Dua sosok yang tengah berdiskusi saling mengangkat kepala mereka, lalu berbalik menatap Geornia dengan raut terkejut. Berjarak dua meter, gadis tersebut memakai gaun paling santai. Rambutnya juga berantakan, bekas perlawanannya dengan para pelayan. Bahkan Geornia tidak mengenakan alas kaki. Tidak pernah anak perempuan keluar sekusut ini di hadapan laki-laki.
"Bukannya Kakak dikurung Ayah?" tanya Zoey heran. Alisnya tertaut.
"Aku dapat izin. Pria tua itu memaksaku kemari karena katanya 'tunanganku' menunggu di sini. Kalau mau protes, bilang saja padanya."
Hal itu membuat Zoey tercekat. Pria tua yang dimaksud pasti Tuan Hashe. Ini artinya ... dia sedang mempertimbangkan pasangan yang cocok untuk Kyle di antara kedua putrinya. Geornia sengaja menekan kata 'tunanganku' agar Zoey tahu batas dan posisi dalam menjalin hubungan dengan orang yang akan menjadi kakak ipar.
Tidak adil. Meski ini hanya mimpi, kenapa Tuan Hashe masih perlu mempertimbangkan Geornia? Padahal Zoey-lah yang ditakdirkan menikahi Kyle sejak awal. Tangan Zoey pun berinisiatif memeluk lengan Kyle, seolah menunjukkan kedekatan.
Kyle lantas maju selangkah untuk menutupi tubuh mungil Zoey dari tatapan Geornia. "Nia, hentikan! Kamu tidak sadarkah? Kamu sudah membuat Zoey ketakutan," teriaknya.
Geornia menatap datar sang adik saat dia bersembunyi di belakang punggung Kyle, kemudian tatapan itu turun ke bawah menangkap pergerakan tangan Kyle dan Zoey yang saling bergandengan.
"Apa-apaan tatapanmu itu! Kamu mau menakut-nakuti Zoey lagi?" sinisnya.
Geornia mengalihkan atensi ke arah Kyle tanpa berkata apapun. Tatapan dingin tersebut juga membuat nyali Kyle menciut.
"Ugh, jangan tatap kami dengan pandangan menyebalkan seperti itu! Dasar menyebalkan," umpatnya pelan.
"Dasar kekanakan," balas Geornia sambil melipat tangan di depan dada.
Sontak, pipi Kyle memerah. "A-apa? Siapa yang kamu bilang kekanakan?"
"Siapa lagi kalau bukan kalian? Aku bahkan tidak melakukan apa-apa, tapi kalian terus mengoceh dan membuat bising. Kalian sangat kekanakan," ulang Geornia.
Dan itu semakin merah hingga menjalar ke telinga. Kyle mengingat-ingat kembali, bahwa Geornia memang tidak melakukan apa-apa selain tatapan barusan.
"Kamu—jangan menatap Zoey seperti itu," ucap Kyle dengan hati-hati.
"Seperti apa?" Geornia mengangkat sebelah alis.
Kyle terdiam sejenak. "Dingin."
"Bukankah wajar kalau musim salju terasa dingin?" tanya Geornia merasa aneh.
"Euk! Maksudku bukan musim salju, tapi tatapanmu yang dingin. Kamu boleh menatapku seperti itu, tapi jangan lakukan hal yang sama pada Zoey. Tidak bisakah kamu menatapnya lebih lembut dan hangat?" Kyle meminta dengan penuh pengertian.
Geornia terus melayangkan tatapannya seperti awal, bahkan lebih dingin. "Tidak mau. Kenapa aku harus melakukannya atas perintahmu?"
"Bukan perintah, ini permintaan."
"Zoey," panggil Geornia.
"I-iya, Kak?" Zoey meneguk ludah.
"Apa tatapanku menyeramkan?" tanya Geornia. Terdengar pertanyaan itu cukup tulus bagi Zoey.
Ia pun memperhatikan sorot mata Geornia. Setelah diperhatikan, sepertinya ia pernah mengagumi mata biru langit tersebut. Zoey pernah melihat Geornia memandang lembut Madam Floyen. Mereka berdua sering minum teh di rumah kaca. Selain itu, ketika menghabiskan waktu bersama Bibi Melisa. Geornia tampak menatap bibi pengasuhnya penuh kehangatan.
Meski terkesan dingin dan kejam, terkadang, dia menunjukkan sisi-sisi hangat melalui tatapan saat berdua saja dengan Zoey. Tatapan Geornia berubah dingin saat ada orang lain di dekat Zoey. Mungkinkah Geornia punya alasan tersendiri?
Zoey semakin bingung.
"Apa kamu bercanda? Dia pasti akan menjawab 'tidak' karena saking takutnya," ucap Kyle membuyarkan lamunan.
