Masa Lalu 1.4 (Revised)

2 0 0
                                    

Dalam kehidupan yang membosankan, terkadang, ada saatnya manusia ingin terlihat menarik. Ia ingin diperhatikan. Menjadi tokoh utama di dunia itu. Namun, ada juga yang ingin menghilang. Baginya, dunia adalah tempat yang tidak seru. Yang ada dalam benaknya hanyalah menyelesaikan urusan sekarang kemudian meninggal dengan tenang.

Akan tetapi, bagaimana jika manusia yang mati justru membawa dendam?

"Ibu," gumam Geornia di depan makam Madam Floyen.

Kuburan itu terlihat didesain sedemikian rupa sehingga jenazah di bawahnya dapat tinggal dengan nyaman. Wanita berpakaian serba hitam mendongakkan kepalanya sembari memejamkan mata. Berdiri dalam kepedihan yang selama ini ia pendam.

Warna langit begitu cerah sangat kontras dengan perasaannya sekarang. Salah satu sudut bibirnya terangkat. Ia lalu berjongkok, sekilas mencium batu nisan di depannya.

"Ini mungkin terakhir kalinya aku mengunjungimu, Ibu. Aku akan sibuk membalaskan dendam. Jadi, Ibu harus tenang di surga."

Dari kejauhan, bayangan seorang pria berlari menuju posisi Geornia. Pria itu mengatur napas saat wanita tujuannya sudah dekat. Bulir keringat mengalir dari pelipisnya. Kyle mengusap dagu dengan punggung tangan sebelum cairan asin tersebut benar-benar menetes.

"Huft ... aku kesulitan karena kamu mengubah jadwal ziarah tiba-tiba," keluh pria itu.

Geornia masih bergeming, sementara Kyle sudah terbiasa menghadapi wanita bak patung tersebut. Ia pun tidak mengharapkan sebuah respon.

"Yang benar saja, di cuaca sedingin ini," tambahnya sambil mengembuskan napas, "aku juga tidak sempat menghubungi Zoey karena takut ketinggalan pesawat."

Tetap tak ada respon. Kyle mulai kesal, mengamati pakaian hitam Geornia yang tampak terbakar oleh matahari. Tangan gatalnya memegang payung, lalu membukanya untuk melindungi tubuh Geornia. Ia bahkan tidak tahu kenapa dirinya melakukan hal ini.

Sementara itu, angin sejuk berembus melewati sela-sela rambut Kyle. Ah, rasanya dingin.

Geornia baru menyadari adanya bayangan yang menutupi tubuhnya. Ia bersikeras mendongak, menatap pria itu tengah memasang muka masam. Dedaunan kering berjatuhan akibat sisa angin musim gugur. Namun, tidak ada yang berhasil mengenai tubuh keduanya.

"Aku bilang jangan bawa payung." Geornia mengernyitkan dahi, tidak suka.

Kyle tersenyum miring. "Aku lebih ingin membawanya karena kamu yang melarang. Kamu marah?"

Seperti dejavu. Di dalam kepalanya seakan tersimpan kaset yang menayangkan adegan yang sama persis. Geornia menghembuskan napas lelah. "Ini bahkan tidak hujan," gumamnya.

"Yah, tidakkah kamu kepanasan?" tanya Kyle.

Tanpa ia tahu, bahwa telinganya sudah memerah. Geornia mengetatkan bibir. Hari ini sinar matahari lebih hangat, namun cuaca di Jerman tidak sepanas yang Kyle katakan.

Geornia beranjak dari tempatnya, lalu berdiri menghadap pria albino tersebut. Tangannya terulur hendak meraih pengait jaket hitam yang dikenakan Kyle.

"Apa yang mau kamu lakukan?" tanya Kyle, bingung sekaligus waspada.

"Aku ingin melepas jaketmu karena kamu bilang kepanasan."

Pupil Kyle melebar. "Apa?"

Ia masih mencengkeram pergelangan tangan Geornia. Mata silver itu menatap bingung manik biru di depannya.

"Sa-sakit," ringis Geornia.

Ini aneh. Tidak biasanya Geornia menunjukkan ekspresi di depan orang lain. Kyle pun melepas cengkeramannya, memeriksa pergelangan Geornia apakah baik-baik saja. Ia merasa bersalah karena telah menciptakan bekas merah yang kentara.

"Maaf. Ini karena kamu menyentuhku tiba-tiba." Kyle meniup bekas merah tersebut berkali-kali, berharap dengan tindakannya ini dapat mengurangi rasa sakit pada tangan Geornia. "Apa masih sakit?"

Wanita itu memandang raut canggung di hadapannya. Bukan sekali atau dua kali seorang wanita menyentuhnya. Namun, Kyle yang berlagak sok suci membuat Geornia tertawa. Mendengar suara tawa itu, lantas Kyle termangu.

