Zoey hendak berbalik, tapi suara itu membuatnya menoleh. "Si-siapa di sana?"
"Emmh!" Hanya sahutan tidak jelas yang semakin menimbulkan tanda tanya di benak Zoey. "Emmh!"
Zoey meneguk Saliva susah. Perlahan kakinya melangkah ke depan, sambil tangannya menggerayangi permukaan tembok. Ada potongan gambar yang sepertinya jatuh dari dinding karena lemnya luntur. Zoey tanpa sengaja menginjaknya.
Dan di kamar itu, sebenarnya Zoey dikelilingi oleh gambar-gambar yang akan membuat dia menjerit ketakutan saat melihatnya.
Zoey berjalan tertatih-tatih. Sampai di hadapan ia menemukan pintu dengan knop yang dapat diputar. Apa ini kamar mandi? Tidak. Suara gemanya terlalu luas untuk disebut kamar mandi.
Meski ragu, Zoey menempelkan telinganya ke permukaan pintu. "Emmh!" Terdengar lagi, kali ini sumber suaranya pasti berasal dari sini.
Spontan gadis itu menjauhkan wajahnya, kemudian memutar knop tersebut. Klik, klik! Nihil. Pintunya tak mau terbuka.
"Emmh!" Dokter Jean berusaha berdiri dari kursi yang melilit tubuhnya bersama tali. Usaha tersebut membuat salah satu kaki pijakan patah, lalu Dokter Jean tumbang ke samping dengan pantatnya masih melekat di kursi. Sisi kanannya sakit sebab menghantam lantai. "Huft, huft."
Zoey mengernyit begitu mendengar bunyi jatuh. "Hei, buka! Apa yang terjadi?" Tangannya menggebrak-gebrak pintu.
Bruk!
"Ak-awwh!" Zoey sendiri meringis kesakitan saat tidak sengaja kakinya tergelincir. Ia terduduk pasrah di lantai, merapat pada pintu yang masih memperdengarkan suara-suara aneh.
Tiba-tiba seseorang membuka pintu, menimbulkan bunyi decitan seperti bangunan tua. Zoey menoleh dengan gugup. Ia beringsut mundur. Namun, suara itu berasal dari arah yang berlawanan serta langkah kaki berat yang semakin dekat.
Eric tiba di ambang pintu dengan wajah murka langsung menghampiri Zoey. Apalagi melihat selang infus gadis tersebut berubah merah lagi. "Nona!"
"Manajer Eric?" Zoey mendongak, merasakan aura keberadaan pemuda itu. "A-ada suara aneh dari sini. Apa kamu mendengarnya juga?"
"Saya tidak mendengar apa pun. Anda kembalilah ke tempat tidur, saya akan-"
"Manajer Eric! Coba kamu periksa lagi. Tadi saya benar-benar mendengar suara dari sana. Se-sepertinya dia butuh bantuan." Zoey menggeleng ketakutan.
Eric mengernyit tidak suka. "Ah ... itu perawat yang menangani pasien lain. Saya akan memanggilnya untuk Anda."
"Hah? Tidak, tunggu ...." Zoey meneguk ludah saat Manajer Eric berhasil membuka pintu tersebut dengan sedikit kasar. Namun, hal yang lebih dia khawatirkan adalah jika Manajer Eric memanggil perawat yang kemarin.
Eric melepas tali yang melilit tubuh Dokter Jean. Wanita tersebut memejamkan mata, pasrah. Kedua bahunya bergetar ketika pria di sampingnya membisikkan kata-kata, "Pura-pura jadi perawat."
Tanpa berpikir panjang, Dokter Jean mengangguk cepat. Ia langsung paham begitu melihat gadis tak jauh di depan memasang wajah takut. Dokter Jean menghampiri Zoey dengan perasaan was-was. Di belakang, Eric menatap tajam dan siap menghabisinya jika melakukan kesalahan.
Tatkala mendengar langkah kaki mendekat, jantung Zoey serasa ingin melompat. Dia teringat kejadian sebelumnya. "Ma-Manajer Eric!" panggilnya cemas sambil meraba-raba udara.
"Kyaa!"
Gadis itu menolak saat sebuah tangan berusaha meraih lengannya. Reflek, ia melawan dengan mengarahkan siku ke atas, sehingga mengenai dagu Dokter Jean lumayan keras. Sebuah erangan sakit pun keluar dari sela-sela bibir yang masih bengkak.
"Uff, hfft ... hfft!" Dokter Jean hampir saja memegang wajahnya dan menambah rasa sakit itu.
Suara wanita?
Zoey terbelalak. "Ma-maaf! Kamu baik-baik saja, kan?"
"Mm!" Dokter Jean segera tersenyum melalui mata walau pun Zoey tidak mampu melihat. Dia ingin menangis kalau diizinkan. Perih tak tertahankan di area rahang membuatnya sangat tersiksa. Saking perihnya, wanita itu ingin sekali merobek wajahnya.
Eric berlari kecil ke arah Zoey. Kemudian setengah berlutut guna mensejajarkan posisi, menjelaskan status Dokter Jean. "Nona, dia adalah perawat baru di rumah sakit ini. Sama halnya seperti perawat kemarin. Dia juga seorang tunawicara."
"Apa tidak ada perawat yang bisa bicara? Karena akan sulit berkomunikasi kalau begini," ucap Zoey kecewa.
Laki-laki itu tersenyum. "Tidak apa-apa, Nona. Saya akan membantu Anda berkomunikasi ke depannya. Untuk sekarang, lebih baik Nona kembali dulu ke tempat tidur."
Zoey mengangguk pasrah. "Baiklah."
Ia melirik Dokter Jean, lalu mengarahkan dagunya ke arah Zoey. Syukurlah dokter tersebut peka. Zoey pun tak lagi melawan ketika tangan wanita itu memeluk lengannya dengan hangat.
Setelah pantatnya menyentuh kasur, gadis itu teringat tujuan utama dirinya berusaha keluar ruangan. "Manajer Eric?"
"Ya, Nona?" Eric sedang menyiapkan obat saat Dokter Jean sibuk mengatur bantal untuk Zoey bersandar.
Dari volume suaranya, Zoey dapat mengetahui jarak Manajer Eric cukup dekat. Dengan memakai insting, ia langsung menoleh ke samping tanpa ragu. "Jam berapa sekarang?"
Laki-laki itu mengangkat tangan kanan di mana jam tangan hitam melingkar dengan sempurna. Angka di dalam jam tangan tersebut menunjukkan pukul 11.25 AM . Eric menatap Zoey sejenak sambil memiringkan kepala. "Jam sepuluh malam," jawabnya bohong.
Zoey tampak berpikir. Pantas saja rumah sakitnya sepi. Kedua tangannya saling menggenggam karena dirundung rasa tidak aman. Haruskah ia membicarakan perawat yang kemarin pada Manajer? Ini merupakan kasus memalukan dan bisa disebut aib.
"Oh, ya. Dokter mengatakan, Anda harus minum obat sebelum tidur."
Baru saja, Zoey membuka setengah mulutnya hendak bicara. Mungkin lain kali, pikirnya sambil mengatupkan mulut.
"Tolong buka mulut Nona lebih lebar, ya?"
"Ah, baik!"
Eric tersenyum sambil menyerahkan nampan berisi segelas air putih dan beberapa kapsul obat kepada Dokter Jean. Wanita itu melebarkan mata, kemudian menerimanya dengan tangan berkeringat dingin. Tanpa disuruh pun, ia tahu maksud tindakan Eric adalah memintanya meminumkan obat ini kepada Zoey. Namun, obat apaan ini?
Dokter Jean menggeleng kaku. Ia tak berani melakukan hal sekeji ini terhadap pasien. Sangat bertentangan dengan prinsipnya sebagai dokter.
Eric yang sebal melihat pembangkangan Dokter Jean, secara tak sabar merebut obat di atas nampan tersebut. Kemudian, dimasukkan ke mulut Zoey tanpa pelarut.
Gadis itu tersentak. "Aakh! Uhuk, uhuk!" Tiga butir sekaligus. Zoey terbatuk-batuk sambil memukul pelan dadanya. Tenggorokannya sakit. Dokter Jean takut Zoey kenapa-kenapa, ia yang panik pun segera memberikan air putih.
"Maaf, Nona. Pelayanan perawat baru memang kurang memuaskan. Saya akan keluar sebentar untuk protes ke pihak rumah sakitnya langsung." Eric menyeret tangan Dokter Jean, tetapi wanita tersebut meronta-ronta.
"Emmph! Emmh! Hlonh syeh Nhh (Tolong saya, Nona)!" Dokter Jean sudah berusaha, padahal gadis yang dimintai tolong pun tak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dari cengkeraman pria ini. Gadis malang, kapan kamu melihat kenyataan? Batinnya sedih.
Zoey menelan saliva, merasakan tidak enak pada pangkal lidahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Revisi
RomantikPenulisnya lagi sibuk mengurutkan bab cerita! Stop disturbing.