"Kalau begitu, aku hanya perlu menutup mata."
Geornia lalu menutup mata sekaligus mengabaikan permintaan Kyle, membuat si empu kesal.
"Nia! Bukan begitu maksudku!"
"Lalu apa? Tatapanku memang begini adanya, Kyle. Kalau kamu takut dan ingin menangis, menangis saja," ucap Geornia tenang.
"Me-memangnya siapa yang tadi menangis kencang di halaman depan hanya gara-gara Bibi Pengasuh dihukum? Dasar kekanakan!" ejek Kyle.
"Apa menangis membuatku terlihat kekanakan?" tanya Geornia balik dengan muka lelah.
Terlihat jelas bekas sungai tangis di wajahnya, menunjukkan seberapa lama dia menangis sampai bola matanya berwarna merah. Tampang Geornia terlalu horor untuk dilihat anak kecil.
"Te-tentu saja," cicit Kyle.
"Kalau begitu, Zoey seribu kali lipat lebih kekanakan daripada aku," tudingnya. "Para pelayan sampai tidak bisa menghitung berapa kali dia menangis dalam sehari."
"Itu ... itu karena Zoey masih kecil," bela Kyle.
"Oh, ya? Tapi seingatku, kalian seumuran. Apa ingatanku salah? Atau otakmu yang bermasalah? Kalau itu aku, aku akan malu sekali saat ketahuan menangis di usia Zoey sekarang."
Pipi Zoey terasa panas. Wajahnya sangat merah seperti kepiting yang baru saja direbus.
"Lihat, sepertinya dia mau nangis lagi," tebak Geornia.
Kyle spontan menoleh ke belakang. "Eh Zoey, jangan menangis ...."
"A-aku tidak menangis!" elaknya sambil menutup wajah dengan lengan.
Tanpa sadar, air mata Zoey terus mengalir seperti nyala air keran. Padahal ia tidak sedang merasakan emosi sedih, terharu, ataupun semacamnya. Ia hanya malu. Zoey benar-benar bingung. Apa mungkin peran sebagai protagonis mengharuskan ia menguras air mata setiap hari? Itu merepotkan.
Geornia menarik sudut bibirnya sekilas "Aku pergi," ucapnya.
"K-kak Nia! Jangan pergi ...." kata Zoey sambil menahan genangan air di pelupuk mata.
Geornia menghentikan langkahnya tanpa menoleh. "Kenapa? Apa kamu masih belum puas setelah semuanya?"
Zoey mengernyit. Punggung kakaknya tampak kedinginan. "Zoey minta maaf, Kak. Zoey hanya mau menghibur Kak Nia."
"Aku bilang tidak usah, apa telingamu bermasalah? Kalau memang ingin menghiburku, kenapa kamu tidak minta dihukum saja dan menggantikan Bibi Melisa?"
"Nia!" teriak Kyle emosi. "Kamu benar-benar, ya! Zoey itu, adik kamu! Apa kamu tega melihatnya dihukum?"
"Adik? Hah ... sepertinya kamu salah paham, Kyle. Zoey itu bukan a. Dia bukan adikku," kata Geornia mempertegas.
Zoey tersentak. Memang benar, tapi hati Zoey tertusuk oleh fakta tersebut. Ia tidak bisa mengelak. "Kakak."
Geornia memalingkan wajah. "Karena Kyle sudah bertemu denganku, aku mau kembali ke kamar."
Ia mengabaikan panggilan Zoey dan berjalan menjauh meninggalkan mereka berdua. Punggung Geornia terlihat rapuh. Kyle ingin mengejar sekaligus memeluk sosok Geornia dari belakang, tetapi Zoey menggenggam tangannya dengan erat.
"Kyle, ba-bagaimana ini? Kak Nia marah pada Zoey. Kak Nia sudah tidak mau mengakui Zoey sebagai adiknya."
Kyle mendengus kasar. "Kita biarkan saja, lagipula Nia bukan kakak yang baik. Sejak awal aku, kan, sudah menawarkanmu untuk tinggal di Kediaman Roter. Kamu bisa jadi adikku."
"Iya, tapi ... Zoey tidak mau." Ia jutsru lebih tidak mau menjadi adiknya Kyle.
Kyle melepas genggaman Zoey membuat si empu mengernyit, kemudian beralih mengelus kepalanya. "Tidak apa-apa. Kamu tetap boleh, kok, menanggapku 'kakak', jadi jangan menangis lagi."
"A-aku tidak menangis!" Zoey melototkan mata. Wajahnya memerah, membuat Kyle terkekeh lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Revisi
RomancePenulisnya lagi sibuk mengurutkan bab cerita! Stop disturbing.