zoey menawarkan jabat tangan saat pertama kali bertemu dengan Manajer Eric, lalu ia tentu saja mendapat penolakan.
Kalau begitu, apa mungkin aku memang salah ingat? Batin Zoey mulai ragu dengan memori ingatannya. Pasalnya, mimpi-mimpi buruk yang kerap menghantuinya setiap malam terkadang mengacaukan ingatan asli Zoey di kehidupan nyata.
Tetap saja, bukankah itu aneh? Meskipun Zoey pingsan, kesadarannya masih jalan. Ia masih bisa merasakan ketika bagian tubuhnya disentuh. Ia juga bisa mendengar suara walau samar. Hanya saja kelopak matanya berat. Lalu tubuh yang lemas membuat Zoey tidak mampu melakukan apa-apa.
"Zoey, bertahanlah!" Itu adalah suara panggilan satu-satunya yang Zoey dengar sebelum kesadarannya hilang total.
Sepertinya Geornia menangis kencang. Ia dapat merasakan kehadiran Geornia begitu dekat, wanita dingin tersebut menggenggam erat tangan Zoey dengan jemari lentik yang juga dingin. Dia terdengar panik. Tapi ... apa mungkin wanita kejam itu peduli padanya? Mungkinkah ini ingatan di dalam mimpi?
Sepertinya bagian Geornia memanggil dan menggenggam erat tangan Zoey hanyalah mimpi atau ilusi, tapi rasanya benar-benar hangat. Setelah itu, Zoey tidak ingat kejadian berikutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Revisi
RomancePenulisnya lagi sibuk mengurutkan bab cerita! Stop disturbing.