"Kenapa?" Geornia bertanya sambil mengusap sudut mata.

Ia menggeleng pelan. "Ini pertama kalinya aku mendengarmu tertawa natural, biasanya kamu hanya tertawa menyebalkan."

"Aku sering melihat sesuatu yang menyebalkan, makanya aku tertawa seperti itu."

Kyle menyisir rambutnya frustrasi, wajah Geornia saat ini membuat hatinya bergetar. Wajah sedikit memerah dengan mata berkilau karena setitik air mata. Ia sempat berpikir, Geornia tadi menangis. Ia pun jadi tahu ekspresi Geornia ketika benar-benar tertawa.

Jelas Zoey seribu kali lebih cantik. Menurutnya, Zoey adalah wanita paling cantik di dunia. Tidak ada wanita mana pun yang bisa dibandingkan dengan kecantikan Zoey yang murni. Namun, sebenarnya perasaan Kyle mudah goyah. Terlebih ia seolah baru menyadari bahwa Geornia adalah wanita rapuh di balik sifatnya yang kejam.

Pipi Kyle memanas. "Kamu bertingkah aneh. Kamu tidak sakit dalam artian lain, kan?"

Geornia membiarkan telapak tangan Kyle menyentuh dahinya. Pria itu berusaha mengecek suhu tubuh Geornia. Terasa hangat, artinya normal. Kyle sadar tidak ada lagi tatapan enggan di mata Geornia.

Wanita itu tersenyum lebar. "Aku sangat sehat," balasnya sembari mengarahkan tangan Kyle agar beralih menyentuh pipinya.

Kyle terdiam saat Geornia memanggil namanya dengan nada ceria. Ia senang bukan kepalang hingga tanpa sadar mengusap pipi mulus tersebut.

Detik berikutnya, Kyle tersentak. Ia berhenti mengusap dan hanya menangkupnya. Ternyata pipi Geornia sangat lembut. Tidak, apa yang Kyle pikirkan?

"Sebenarnya, aku mengalami mimpi buruk," ucap Geornia.

Kyle masih menatap pipi Geornia yang berada di tangannya. "Itu hanya mimpi."

Geornia kembali bersuara. "Aku bermimpi, hujan air turun di akhir musim gugur dan seseorang datang membawakanku payung."

Kyle mengernyit. Sepertinya ia familier dengan mimpi tersebut. "Apa dia seorang pria?"

"Ya," jawab Geornia sambil tersenyum tipis.

Hal itu membuat Kyle menerka-nerka, bahwa Geornia bermimpi buruk tentangnya. "Apa lagi yang pria itu lakukan?"

"Dia memelukku dari belakang, lalu menggenggam tanganku agar aku tidak kedinginan," imbuhnya memberi jeda.

Kyle pun terkekeh. Ia menarik tangan Geornia dengan lembut, mengecupnya singkat.

"Apa kamu yakin, itu mimpi buruk?"

Geornia awalnya juga tidak yakin bahwa itu adalah mimpi buruk. Ia pikir sedang bermimpi indah. Akan tetapi, pria di dalam mimpinya selalu meninggalkan Geornia sendirian.

"Aku yakin. Karena aku sudah mengulangi mimpi buruk ini tiga kali. Dan pria di dalam mimpiku selalu menarik tangan wanita lain."

Kyle seakan mendapat pukulan telak di belakang lehernya. Apa ini tentang hubunganku dan Zoey? Kyle bertanya dalam hati. Mereka berdua memang berhubungan dekat, tetapi Kyle menganggap Zoey seperti adik. Jikalau hubungan mereka menjadi lebih dekat layaknya kekasih, ia pikir—mungkin—wanita ini hanya memasang wajah datar sambil berkata, "Terserah kalian."

Kyle tidak pernah membayangkan sosok Geornia yang sangat memedulikan dirinya sebagai tunangan. Selama ini dia selalu dingin dan kejam. Oleh karena itu, Kyle sering melampiaskan kekesalannya terhadap sikap dingin Geornia dengan memeluk wanita-wanita lain. Tapi ia tidak pernah memeluk Zoey.

Bagaimana mungkin Kyle memperlakukan Zoey yang bersih seperti wanita kotor? Memikirkannya saja sudah sangat gila.

Pia itu pun langsung memeluk Geornia. Dia menarik lengan Geornia hingga kepalanya membentur dada bidang tersebut, kemudian mendekap tubuhnya dengan erat.

"Berhentilah memikirkan hal yang tidak-tidak. Sekali lagi, itu hanya mimpi buruk."

Geornia dapat mencium wangi parfum Kyle yang bercampur bau keringat. Ia tidak mendeteksi adanya aroma parfum dari wanita lain, terutama Zoey.

"Ya, hanya mimpi," gumam Geornia sembari menatap nisan ibunya.

Cuma RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang