Perhatikan sifat karakter. Di bab ini, sifat Lucas dan Andrew kayak ketuker.
Matahari tergantikan oleh bulan. Andrew pun mengemas barang bawaan. Tidak banyak. Hanya tas sabuk kecil, sepuntung rokok, dan telepon genggam. Hari ini dia telah menyelesaikan shift pagi.
"Capeknya ...," gumam Andrew sambil merenggangkan badan. Duduk berjam-jam membuat pantatnya mati rasa.
Ia pun bangkit dari kursi dan menoleh ke samping. Di sampingnya, Melisa masih disibukkan oleh setiap panggilan yang terus saja masuk selama sehari penuh.
Melisa mendongakkan kepala. Dia bertanya, "Sudah mau pulang?"
"Iya, shift-ku sudah selesai. Kamu tidak pulang?"
Gadis itu menoleh ke sekeliling. Ia tidak menemukan siapa pun tertangkap matanya kecuali sosok Andrew. "Tapi aku tidak melihat Lucas."
"Tenang saja, Lucas sedang menuju ke sini."
Lucas adalah partner Andrew dalam pergantian jam kerja. Jika partner-nya belum datang, Melisa belum bisa tenang walaupun dia sedang dalam perjalanan.
"Maaf, bisakah kamu bersabar sedikit dan menunggu di sini sampai dia datang? Aku takut ada catatan dari panggilan pasien yang terlewat."
"Ah ...." Andrew menatap sepasang mata keruh Melisa yang tampak bergetar. Melisa masih terngiang kejadian kemarin, saat berita mobil team ambulans milik Edmund terbakar.
Dia jadi tak tega. Sejujurnya, mereka berdua tidak tahu apa yang terjadi. Andrew hanya sangat menyayangkan kematian Edmund, Bridie, dan Helen. Dia turut berduka.
Namun, Melisa yang paling terpukul mendengar kecelakaan tersebut. Alasan mengapa Melisa sampai tidak masuk kerja beberapa hari juga karena kabar itu. Dalam riwayat panggilan rumah sakit, ia menemukan nomor telepon Edmund memanggil dalam kurun waktu dua puluh satu detik.
Setelah dua puluh satu detik, panggilan diputus tanpa jawaban dari siapa pun. Melisa dapat menyimpulkan kecelakaan itu terjadi beberapa saat sebelum Melisa sempat mengangkatnya. Yaitu saat dirinya dengan sengaja melewatkan panggilan telepon untuk mencari nomor pemanggil yang sebelumnya.
"Gara-gara aku ...," tunduk Melisa setelah jenazah Bridie dan Helen dimakamkan. "Seharusnya aku mengangkat semua panggilan."
Andrew tertegun, sembari memandang foto kedua wanita dalam figura hitam yang dihiasi berbagai bunga.
"Maaf, Mel, ini salahku. Kalau saja aku tidak menyarankanmu mengabaikan telepon," ucapnya.
"Kamu—" Melisa menggeleng pelan. "Kalau saja aku tidak mendengarkanmu, mungkin kita masih bisa mendengarkan suara mereka. Ini adalah kesalahanku karena melalaikan tugas."
Andrew mengembuskan napas. Udara sekitar terasa berat untuk dihirup. Ia berada di antara tamu duka yang berdiri penuh sesak, yang semakin lama kian berkurang seiring menebalnya awan hitam.
Suara pintu dibuka membuat Andrew membuyarkan lamunan. Pria itu mengangkat kepala. "Oh?" serunya.
Laki-laki yang ditatap mengerem langkah di garis pintu, memandang ke dalam ruangan yang hanya terdapat dua orang. "Kalian masih di sini?"
"Syukurlah kamu datang, Brother! Ayo, ayo cepat kemari dan jaga pacarmu baik-baik! Sepertinya dia ketakutan kalau ditinggal sendirian." Andrew mendorong punggung besar Lucas ke arah tempat kerja, kemudian menekan kedua pundaknya agar duduk.
"Tumben sekali melihatmu di jam segini. Biasanya begitu aku datang tidak ada siapa-siapa selain Mely," cakapnya dengan tertawa tanpa suara.
"Hah, lihatlah!" dengus Andrew sembari memegang tas sabuk yang melilit pinggangnya dengan rapi. "Tadi aku sudah mau pergi, tapi Melisa menahanku. Katanya tunggu sampai kamu datang."
![](https://img.wattpad.com/cover/373583530-288-k629170.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Revisi
RomansaPenulisnya lagi sibuk mengurutkan bab cerita! Stop disturbing.